Bab 7 - Perpisahan

199 24 5
                                    

Para petinggi istana seperti Raja Edward, Hasya dan Panglima Orin, tengah berkumpul di halaman depan istana untuk mengantar kepergian Inna dan Sai yang sebentar lagi akan berpisah dengan mereka. Ada Fillia, Lios, Isati dan Rog juga disana.

Segumpal tas ransel besar tergantung di bahu Inna dan Sai masing-masing. Keduanya berdiri di hadapan orang-orang itu dengan tatapan sendu seolah tidak siap untuk berpisah dengan mereka. Apalagi ketika pandangan keempat sahabat itu saling bertemu, rasanya berat sekali untuk pergi meninggalkan satu sama lain yang selama ini selalu berpetualang bersama, memecahkan misteri bersama, juga bertarung bersama. Jika boleh memilih, ingin sekali rasanya mereka pergi bersama untuk petualangan dan pencarian kali ini. Tapi tidak bisa. Itu akan sangat merepotkan nantinya. Dan lagi, dengan keadaan Fanworld seperti sekarang ini yang sudah terkontaminasi dengan penghuni Abilos, tenaga mereka juga pastinya akan dibutuhkan untuk mengamankan Fanworld. Walaupun makhluk-makhluk itu tidak menyerang, tapi tetap saja, bukan iblis namanya kalau tidak mengganggu.

Inna menoleh ke atas. Matahari sudah hampir berada di atas kepala saat ini. Sepertinya sebentar lagi tengah hari, itu adalah waktu keberangkatan mereka yang paling tepat untuk mempermudah perhitungan waktu yang berbeda. Ya, ternyata salah jika semua orang selama ini mengira kalau waktu Bumi sama dengan waktu Fanworld hanya karena mereka tahu kalau waktu Fanworld dan Abilos sama. Lord Dunkelheit sempat mengatakan kalau waktu di Bumi lebih lambat dua kali lipat dari waktu Fanworld dan Abilos. Hal itu dikarenakan Bumi adalah dimensi netral yang tidak terikat dengan hal magis, mangkanya dimensi itu menjadi lebih ringan dan berjalan lebih lambat. Membingungkan? Ya, memang, tapi begitulah faktanya. Tapi dari pada memikirkan itu, Inna justru lega karena mendapat informasi ini. Karena itu artinya mereka akan punya waktu dua kali lipat lebih banyak dibandingkan dengan waktu yang seharusnya.

Melihat Inna yang menoleh ke atas, yang lain pun ikut melakukan hal yang sama. Ekspresi mereka langsung terlihat bertambah sedih ketika menyadari kalau sekarang sudah waktunya untuk membuka portal.

“Ah, sudah waktunya, ya?” kata Fillia dengan nada sedih.

Yang lain ikut tertunduk sedih. Sementara itu, Raja Edward berjalan mendekati Inna dan membelai rambutnya lembut.

“Maaf karena lagi-lagi aku malah membawamu dalam situasi sulit seperti ini, Nak. Aku jadi terlihat seperti memanfaatkanmu. Maafkan aku.” Raja Edward berkata lirih.

Inna menggeleng pelan sambil menatap mata ayahnya itu. Ia lalu menggenggam tangan Raja Edward, berusaha menguatkannya. “Kau jangan berkata seperti itu. Aku melakukan ini karena inilah kewajibanku. Sebagai seorang Putri Raja aku harus mengutamakan kesejahteraan rakyatku ketimbang diriku sendiri. Lagi pula bencana ini juga terjadi karena salahku. Aku harus bertanggung jawab.”

“Tidak, kau tidak salah sama sekali. Takdir yang membuat semuanya jadi serumit ini. Jangan merasa bersalah, Nak. Jangan pernah sekalipun.”

Mata Inna berkaca-kaca mendengar itu. Ia lalu memeluk Raja Edward erat. Hangat, ia merasa kehangatan yang begitu dalam ketika berada di pelukannya. Walaupun selama ini Inna tidak begitu dekat dengan ayahnya, tapi tetap saja rasa nyaman dari ikatan batin yang begitu kuat ini selalu mampu untuk bisa menepis jarak yang tercipta di antara keduanya. Setelah beberapa saat berlalu, ia pun melepas pelukan itu dengan perasaan yang sudah jauh lebih ringan.

Inna menoleh pada Hasya yang ada di samping Raja Edward. Ia tampak tersenyum teduh padanya.

“Jaga dirimu baik-baik, Nak,” katanya tulus. Matanya lalu beralih pandang kepada Sai dengan tatapan yang mengintimidasi. “Kau jaga Inna dengan baik. Jangan ceroboh, jangan gegabah, apalagi membuat masalah. Kau mengerti?”

Sai gelagapan ditatap seperti itu. “Te-tentu saja, Paman.”

“Kenapa jawabanmu terdengar ragu begitu?” Lios mulai ikut menekannya.

The Fire Princess 2 : The Portal GuardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang