Bab 2 - Bernostalgia di Hutan

562 57 12
                                    

Empat bulan telah berlalu sejak diresmikannya Akademi Diorin. Tidak terasa waktu begitu cepat berlalu. Syukurlah semuanya masih tampak baik-baik saja hingga saat ini. Semua orang tampak bahagia dengan Negeri Fanworld mereka yang semakin berkembang maju. Memang, jika dibandingkan dengan Bumi, tempat tinggal manusia, Fanworld masih terlihat jauh lebih kuno. Tapi bukan dari segi itu cara pandangnya. Kedua negeri yang berbeda dimensi itu tentu saja memiliki cara pandang yang berbeda dalam mengartikan apa itu dunia maju. Jika Bumi disebut maju karena keragaman teknologinya, maka Fanworld akan terbilang maju jika semakin beragamnya sihir yang bisa dikendalikan.

Sejak ditemukannya orang-orang pemilik sihir langka di Akademi Diorin, semua anggota dewan mulai mempelajari bagaimana cara kerja sihir-sihir langka itu serta efek buruk apa yang dihasilkannya. Mungkin sekilas terlihat sedikit mengerikan. Tapi lama-kelamaan penelitian itu juga bermanfaat karena pada akhirnya bisa menghasilkan beragam mantra sihir baru yang dasarnya terinspirasi dari kekuatan langka itu.

Selain itu, ada satu hal lagi yang jauh lebih penting dari apa pun, yang membuat Fanworld yang sekarang adalah negeri yang maju. Yaitu kebahagiaan. Kini, terlihat jelas sekali kalau rakyat Fanworld seperti tidak memiliki beban atau kecemasan lagi dalam wajah mereka. Jika kemarin-kemarin setiap ibu yang melahirkan bayinya akan merasa takut anaknya memiliki kekuatan aneh lalu disingkirkan oleh pihak istana, sekarang tidak lagi. Jika kemarin-kemarin semua orang merasa takut dengan keberadaan Dark Forest yang penuh dengan monster aneh, sekarang juga tidak lagi. Monster-monster itu mungkin masih ada. Tapi apa yang perlu ditakuti? Mereka hanya tinggal melawannya. Tidak, bahkan jika ada seseorang yang bertemu dengan monster di hutan, sebelum mereka melawan pun monster-monster itu sudah lebih dulu lari terbirit-birit ketakutan. Entah apa sebabnya, sepertinya makhluk-makhluk iblis yang masih berkeliaran di hutan menjadi lebih pengecut sejak kalah berperang waktu itu. Mungkin mereka trauma dengan rasa panas yang telah melempar mereka kembali ke dimensi mereka dengan paksa. Tapi siapa peduli? Itu malah bagus untuk Fanworld. Tidak ada lagi serangan, tidak ada lagi ketakutan. Semua orang pun bahagia.

Inna dan kawan-kawan juga ikut merasakan perasaan yang melegakan itu hingga sejauh ini. Walaupun mereka tahu kalau sebenarnya masalah ini belum benar-benar berakhir, tapi setidaknya mereka juga berhak untuk menikmati kemakmuran ini, kan. Ya, walaupun hanya sementara, sih. Mereka tahu, cepat atau lambat, sesuatu yang buruk pasti akan terjadi lagi. Dan mereka sudah siap akan hal itu. Hanya saja mereka tidak bisa melakukan pergerakan apa pun untuk mencegahnya. Karena kali ini, masalahnya bukan peperangan yang bisa di persiapkan lebih dulu. Keberadaan Isati di masa yang salah, itulah masalahnya. Dan tidak ada seorang pun yang tahu apa konsekuensinya serta bagaimana mencegahnya. Satu-satunya hal yang bisa mereka persiapkan untuk menghadapi hal itu adalah terus berlatih memperkuat diri agar mereka menjadi orang-orang yang cukup kuat untuk melindungi Fanworld.

“Kalian sudah siap?” tanya Fillia yang tiba-tiba bersuara setelah keheningan yang melanda cukup lama di antara mereka. Ia melipat tangannya di dada sambil memasang ekspresi bosan di wajahnya.

Itu wajar. Mereka memang hanya berdiam diri saja di depan gerbang istana sedari tadi tanpa melanjutkan langkah menuju arah tujuan.

Sebenarnya hari ini mereka berencana pergi ke hutan untuk sekedar berjalan-jalan sambil menemui Parry, si peri hutan. Fillia, Lios dan Sai benar-benar penasaran dengan wujud peri mungil abadi yang sering di sebut-sebut Inna itu. Tapi masalahnya, Inna terus-terusan merasa ragu dan takut. Mangkanya mereka hanya terus berdiam diri saja sedari tadi, menunggu Inna siap.

“Hah ... lihat mataharinya. Terik sekali. Apa ini sudah tengah hari?” Sai mengatakan itu sambil berlagak menyipitkan matanya saat melihat matahari. Sebenarnya ini masih pukul sepuluh pagi. Pria itu hanya melebih-lebihkan saja untuk menyindir Inna.

The Fire Princess 2 : The Portal GuardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang