2. Awal

1.5K 118 5
                                    

Cut Azalea namanya. Icut panggilannya. Haykal suaminya. Dan sungguh, benarkah ia sudah bersuami?

Icut menggaruk-garukkan kepalanya. Penyebabnya bisa jadi karena ketombe atau mungkin kutu? Eh, Icut tidak sejorok itu juga. Lain cerita saat dirinya masih di asrama dulu. Dulu ia pernah menikmati pahit manisnya pesantren selama sebulan, tetapi kemudian pindah ke SMA di kotanya karena tidak terbiasa. Yah, Icut termasuk gadis yang sedikit bar-bar yang tidak tahan dengan sesuatu yang mengekang.

Suara gesekan antara gelas minuman dengan meja membuat atensi Icut berpindah dari HP ke si pembuat suara. Ternyata Rivan, temannya yang heboh itu.

"Cemberut aja lo," celetuk Rivan lalu menggeser gelas berisi air putih plus es itu ke depan Icut.

"Waalaikumsalam," sahut Icut seraya menyindir. Rivan berdeham lalu mengucapkan salam. Ia lupa jika sedang berhadapan dengan Icut.

"Jadi, ada apa dengan nyonya Haykal?" tanya Rivan dengan menaik-turunkan alisnya. Icut memutar bola matanya dengan malas.

"Nyonya Haykal apaan?" sinis Icut tidak terima. Namanya Cut Azalea, tidak ada unsur nama Haykal di sana.

"Lah, kan emang gitu seharusnya. Karena lo udah nikah jadi nama lo juga ikut suami. Enak didengar, Mr. Haykal dan Mrs. Haykal," kekeh Rivan membuat Icut makin ilfil.

"Makin bete gue denger nama dia. Udah ah, lo tetap manggil gue Icut atau Lea, enggak usah panggil gue nyonya Haykal segala," ketus Icut lalu menyeruput air putihnya lewat sedotan berwarna putih.

"Galak amat, udah nikah juga. Oh ya, gimana kegiatan lo hari ini? Dari yang gue lihat, lo bad mood banget. Si Nyai marah-marah lagi?" tanya Rivan dengan wajah serius.

Nyai adalah nama panggilan untuk Bu Renita, dosen pembimbing Icut. Dosen yang suka membuat mahasiswanya mumet seketika. Hal-hal yang mudah jadi sulit dengannya. Sederhana jadi rumit, bahkan cowok pendiam bisa jadi genit demi mendapat nilai sempurna darinya.

Icut mendesah. Benar seperti tebakan Rivan, dosen yang satu itu memang sedang menyulitkannya. Hampir saja ia mengulang penelitian hanya karena beradu argumen dengan sang dosen.

"Nah, bener 'kan?" tebak Rivan.

"Ah, gue jadi males lanjut kalau gini. Hari ini apes banget gue," desah Icut menekuk wajahnya.

Jika diingat-ingat, hari ini adalah hari yang paling menyebalkan. Ia bangun telat, jam tujuh pagi.

Menyebalkannya lagi, Haykal tidak membangunkannya bahkan langsung menghilang di pagi hari. Bukan sepenuhnya salah Haykal. Dua hari yang lalu Icut sendiri yang meminta Haykal untuk tidak membangunkannya dengan alasan alarm lebih baik.

Sungguh, ia merasa terganggu dengan kehadiran Haykal yang masuk ke kamarnya secara tiba-tiba. Lagipula ia akan menyalakan alarm saat subuh datang, sehingga Haykal tidak perlu masuk lagi ke kamarnya dengan dalih membangunkan. Itu termasuk daftar keinginan baru yang untungnya disetujui Haykal dengan syarat bahwa Icut benar-benar melakukannya.

Bukan hanya itu kesialan Icut. Ia bahkan hampir tumbang karena tidak sarapan, ban motor yang meledak di tengah jalan, hingga omelan dari Nyai nyaris tanpa jeda.

Lalu di sinilah Icut berakhir. Di kafe langganannya. Khusus untuk meredakan otak yang nyut-nyutan seharian. Menenangkan hati dan pikiran agar tidak meledak sembarangan.

"Sabar aja, Cut. Emang tampang lo dari awal udah kelihatan sial sih," ucap Rivan dengan nada meledek.

"Apa? Coba ulang?" perintah Icut dengan mata melotot. Ia beranjak dari kursi hendak menabok Rivan agar otaknya berjalan dengan benar.

Hay, Kal! (Tamat Dan Pindah ke DREAME)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang