5. GAGAL PERGI

22 3 0
                                    

Devan sudah siap dengan seragam dan ranselnya yang hendak turun untuk sarapan pagi. Di sana sudah terdapat lelaki paruh baya dengan kemeja dan jas kantornya yang sedang menyantap sarapan pagi. Devan melangkahkan kakinya menuju meja makan dan duduk didepan Dhemas.

"Pagi sayang, ayo itu sarapan dulu." Ujar Salma yang sedang sibuk membuatkan susu di dapur.

"Hm" balas Devan singkat.

"Bang, udah ada rencana belum besok setelah lulus mau kemana hem?" Tanya Dhemas.

"Belum pah."

"Oh ya udah pikirin lagi terserah kamu, ayah pengin yang terbaik intinya." Nasihat Dhemas dengan menepuk punggung Devan pelan dan segera beranjak ke kantor.

"Hati-hati yah!" Ujar Salma dengan mencium tangan milik Dhemas.

Devan melirik arloji miliknya, karena waktu menunjukkan pukul 06.30 wib dia segera berpamitan kepada Salma dan menuju bagasi untuk mengambil motor sportnya.

Bel masuk telah berbunyi tiga puluh menit yang lalu. Kelas Devan terlihat tenang dan hanya suara guru yang sedang menjelaskan di depan.

Mapel kimia adalah mapel yang tidak disukai Devan dan sebagian siswa XII IPA 2 karena rasanya ingin mendidih otaknya.
Kadang berpikir padahal masuk jurusan IPA tapi tidak minat sama sekali dengan mapel satu ini. Melihat bukunya saja tidak minat apalagi mengerjakan, ditambah Bu Maemunah kalau menerangkan hanya membuat anak-anak mengantuk.

Setelah Bu Maemunah selesai menerangkan rumus dan menulisnya dipapan tulis segera menghadap ke anak-anak.

"Ini sudah ibu tulis dan sudah ibu terangkan. Paham anak-anak?"

"Paham, Bu." Jawab murid rajin.

"Enggak sama sekali Bu."

"Yang ada ngantuk."

Dan begitu lah bisikan-bisikan rutin di hari Jumat karena ada mapel kimia.

"Yang paham kok cuma beberapa doang? Yang lain bagaimana ini, dan yang pojok itu palah tidur!" Jawab Bu Maemunah dengan melangkahkan kakinya menuju meja pojok sana karena mendapati seseorang yang tengah terlelap dengan menengelamkan wajahnya diatas meja.

Brakk..

Gebrakan meja yang sontak membuat anak-anak kaget, terutama milik meja seorang tadi.

"Astaghfirullah!! Gempa!!" Teriak Dewa bersamaan dengan Devan karena duduk mereka satu bangku.

"Hey Dewa! Kalau mau tidur di rumah. Di sekolahan tidur kamu pikir sekolah nggak mbayar apa?! Kamu juga Devan!."

"Yaelah Ibu saya pusing Bu. Masa ini nggak kasian sama saya sih!"

"Alesan aja kamu lah!" Balas Bu Maemunah dengan nada tinggi.

"Ya enggak alesan dan nggak bohong saya pusing mikir kimia, ya kan Dev? punten Bu." Tanyanya pada Devan yang hanya diam sedari tadi.

Mendengar alasan konyol tadi otomatis membuat satu kelas tertawa semua sedangkan Bu Maemunah yang masih ada di samping Dewa pun sudah menampilkan wajah merah padamnya. Singannya ngamuk awas takuttt ehe..

"Sekarang kalian keluar. Hormat di depan tiang bendera dengan mengangkat satu kaki! Sampai bel istirahat bunyi!"

Kini Devan dan Dewa sudah berada di depan tiang bendera menjalani hukumannya. Cuacanya mendukung karena matahari belum berada diatas kepala.

Banyak anak-anak yang mengintip dari jendela melihat apa yang sedang terjadi di depan tiang bendera. Kini mereka berdua telah menjadi sorotan anak-anak walaupun dari dalam ruangan.

DEVANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang