2

30 7 0
                                    

Bismillah.. Lanjut guys. Lagi semangat-semangatnya nih buat cerita. Semoga kalian juga semangat ya buat bacanya:)

Hati-Hati dengan Ucapanmu!

Sore itu, Arin dan mamanya akan pergi ke Super Market untuk belanja bulanan. Ya, Arin memang sering ikut dengan mamanya. Maklum, anak bungsu.

"Ma! " Panggil Kia.

"Ada apa? " Tanya mama.

"Aku nitip vocher kuota ya, kuota aku habis soalnya." Ucap Kia senyum-senyum membujuk.

"Hm." Jawab mama singkat tanda mengiyakan.

"Kuota Lo udah habis lagi? Perasaan kemarin baru beli deh. " Tanya Arin yang berjalan ke arah mobil.

"Iss. Apaan sih. Resek! " Ucap Kia sebal.

"Oo iya, ya. Perasaan kamu baru beli kemarin. Sekarang mau beli lagi? " Kata mama ikut bertanya.

"Hehe.. Iya. Kan aku harus update terus Ma. Jadi, kuotanya banyak kepake. " Jawab Kia nyengir pada mamanya tapi menatap tajam ke arah Arin.

"Haduhh. Kamu ini Kia, kia. Kapan kamu ini dewasa. Kamu itu udah tamat SMA tiga tahun. Tapi masih aja kelakuan kayak bocah SD yang maunya jajan terus, tapi kalo kamu jajannya kuota. " Ucap mama yang langsung masuk ke dalam mobil.

Kia hanya diam mendengarkan ucapan mamanya yang terasa langsung menyayat hatinya.
Terkadang, seseorang menganggap apa yang dikatakannya diteriama dengan baik oleh sang pendengar. Tetapi mereka tidak sadar, bahwa yang mereka katakan bisa saja menyakiti perasaan seseorang yang mendengarnya.

Ya, itulah yang dirasakan Kia saat ini. Dia sadar, selama tiga tahun tamat SMA, dia hanya menganggur dan menambah beban orang tuanya. Kadang, dia berpikir untuk pergi dari rumah. Belajar hidup mandiri dengan mencari pekerjaan di luar kota atau biasa dikenal dengan sebutan merantau.
Tapi, sudahlah. Nanti pasti akan ada saatnya semuanya berubah.
Itulah yang selalu ditanamkan Kia dalam pikirannya.

🍀🍀🍀

Mobil yang dikendarai oleh Lina-mama Kia, melaju searah dengan pengemudi lainnya. Jalanan saat itu kebetulan lancar, tidak macet seperti saat mereka baru pergi tadi. Mereka memang sudah malam pulang dari Super Market. Bahkan mereka mampir dulu ke Masjid untuk sholat Magrib.

"Rin! " Panggil mama yang sedang memegang kemudi.

"Hm. Ada apa Ma?" Tanya Arin yang langsung mengalihkan pandangannya dari Hape ke arah mamanya.

"Kira-kira, kapan ya kakak kamu bisa berubah jadi lebih dewasa? Apa dia nggak mikir, uang yang dia punya itu habis cuma untuk hal-hal yang kurang penting." Ucap mama dengan suara sendu dan tetap fokus memperhatikan jalanan.

"Besok! " Jawab Arin asal.

"Nggak! Kayaknya sulit deh. Mama nggak ngerti dengan jalan pikirannya. Kakak kamu itu aneh kelakuannya. " Ucap mama spontan.

"Mama bisa aja deh. Kita mana tau isi pikiran orang. Emang Mama bisa baca pikiran? " Kata Arin sambil menggoda mamanya.

Arin tahu, kalau mamanya sering dibuat pusing oleh kelakuan kakaknya. Dia juga tahu, kalau kakaknya itu suka cemburu dengannya, karena dia lebih dimanja oleh mamanya.
Tapi, Arin selalu mencoba positive thinking dengan kakaknya. Sebisa mungkin dia ingin hubungan dia, kakaknya, dan mamanya selalu baik.
Karena, keluarga yang dia punya saat ini hanya Kia dan mamanya. Ayahnya sudah pergi meninggalkan dia, kakaknya, dan mamanya. Meninggal? Bukan. Bukan meninggal.
Ayahnya meninggalkan ketiganya mungkin sudah hampir sepuluh tahun. Saat itu Arin baru berusia tujuh tahun dan kakaknya berusia sepuluh tahun. Ada yang bilang, ayahnya sudah menikah lagi.
Tapi sudahlah. Mau ayahnya nikah lagi atau apa, dia tidak peduli. Kalau ayahnya masih ingat dengan mereka, dia pasti akan datang.
Masak, ayahnya main pergi begitu saja tanpa pamit. Pasti ada alasannya.
Itulah yang selalu Arin tunggu. Penjelasan dari ayahnya.


🍀🍀🍀

"Papa." Sapa seorang pria kepada pria paruh baya yang duduk di atas kursi kerjanya.

"Eh. Kamu Nando. " jawab pria paruh baya itu sambil mengalihkan pandangannya yang tadi fokus ke arah laptop jadi mengarah ke sumber suara. Ternyata yang tadi menyapanya, adalah anak sulungnya yang begitu ia banggakan dan kelak akan jadi pewaris perusahaan milik keluarganya.

"Papa sibuk ya?" Tanya Nando yang langsung meletakkan segelas kopi di atas meja kerja ayahnya.

"Iya nih. Banyak dokumen yang harus papa tanda tangani dan email dari klien yang harus dibalas." Jawab papa Nando dan langsung fokus lagi ke arah laptopnya.
Perusahaan milik keluarganya bergerak di bidang industri yang menjalin kerja sama dengan banyak produsen dan konsumen. Sehingga, tidak heran kalau ayahnya sesibuk itu.

"Oo iya. Ngomong-ngomong, tumben kamu nyamperin papa. Kamu nggak kuliah? " Tanya papa Nando sambil melihat ke arah Nando yang kini duduk di sofa yang memang  tersedia di ruang kerjanya.

"Nggak Pa. Lagi nggak ada kelas. " Jawab Nando.

"Kalau begitu, kamu mau nggak nemuin klien papa di cafe ****? Soalnya kerjaan papa masih banyak banget. " Pinta papa Nando yang memang sudah sering menyuruh anaknya itu bertemu dengan kliennya.
Keahlian anaknya dalam membujuk klien agar mau ikut kerja sama dengan perusahaannya sudah tidak diragukan lagi. Karena, Nando memang kuliah di jurusan Business Management.

"Emm. Yaudah Nando mau. " Jawab Nando, setelah berpikir sejenak.


🍀🍀🍀

Di sebuah cafe, seorang wanita paruh baya duduk ditemani segelas latte. Dia sedang menunggu seseorang.
"Kok belum dateng ya?" Gumam wanita itu sambil menatap jam di pergelangan tangan kirinya yang menunjukkan pukul 13.30 WIB.

"Permisi." Sapa seorang pria kepada wanita itu.

"Oh iya. Sikahkan duduk." Ucap wanita itu sambil mempersilahkan orang yang sepertinya dia tunggu dari tadi untuk duduk.

"Terima kasih. " Ucap pria itu sambil tersenyum dan langsung duduk.

"Mau pesen dulu? " Tanya wanita itu.

"Oh, tidak usah Bu." Jawab pria itu.

Waktu menunjukkan pukul 14.15 WIB. Obrolan dua orang tadi yang merupakan Nando dan klien papanya seorang ibu-ibu akhirnya selesai. Seperti biasa, dengan perilaku sopan dan penjelasan yang mudah dimengerti oleh kliennya, akhirnya ibu itu setuju untuk bekerja sama dengan perusahaan mereka.

Nah gimana guys udah lebih panjang kan chapternya..hehe.. Makanya kalian tuh harus vote dan coment. Biar makin semangat aku nulisnya:)

CEMBURUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang