Bab 4 - Tidak Terkendali

347 36 2
                                    

Inna, Fillia, Lios dan Sai menatap Parry takut. Bukan ... bukan karena mereka takut dengannya. Mereka takut dengan apa yang membuat Parry sampai setakut itu sampai bergerak mundur.

Inna yang masih merasakan gejolak aneh dalam dirinya berusaha keras untuk tetap tenang. Ia mulai mencoba melangkah maju mendekati Parry.

“Parry, ada ap—.”

Ucapan Inna langsung terputus. Tiba-tiba saja telapak tangannya mengeluarkan bola api yang mengarah ke arah si peri mungil itu. Parry segera terbang turun dengan sangat cepat untuk menghindar dari serangan dadakan itu. Namun arah terbangnya oleng, ia pun terantuk batang pohon lalu terjatuh ke permukaan tanah.

Inna membelalak terkejut. Begitu juga dengan teman-temannya yang menyaksikannya.

“Ada apa ini?” gumamnya tercekat.

Fillia melangkah maju, ingin menolong Inna. Tapi belum genap kakinya melangkah, sesuatu sudah lebih dulu terjadi pada dirinya. Tiba-tiba saja tumpukkan kristal es yang runcing menghalangi jalannya. Fillia pun menganga terkejut. Ia mengangkat kedua tangannya dan menatapnya bingung. Kakinya lalu bergerak mundur perlahan. Tapi lagi-lagi sesuatu terjadi.

Genangan air mulai merembas keluar dari dalam tanah ke permukaan. Awalnya hanya sedikit dan hanya menimbulkan becek di beberapa titik. Namun lama-kelamaan genangan itu berubah menjadi banjir yang mengalir deras ke seluruh penjuru hutan, memadamkan api yang membakar rerumputan di beberapa titik.

Parry yang sudah basah kuyup mencoba terbang ke atas dahan pohon dan bertengger disana. Tangannya masih terus memegangi lengan kirinya yang tadi terbentur cukup keras. Ia menatap semuanya dari atas.

Inna, Fillia, Lios dan Sai mulai menggapai-gapai pohon atau batu besar yang ada di sekitar untuk menjadi pegangan agar mereka tidak terseret air yang semakin lama semakin deras. Namun saat sedang melakukan itu, tidak sengaja kilat petir menggelegar menyerang batang pohon yang hendak Lios raih. Pohon itu langsung tumbang dan sedikit hangus.

Raut wajah mereka semakin dibuat bingung sekaligus takut. Bahkan belum sempat ada yang berkomentar, tiba-tiba saja suara gemuruh datang dari kejauhan. Pijakan mereka sedikit bergetar. Seperti ada puluhan raksasa yang tengah berlari ke arah mereka.

Sai tercekat. Mulutnya menganga tertahan.

“Oh, tidak ....” gumamnya. Nadanya terdengar seperti orang yang ketakutan. Kepalanya menggeleng pelan. Ya, ia sudah tau apa yang menyebabkan bumi sampai berguncang seperti ini.

Di depan sana, puluhan pohon dengan ukuran yang berbeda-beda bergerak maju mendekati mereka. Ranting-rantingnya bergerak bagaikan tangan monster yang mengerikan. Semua mulai bergerak mundur ke arah batang pohon tempat Parry tinggal. Mereka bersandar di sana tidak bergeming sama sekali. Mau bagaimana lagi, jalan sudah buntu. Mereka tidak bisa kemana-mana.

Saat semua sedang menatap panik ke arah pasukan monster pohon yang semakin lama semakin dekat, Inna malah sibuk dengan dirinya sendiri. Ia melihat tangan kanan dan kirinya bergantian. Dadanya mulai berdebar tidak karuan. Samar-samar, tubuhnya mulai mengeluarkan pendar oranye menyala. Namun kadang-kandang pendarnya meredup seperti lampu yang masanya sudah tinggal sebentar lagi.

“Oh, tidak ... jangan sekarang kumohon ...,” gumamnya cemas pada diri sendiri.

Ketiga temannya menoleh. Saat itu juga tubuh Inna langsung di aliri api yang membara. Namun kali ini situasinya agak berbeda. Sesekali tubuhnya berkobar oranye menyala, sesekali tubuhnya kembali seperti semula, sesekali tubuhnya mengeluarkan kobaran api yang berwarna merah gelap. Begitu terus berganti-ganti entah sudah berapa kali. Fillia menatapnya terkejut. Terakhir kali ia melihat penampakan itu, yang terjadi sangatlah buruk. Ia pun berbalik arah dan mundur perlahan ke arah datangnya pohon-pohon bergerak itu.

The Fire Princess 2 : The Portal GuardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang