4 (B)

48 21 22
                                    

IV

Mukus hijau terang mengalir maju, mendekat seiring bola mata kuning terangnya terkunci pada Jesslyn.

Perempuan itu mematung, tidak bisa bergerak. Anura raksasa itu ternyata cerdik. Dengan lompatan masif tadi, dia mencerai beraikan kelompok kecilnya.

Saat ini, Jesslyn hanya dapat melihat Will yang terduduk gemetar. Dia tidak bisa melihat orang-orang lainnya.

Amphibi itu bergerak perlahan seperti lintah, menikmati ketakutan yang tertumpahkan keluar dari bola mata Jesslyn yang sudah dingin itu. Dia tidak akan bisa selamat.

"Jesslyn, lakukan sesuatu!" Will berbisik, suaranya gemetaran, nyaris tidak terdengar dalam lautan adrenalin yang mengalir melalui jantungnya.

Perempuan itu menggumam, tidak ada kata-kata yang keluar dari mulutnya. Hanya paduan konsonan tidak bermakna, membuat lututnya semakin lembek seperti agar-agar. Mereka berdua tidak bisa melakukan apa-apa. Jesslyn akan mati di sini.

Mahkluk itu menerjang.

Waktu seakan berhenti. Telinganya berdenging kuat, berdesir oleh darah yang terpompa. Perempuan itu mengumpat dalam hati. Jangan sekarang!

Pseudopodia mahkluk itu mengabur. Juluran kental itu berhenti menjulur, terperangkap dalam udara hutan. Lalu telinganya mulai mendengar suara-suara.

Anak tidak berguna.

Jesslyn meremang. Suara itu sangat familiar, suara yang selalu ada bersamanya dalam lima belas tahun pertama dalam hidupnya.

Perempuan itu menoleh, dan dia melihat wanita itu berdiri, bergandengan dengan pria botak yang pada masa kecilnya, dia sebut sebagai ayah.

Apa yang kubilang, sayang. Sekali tidak berguna, tidak akan jadi berguna. Berbeda sekali dengan Jean, tentu saja.

Wanita itu menyenggol suaminya, tertawa melengking dalam nada sopran.

Ingin hidup dengan jalannya sendiri, katanya? Bah! Bualan belaka omongan anak haram satu ini. Lihat kan, apa yang terjadi pada akhirnya? Hidup seperti pengemis, mati di tengah hutan antah berantah.

Pria itu berdeham parau. Pasangan itu saling memeluk, menatap Jesslyn tajam. Mendadak, di samping dua orang itu, muncul seorang perempuan berambut panjang.

Wah, adikku, lihat kau jadi apa sekarang.

Senyumannya membutakan Jesslyn, yang tidak dapat menahan emosinya. Tubuhnya gemetaran, perempuan itu tidak dapat berdiri tegak.

Kasihan sekali mommy dan daddy harus memiliki anak sepertimu. Barang rusak, cacat sepenuhnya. Entah dosa apa yang pernah mereka lakukan hingga memiliki anak sepertimu.

Mereka bertiga tertawa dalam unison. Jesslyn menarik napas dalam-dalam, membuang kabut yang mulai memenuhi pikirannya. Tidak mungkin. Ketiga orang ini tidak ada di sini. Mereka hanya ilusi.

Tapi, tubuhnya tidak menurut. Tawa ketiga orang itu menusuk telinganya, membanjirinya dengan emosi.

Jesslyn berlutut, menutup telinganya. Kelenjar lakrimalnya mulai memompa, dan dia tidak bisa menahannya. Perempuan itu praktis memeluk tanah.

Eight, and the Island (DISCONTINUED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang