Nurila Septian. Ketua pemandu sorak yang cukup terkenal. Di bawah pandunya sebagai ketua cheerleading, club tersebut beberapa kali menjuarai ajang bergengsi. Bahkan hingga ke tingkat provinsi dan beritanya sempat mewarnai koran lokal.
Nilai tambahnya lagi, Kak Lala cantik, pintar, walau bukan termasuk sepuluh besar di peringkat angkatan, tapi di kelasnya ia selalu menjadi juara umum. Keramahan dan sikap ceria membuat teman, adik maupun kelas kelasnya tidak sungkan menyapa Kak Lala.
Sempat Refa berbincang akrab dengan Kak Lala, saat ia, Dewa, dan Farhan menonton pertandingan basket. Kak Lala selalu menyapa saat berpapas, Refa tidak sungkan membalas sapaan gadis famous itu.
Selayaknya dua sisi koin, basket dan cheerleading selalu berkolaborasi, saling melengkapi. Kedua club tersebut saling mendukung, tim basket bertanding, sedang cheerleading club bersorak memberi semangat.
Johan dan Adit mengharuskan para marvel dan Refa hadir menyaksikan aksi mereka di lapangan. Maksud Upin dan Ipin itu bukan tanpa alasan, mereka selalu mencatat kebutuhan yang diperlukan saat pertandingan maupun sesudahnya.
"Ini perintah Evan." Keduanya sering menjadikan nama Evan sebagai tameng, terutama ketika mendapati Refa protes, karena pesanan mereka sering di luar ekspetasi, misalnya bakso Mbak Min harus tersaji hangat usai mereka bertanding.
Pria berkarismatik itu juga anggota tim basket, meski bukan ketua tim, ia sering menyumbang skor. Berhasil memasukkan bola ke keranjang lawan, tepat sasaran menembakan bola membuat perhatian penonton tersita oleh aksinya.
Tak ayal meski masih kelas 10, nama Evan cukup terkenal.
Dewa dan Refa mempercepat langkahnya. Informasi dari tangkapan mata membutuhkan penjelasan lebih. Kerumunan mulai sepi saat Dewa berhasil menginjak kaki di lantai utama lebih dahulu. Evan dibantu satu anak cheerleading memapah Kak Lala.
"Woi!!!" Dewa berseru sedikit berteriak. Sedang di belakang, Refa terengah. Gadis kecil itu mengatur nafas. Tidak lagi tertarik menyusul Dewa, Refa berjalan normal mendekati kerumunan yang mulai bubar. Beberapa anggota club cheerleading masih bertahan, menonton adegan drama ketua mereka.
Dari jarak lima meter, pandangan Refa menangkap gerak tubuh Kak Lala tidak wajar. Kaki kanannya terpincang-pincang, belum dapat dipastikan gadis cantik itu terluka atau tidak, Refa berasumsi dari tampak belakang. Langkah Evan terhenti di samping sepeda motornya.
"Sweet banget sih, kapan ya aku bisa pulang bareng Evan."
"Pengen deh sekali-kali..."
"Siapa sih tadi yang dorong Kak Lala?"
"Gak tau, perasaan tadi Kak Lala, Kak Ajeng sama geng mereka ketawa-ketawa pas di tangga."
"Kak Ajeng bukan sih yang dorong? Sengaja kali biar bisa pulang barengan Evan. Duh baik banget ya pujaanku itu..."
"Sengaja? Emang kamu liat sendiri?"
"Ya siapa tau... niatnya kan tadi mau latihan. Pas Evan lewat, Kak Lala malah jatuh. Sampek berdarah gitu, batal deh latihannya."
"Besok kamu pingsan aja, biar bisa pulang bareng Evan."
"Gosiippp teruuuss..." Kepala Refa muncul di antara anggota cheeleading, mereka se-angkatan. Meski tidak ada satu pun dari kelas unggulan, Refa mengenal beberapa di antaranya.
"Eh, Ref..." seantero sekolah juga tahu, Refa bak ratu the marvel. Tidak terpisahkan. Menyadari keberadaan Refa membuat mereka bengong, ops!
"Duluan ya, Ref." Si empu nama berdehem pelan, kembali ia langkahkan kaki. Lapangan sekolah tidak terlalu ramai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rekata
Teen FictionThe Marvel bagaikan Rekata untuk Refa. Lima sekawan; Evan dengan popularitas dan kemisteriusannya. Setiap hari mengalami drama para gadis yang ingin pulang bersama. Artis lapangan walau bukan kapten basket, dan sisi lain Evan yang hanya diketahui t...