Anggi Srikandi

27 0 0
                                    

Aku tergesa menuju sepeda motor, setelah ketiduran cukup lama karena kerjaan yang membelalak di kantor.

Lupa memang hal yang manusiawi, tapi untuk kejadian hari ini, sepertinya bisa dibilang keterlaluan. Bagaimana tidak?, aku lupa menjemput pulang seseorang, yang penting dalam hidupku.

Anggi Srikandi, perempuan yang sudah kujadikan pasangan hidup, sampai hari ini.

............................


Anggi adalah teman semasa SMP ku dulu. Perawakan nya yg mungil, sifatnya dingin, membuat menggigil. Entahlah, tiba-tiba aku menyimpan rasa padanya, sampai pada hari kami berpisah, aku belum berani mengungkapkan perasaan.

Pertemuan kami setelah 9 tahun berpisah memang tidak se-romantis film atau drama.
Hanya kebetulan, aku sedang asyik memotret jalan Asia Afrika, Anggi yang (mungkin) masih mengingatku menyapa.

Kami berbincang cukup lama, usut punya usut ia baru saja lulus dan mendapatkan gelar S.Farm. Iya, Jurusan Farmasi ITB. Aku kagum, pasalnya, untuk masuk jurusan farmasi di ITB bukan hal yang tergolong mudah. Banyak ribuan pejuang SBMPTN yang terpuruk karena ditolak.
Sempat insecure, karena aku hanya lulus S1 jurusan sastra di UI dan mendapat gelar S.Pd
.
.
Aku masih menyimpan perasaan yang sama seperti dulu, dan Anggi juga memiliki perasaan sama halnya. Dengan gugup, aku memberanikan diri, untuk bertemu orang tuanya, lalu melamarnya.

Kami melakukan akad dan resepsi pernikahan di Bogor, karena sejatinya, Anggi dan aku memang asli Bogor. Tapi, karena sudah nyaman dengan kota Bandung, kami memutuskan untuk membangun rumah disana, tepatnya di Caringin, Bandung Barat.

......

Hari ini, Anggi baru saja pulang dari Bogor. Berpeluk haru dengan orang tuanya, setelah 5 bulan tidak berjumpa.
Jam sudah menunjukan pukul 17.05..
"Semoga ia masih ingin menunggu" gumamku saat sepeda motor melaju cepat kearah stasiun Bandung.
Dan, benar saja.. Anggi duduk di sebuah kursi besi di seberang stasiun yang cat putihnya kian memudar, karena digarap umur. Dari raut mukanya, aku bisa menerka. Ia sudah menunggu cukup lama, dengan perasaan bete yang membara.

Aku menghampiri lalu menyapa, ia memalingkan wajah, tanda ia sedang marah.
Selang 15 menit, setelah aku rayu dan meminta maaf, akhirnya ia ingin beranjak dari kursi reyot nan jelek itu...

"Aku ga mau langsung pulang kerumah, mau jalan-jalan dulu sama kamu, sambil berbaur lagi sama susana bandung". Ia bilang begitu, aku mengiyakan.

Sepeda motor menuntun kami kejalan Asia Afrika, sembari bersenandung, sepertinya Anggi sudah tidak murung.

Aku lega, begitupun Anggi yang cengengesan karena bernostalgia tentang pertemuan kita berdua. Dengan raut wajahnya yang bahagia, aku senyum, pertanda bahwasanya ada kebahagiaan yang bermuara.

.
Langit jingga dihiasi awan putih yang menenangkan mata. Angin sepoy yang menerpa, diiringi dengan hiruk pikuk Jalan Asia Afrika; Adalah saksi, bahwasanya kita sedang berbahagia.
.

Mimpi yang Sirna
04-05-2020

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 04, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Suara dalam AksaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang