Lino hari ini sangat maksa ingin mengantarkan Jihan pulang. Padahal kan Jihan ingin pulang bersama Widia. Jihan juga tidak bisa menolak, kalau yang memaksanya orang yang ia sayang.
Jihan seketika kaget, ketika Lino melewati gang rumahnya. Jihan ingin bertanya, tapi ia urungkan. Jadinya Jihan hanya mengikuti saja.
Lino hanya fokus pada jalanan, tak seperti biasanya yang rusuh, sering bercanda kadang sering membuat oleng motornya sendiri. Tapi, sekarang beda. Lino mungkin sedang tidak mood dalam bercanda.
Lino memberhentikan motornya tepat di depan Villa yang sedikit tak terurus. Jihan mengikuti Lino yang sudah melangkah menuju Villa tersebut. Jihan sebenarnya sedikit curiga kepada Lino, Tapi Lino tidak mungkin seperti itukan?
"Lino." Panggil Jihan ketika Lino berhenti tepat di depan pintu Villa.
"Apa?" Jawab Lino tanpa menolehkan kepalanya.
"Kita ngapain kesini?" tanya Jihan hati-hati.
"Gue mau culik lo." ucap Lino terkesan datar membuat Jihan kaget sekaligus khawatir. Rasanya Jihan sangat ingin kabur dari sana.
Lino masih setia membelakangi Jihan, kemudian ia masuk ke dalam. Sedangkan Jihan masih enggan masuk. Karena ia takut.
"Masuk Han." ucap Lino.
"Lo gak bakalan ngapa-ngapain gue kan?" tanya Jihan lagi. Lino tertawa terbahak-bahak.
"Astagfirullah, mana ada gue jahat sama lo. Ayo cepetan masuk." ucap Lino dengan tak sabaran. Jihan mendesah lega.
Jihan jalan perlahan. Tapi, Lino malah menghilang dari pandangannya. Ruangannya sangat besar dan membuat Jihan sedikit takut.
"Han." Panggil Lino. Jihan membalikkan badannya, betapa terkejutnya Jihan ketika melihat Adiknya berada di sebelah kanan dan kiri Lino.
"Teteh!" ucap mereka lalu memeluk Jihan dengan erat. Jihan menangis lagi. bukan menangis sedih, melainkan menangis karena bahagia.
Jihan melihat Lino yang sedang tersenyum. Jihan pun ikutan tersenyum.
"Kalian apa kabar? kalian baik-baik aja kan? kalian makannya banyak? sekolah kalian gimana? seneng gak tinggal sama Bapak? maaf ya Teteh gak sempet nengok kalian." ucap Jihan sembari membolak-balikkan badan adiknya.
"Iya gak apa-apa Teh. Kita baik-baik aja kok, untung Teteh kenal sama A Lino. Jadinya kita bisa ketemu." ucap Daffa dengan cengiran lucunya membuat Jihan tertawa.
"Gimana bisa lo temuin mereka Lin?" tanya Jihan heran.
"Kemaren gue ketemu mereka pas mereka pulang sekolah, terus gue bikin aja rencana kaya gini. Eh ternyata lo suka." jelas Lino, walaupun tidak jelas ceritanya tapi Jihan mengerti.
~•~
Setelah mengantarkan adik Jihan, Lino melihat Jihan menatapnya dengan senyumannya yang mengembang. Hati Lino berpacu lebih cepat dari biasanya. Seketika Lino menjadi salah tingkah karena ditatap seperti itu oleh Jihan.
"Udah dong liatinnya, malu nih gue." ucap Lino. Jihan malah makin tersenyum melihat Lino.
"Makasih banget yaa. Gue gak tau kalo gak ada lo, mungkin gue gak bisa sampai sejauh ini." ucap Jihan masih menatapnya kali ini dengan tatapan yang serius.
"Sama-sama, gue juga seneng kok bantu lo. Lain kali, kalo ada apa-apa bilang ke gue. Jangan diem aja!" omel Lino, Jihan tertawa.
"Iya, Pokoknya lo sahabat terbaik gue Lin."
"Peluk dong." Ucap Lino dengan merentangkan kedua tangannya. Tentu saja dengan senang hati Jihan membalasnya dengan menghambur ke pelukan Lino.
"Gue bahagia punya lo Lin."
"Gue juga bahagia punya lo."
Mereka berdua tak sadar, kalau mereka mempunyai perasaan yang sama besarnya. Tapi, karena ikatan persahabatan mereka tak mau mengungkapkannya hanya karena takut kehilangan.
Lino mengantarkan Jihan pulang kerumahnya.
"Makasih buat hari ini. Lo mau mampir dulu gak?" tawar Jihan.
"Nggak deh. Gue mau langsung pulang aja. Gue duluan yaa, lo hati-hati dirumah. Makan yang bener. Jaga diri, jaga kesehatan ya." ucap Lino membuat Jihan senang mendengarnya.
"Iya Lino. Lo hati-hati, jangan ngebut-ngebut ya. Awas aja lo kalo ngebut!"
"Siap Ibu Ratu!" Balas Lino dengan pose hormat kepada Jihan. Lino pun pulang dan Jihan merasa sangat bahagia hari ini.
Jihan tertidur selama 15 menit. Lumayan melelahkan hari ini untuk dirinya.
Jihan membersihkan diri serta membersihkan rumahnya. Setelah itu Jihan memainkan ponselnya, tertawa sendiri melihat beberapa foto yang lucu menurutnya.
Tok tok tok
Dengan sangat malas, Jihan bangun dari duduknya dan membuka pintunya. Menampilkan Aldi yang membawa tiga plastik berisi makanan.
"Ada apa Kak?" tanya Jihan.
"Nih, buat lo. Dimakan ya." Ucap Aldi sembari menyodorkan plastiknya ke Jihan. Jihan mengambil plastik tersebut dan menaruhnya di dapur.
"Masuk dulu kak." ucap Jihan setelah ingat kalo Aldi masih diluar.
"Oh Nggak deh, gue cuma kebetulan lewat aja terus inget lo jadinya gue beliin deh. Gue mau langsung pulang aja." sanggah Aldi dengan sopan.
"Oh kalo gitu yaudah deh. Hati-hati ya Kak di jalan." ucap Jihan.
"Iya sayang." ucap Aldi membuat Jihan membeku. Aldi sudah melajukan motornya. Sedangkan Jihan masih diam ditempat.
Kring Kring Kring
Jihan mulai sadar, dan langsung mengambil ponselnya yang berbunyi. Jihan mengernyit heran, pasalnya nomer yang tak ia kenal sedang menelponnya. Dengan ragu, Jihan pun mengangkatnya.
"Hallo?" sapa Jihan.
"Dengan sodara Jihan? saya dari pihak Rumah Sakit Sumber sehat. Ingin memberitahukan Bahwa Ibu anda mengalami kecelakaan di jalan sentosa."
"Ibu saya? salah sambung kali mbak."
"Dihp pasien tertulis, Jihan anakku. Apa benar anda anak dari nyonya Pratiwi?"
"Iya benar."
"Pasien mengalami pendarahan hebat. Dengan keadaan hati yang rusak parah akibat banyak mengonsumsi alkohol."
"Saya kesana."
Tut.
Jihan menangis. Masalah apalagi yang kali ini ia hadapi? masih banyak kah masalah yang harus ia hadapi? padahal, baru saja Jihan bahagia. Kenapa seolah Tuhan tak mengizinkan Jihan untuk bahagia? Apa begitu kotornya Jihan sampai-sampai harus mendapatkan hukuman seperti ini?
Jihan tak kuat menerima semua ini. Jihan juga punya batas sabar.
-
Maaf pendek :( garing yaa?
KAMU SEDANG MEMBACA
Ordinary Girl [BrokenHome]
Short Story"Gue cuma gadis biasa. apa pantes ada di dunia?" -Anesya Jihan Pratiwi.