[ 1 ] Happy Birthday

553 46 5
                                    

Sebenarnya, penting atau tidaknya hidup ini tergantung setiap orang yang menjalaninya Aku pernah berada pada posisi terendah, merasa dicintai namun diabaikan lalu berujung pada kehilangan. Hidup seperti memainkanku saat itu. Mungkin bagi sebagaian orang kehilangan adalah hal yang wajar, namun tidak untukku. Perpisahan Papa dan Mama cukup membuatku berubah, contohnya tidak percaya dengan cinta.

Rasanya baru saja kemarin menghadiri sidang perceraian Papa dan Mama, tahu-tahu sekarang sudah tersemat gelar M.Vet di belakang namaku. Kupikir, terbaring lemah di kesunyian atau sekadar meneguk starbucks sendirian tidak lagi menjadi masalah besar di usiaku yang ke-27 tahun ini.

Hari ini, kuinjakkan kembali kakiku di Solo, kota dengan seribu satu kuliner enak yang tidak bisa kuabaikan, sebelum kembali bekerja dan menerima omelan dari Jamal. Sebenarnya bukan omelan, tapi pertanyaan berantai seperti: "Bagaimana S-2 kamu di Bogor?", "Sudah dapat cowok atau belum?", atau "Wah, kamu pasti lupa oleh-oleh yang saya penginin, kan?" Demi Tuhan! Hampir 2 tahun menempuh pendidikan S-2 di Institut Pertanian Bogor terasa sangat damai dan menyenangkan. Kenapa? Tentu saja karena bebas dari ocehan berantai Dokter Hewan bernama Jamaludin itu.

Dan walaaa, this is it. Aku kembali ke Solo dengan berat hati. Bogor kota dinginku, maaf ya, Dena harus kembali ke Solo. Terima kasih atas segala kenangan indah yang kau berikan di sana. IPB lebih berwarna ketimbang Mang-Mang centil penjual siomai goreng di depan klinik hewan ini.

Ada rasa haru ketika Papa mengecup puncak kepalaku sebelum ia kembali ke Jakarta. "Anak Papa udah gede aja. Sebentar lagi jadi dosen, dong? Ingat pesan Papa, jangan kayak Mama kamu yang dapat cowok keren dikit aja Papa ditinggalin." Entah harus memberi respons seperti apa. Pernikahan kedua orang tuaku kandas di saat anak semata wayangnya ini baru saja menginjak umur 27 tahun dan menamatkan gelar megister. Ketika aku datang ke rumah Mama, ia hanya sibuk menghias diri dengan cat kuku cantik berwarna pink di setiap jari kakinya, tanpa sedikit pun rasa bangga atas pencapaianku.

Maka dari itu ketika Papa ingin kembali ke Jakarta sekitar seminggu yang lalu, aku hanya memberi sebuah penghormatan untuk Papa-seperti ajudan kepada jenderalnya. Sangat disayangkan, mereka menungguku cukup lama untuk lahir ke dunia, tetapi ketika beranjak dewasa mereka memutuskan untuk berpisah tanpa melihat perkembanganku.

"Need a coffe?" Sepertinya dokter berewok ini gemar sekali menyuguhkan kopi di hadapanku setiap pagi. Aku memang baru saja melewati operasi yang sedikit menguras tenaga. Ada tumor di bagian paha kaki anjing pelacak milik anggota kepolisian yang dirawat inap selama 5 hari. Pemiliknya adalah jenderal tua yang sudah pensiun. Klien kami itu berkata pada Jamal selaku kepala dokter di klinik ini, "Saya akan bayar berapa pun untuk kesembuhan Sam."

Aku tersenyum miring saat Jamal menggeser kopiku lebih dekat. "Sepertinya memang benar. Hewan peliharaan itu sifatnya permanen. Walaupun mereka binatang, namun tetap saja ada kenangan tersendiri ketika hewan-hewan itu pergi atau mati meninggalkan majikannya." Aku menaikkan bahu seraya menarik senyum terbaik untuknya.

"Hari ini asisten kamu siapa saja?" tanyaku. Mungkin terdengar aneh ketika aku memanggilnya dengan kalimat 'kamu' sedangkan usia dokter ini 4 tahun lebih tua dariku. Well, actually he is friendly, tapi terkadang dia sedikit menjengkelkan karena sifat pecicilan dan ceplas-ceplosnya. Ketika yang lain memanggilnya dengan sebutan 'Pak', dia akan mengerutkan bibir dan ngambek sambil berkata seharusnya laki-laki setampan dia enggak pantas dipanggil 'Bapak'. Entahlah, intinya dia lucu. Apalagi jika mengeluarkan jokes-nya yang membuat seluruh kaum hewan di klinik ini bangun dan mengonggong, juga termasuk paramedik dan beberapa koas yang ikut terkekeh.

"Enggak banyak. Dua paramedik dan satu cewek. Koas. Kamu pasti tahu siapa dia." Jamal menunjuk koas yang baru saja datang dengan langkah tergesa-gesa menuju ruang penyimpanan keperluan operasi. Bukannya aku tidak mau membantu Jamal menangani operasi pasien lain, namun ia sendiri yang menyuruhku untuk membantu bagian administrasi beberapa hari ke depan karena Satrio-bagian akuntan yang ditugaskan langsung oleh pemilik klinik ini-sedang cuti karena istrinya babaran di kampung.

After I Knew His Name [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang