Dengan Evan, ia tidak terlalu dekat. Ada balok sedingin es berdiri kokoh diantara mereka. Sejak Refa mengenal the marvel, Nia selalu asyik berinteraksi dengan Evan, sedang empat marvel lainnya sering menghabiskan waktu bersama Refa.
Nia telah pergi, kenyataan itu tetap tidak memberi ruang untuk mereka. Evan dan Refa selalu canggung berdua.
Gadis marvel itu terbiasa belajar bersama Farhan, bertukar pikiran, atau sekedar mengiyakan sebutan calon mantu dari Mama Farhan.
Refa juga sering bersama Dewa, menghabiskan waktu. Pun dengan Johan dan Adit, saling ledek, menyahut satu sama lain.
Tapi tidak dengan Evan.
Duduk diam di belakang punggung ketua marvel. Refa menghapus air matanya. Sepanjang perjalanan pulang, keduanya larut dalam pikiran masing-masing.
"Gak boleh ada yang tau." Di depan gerbang perumahan, Refa minta turun. Jangan sampai orang kepercayaan Ayah melihatnya bersama Evan, atau Refa akan diintrogasi abis-abisan.
"Nanti aku sama Dewa urus sepeda kamu."
"Dewa gak boleh tau."
"Tau apa?"
"Kalau aku nangis." Jawab Refa sewot. "Farhan, Johan, Adit gak boleh tau. Pokoknya gak boleh ada yang tau." Lanjutnya cepat.
Evan menggangguk. Lalu kembali menancap gas.
###
"Bukan sepeda motor kayak Mbak Abel gak papa, Yah." Helaan napas Tuan Argawinata dari sambungan seberang terdengar jelas di pendengaran Refa.
"Gak mau diperbaiki dulu?"
"Parah banget, Yah. Refa bisa kok jaga diri. Kalau Refa naik sepeda motor kan gak usah pagi-pagi berangkat sekolahnya."
"Ayah minta pendapat Bunda dulu ya... sekarang Ayah masih di luar. Nanti lanjut dibahas di rumah. Assalamu'alaikum." Refa menjawab dengan lesu.
Ayah lagi sibuk. Nanti juga sibuk.
Sambungan terputus, Refa mengembalikan gagang telepon. Tangan mungilnya meraih buku kecil di dalam nakas, di dalamnya tersimpan nomer teman-teman Refa.
"Halo."
"Assalamu'alaikum." Jawaban salam terdengar pelan. "Sepedanya gak usah diperbaiki." Ucap Refa ketus, ia ingin mengakhiri perbincangan segera.
"Aku lagi di bengkel." Refa menghembuskan napas kasar. Entah apa dalam pikirnya, segera ia kembalikan gagang telepon.
Ada apa? Berdua dengan Evan (walau via telepon) seolah menyalahi aturan. Refa merasa bersalah, jantungnya berdegup. Menghujam tertekan sebuat kalimat.
"Titip Evan ya, Ref."
###
Ruang kerja Tuan Argawinata sunyi. Sejak ia melontarkan pendapat tentang anak bungsunya, atmosfer bagai menghisap sebagian stok oksigen. Di sofa seberang, Nyonya Argawinata memilih diam. Suami tersayangnya tengah kalut, biarlah ia cipta jeda.
"Harusnya Refa ngerti dong, dia belum butuh. Gak bisa disamaratakan dengan Abel, sekolah dia lebih jauh, lebih elite, lebih sibuk, sering pulang terlambat. Dan lagi, yang paling Ayah kawatir, Refa itu temennya laki-laki semua."
Jeda. Tuan Argawinata menghentikan gerakan mondar-mandirnya, memperhatikan foto keluarga yang tersimpan rapi dalam bingkai figura kecil.
"Menurut Bunda gimana?" Nyonya Argawinata berdehem, inilah saatnya meredam rasa kalut sekaligus menenangkan sang suami.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rekata
Teen FictionThe Marvel bagaikan Rekata untuk Refa. Lima sekawan; Evan dengan popularitas dan kemisteriusannya. Setiap hari mengalami drama para gadis yang ingin pulang bersama. Artis lapangan walau bukan kapten basket, dan sisi lain Evan yang hanya diketahui t...