Hyunjin menatap langit-langit kamarnya dengan kosong. Jam sudah menunjukan dua dini hari, namun matanya masih enggan menutup. Ini sudah terhitung tiga minggu lebih dari kejadian dimana la hampir dicium oleh Chan.
Semenjak malam itu, ia kembali dihantui oleh bayang-bayang kotor menjijikkan yang ingin sekali ia hilangkan dari memori ingatannya. la selalu berharap kepalanya terbentur keras hingga la amnesia dan melupakan kenangan buruk tersebut, namun setiap la melakukan segala hal untuk melupakannya di masa lalu, hal itu selalu gagal. Membuatnya menyerah.
Pandangannya teralihkan pada botol kecil di atas nakas ranjangnya. Botol berisi kepingan tablet obat tidur yang biasa la konsumsi belakangan ini. Pikirannya untuk mengonsumsi lebih dari dosis yang biasa la konsumsi terlintas dipikirannya. la lelah dihantui dengan rasa trauma yang tak kunjung sembuh. Bukan hanya tubuhnya yang lelah, otak dan mentalnya pun lelah.
"Ya halo?" ujarnya begitu tanpa nyawa ketika la mengangkat ponselnya yang berdering cukup kencang. Bibirnya melengkung, mengukir sebuah senyuman tipis di wajahnya.
"Tidak bisa tidur lagi?"
Kepalanya mengangguk pelan begitu pertanyaan itu terlontar dengan lembut dari sang penelepon. "Kepalaku sakit. Aku lelah Kak." adunya dengan suara yang lirih sarat akan rasa lelah yang begitu kental.
Suara kekehan kecil tercipta dari sebrang sana. "Mau Saya temani? Saya berangkat sekarang juga."
"Kak Dama ngaco ih. Jangan macam-macam." gerutunya sebal, namun senyuman masih nampak di wajahnya.
Gerutuan itu pun masih dibalas dengan tawa pelan oleh Chan. “Saya serius, Radya. Mama sama Papa ada di Rumah?" tanyanya yang dibalas dengan dehaman oleh Hyunjin, tanda ia mengiyakan kata-kata Chan.
“Kak, jangan ngaco." sulut Hyunjin lagi. Jika la tak salah dengar, rungunya mendengar suara kunci mobil di putar serta diiringi dengan suara mesin mobil setelahnya.
“Gak apa, bandel sekali-sekali. Dua puluh menit lagi Saya sampai, nanti Kamu bukakan pintu ya? Sampai jumpa, Radya."
"Ga akan Aku buㅡ lh! Kak Dama!"
Hyunjin kembali mengunci pintu rumahnya kembali dengan begitu hati-hati setelah menarik masuk Chan yang benar-benar sampai di depan rumahnya tepat dua puluh menit setelah panggilan itu berakhir. Sungguh ingin rasanya Hyunjin memukul dan memaki-maki kakak tingkatnya itu karena sudah nekat bertamu tengah malam seperti ini.
"Jangan cemberut begitu. Saya gemas." ujar Chan begitu keduanya sudah berada di dalam kamar sang pemilik rumah. la gemas sekali melihat Hyunjin yang merengut lucu duduk di atas ranjangnya.
Chan terkekeh pelan mendapatkan tatapan sengit dari lelaki manis itu. “Menyebalkan. Kalau Mama sama Papa tahu bagaimana?" sungut Hyunjin dengan kesal pada Chan yang mendudukan diri tepat di sebelahnya.
Satu usapan Hyunjin terima di pucuk kepalanya. "Kalau ketahuan Saya tinggal bilang 'Maaf Om, Tante, Saya mau menemani tidur anak Om sama Tante' gitu deh." balas Chan asal-asalan yang membuat Hyunjin semakin sebal.
"Aw! Iya aduh! Maaf Radya, aduh udah dong!" ringis Chan saat Hyunjin memukulnya habis-habisan penuh kekesalah dengan bantal sambil terus meracau kata menyebalkan berulang kali.
Chan tersenyum teduh, la dengan lembut menarik tubuh Hyunjin yang berbaring membelakanginya ke dalam pelukannya. “Niat Saya cuma mau menemani Kamu tidur saja kok, gak lebih.” bisiknya sembari mengusap perut rata Hyunjin. Ia bisa merasakan jika tubuh Hyunjin menegang saat ia memeluknya.
Hyunjin terdiam, la sedang berusaha mengontrol tubuhnya yang memberikan reaksi berlawanan. Kontak fisik yang Chan berikan masih berafeksi sangat negatif bagi tubuhnya, hingga gemetar meski tidak sehebat saat awal ia mendapatkan traumanya.
"Relax, Radya. Saya gak jahat." bisiknya lagi mencoba menenangkan Hyunjin. Bibirnya tersenyum lembut ketika Hyunjin perlahan membalikan posisinya agar menghadapnya.
Hatinya sedikit mencelos melihat wajah penuh rasa ketakutan yang dimiliki Hyunjin. Tangannya dengan hati-hati menangkup pipi Hyunjin dan ibu jarinya mengusap pipi gembil itu secara lembut. "Radya kuat. Radya hebat bisa melawan trauma Radya." Chan memberikan senyum terbaiknya saat memberikan pujian yang bersifat penyemangat serta penenang pada Hyunjin yang sudah mau berusaha melawan traumanya.
Getaran pada tubuh Hyunjin pun secara perlahan pun berkurang. Hyunjin menatap mata Chan dengan maniknya yang berkilau akan air mata haru. la tak menyangka dapat melawan traumanya sedikit demi sedikit berkat bantuan Chan. "Terima kasih Kak Dama." cicitnya begitu lirih.
"Bukan masalah. Berterima kasihlah pada dirimu sendiri, Saya hanya membantu sedikit." balasnya dengan lembut. Keningnya mengerut ketika ia ingin mengusap surai legam Hyunjin, anak itu seperti berjengit takut. “Ada apa Radya?"
Kepala Hyunjin menggeleng lemah, “Maaf, Aku terbayang jambakan kasar Mereka." jelasnya dengan lirih dengan kepala tertunduk.
Lagi-lagi hati Chan mencelos, "Rambutmu indah, tak seharusnya kamu mendapatkan perlakuan seperti itu. Jangan takut ya? Saya akan selalu mengusap kepalamu dengan hati-hati.” ujar Chan kembali berusaha menguatkan Hyunjin, tangannya pun dengan hati-hati sekali mengusap surai lembut Hyunjin.
"Tidurlah. Saya akan menjagamu.” titah Chan mengeratkan dekapannya. Tangannya dengan telaten mengusap punggung serta belakang kepala Hyunjin dengan begitu lembut.
Hyunjin mengangguk pelan, la pun meringkukan badannya dalam pelukan Chan, mencari perlindungan meski masih ada keraguan disana. Wajahnya terbenam di ceruk leher Chan. "Mmㅡ Selamat tidur Kak Dama." cicitnya sebelum berusaha untuk menjelajah alam mimpi.
"Ya. Selamat tidur, Ajin."
KAMU SEDANG MEMBACA
gigil; on hold
Fanfictionchanjin; kamu lucu, boleh saya cubit pipinya? au!lokal // highest rank #2 on chanjin!