11

760 136 7
                                    

Chan dirundung rasa cemas. la tadi mendapat panggilan telepon dari Hyunjin. Namun alih-alih mendengar suara manis anak itu, la malah mendapatkan suara nafas berat serta rintihan lirih yang terdengar begitu pilu. Ia berkali-kali memanggil nama anak itu, namun la tak mendapat sahutan apapun hingga panggilan itu berakhir.

Setelah setengah jam berlari kesana kemari mengelilingi kampus bersama Seunghee dan teman-teman bandnya, Changbin menemukan Hyunjin meringkuk di pojok ruang teater tak jauh dari panggung. Kondisinya tak bisa dibilang baik ketika Changbin menemukannya.

Kini Chan dan Seunghee berada di rumah Hyunjin setelah la dan teman-teman bandnya membawa Hyunjin pulang ke rumah. Seunghee dengan telaten mengelap peluh yang menetes dari kening Hyunjin. Lelaki bertahi lalat itu kini tengah terlelap setelah menangis dua jam lamanya dalam pelukan Chan.

Sedangkan lelaki berlesung pipi itu hanya diam memperhatikan mantan kekasihnya mengurus Hyunjin. Jemarinya sedari tadi menggenggam tangan ramping itu, menggenggamnya erat serta memberikan usapan lembut pada punggung tangannya.

“Dareen, Gue pamit ya? Masih ada kelas sore." Chan mendongak menatap gadis ceria itu, "Gue antar Re." Seunghee menahan Chan yang hendak beranjak untuk pergi mengantarkannya kembali ke Kampus. "Gak usah. Gue sudah mesan ojol kok. Lo jaga Bian saja, oke?"

Chan menatap tak enak sahabat kecilnya itu. “Benar gak apa?" tanyanya tak yakin. Seunghee mengangguk pasti dengan senyuman khasnya.

Bahu Chan la tepuk guna memberikan kekuatan pada lelaki yang pernah mengisi hatinya dua tahun kebelakang. "Hati-hati, Re." ujarnya yang hanya dibalas dengan acungan jempol saja oleh gadis itu sebelum menghilang di balik pintu.

Pandangan Chan kembali teralih, memusatkan perhatiannya pada Hyunjin yang masih terlelap. Wajah lelaki manis itu terlibat sekali tengah memendam beban yang cukup besar. “Kamu kenapa Dya." lirihnya menangkup tangan Hyunjin serta memberikan kecupan lembut di sana.

Tubuhnya la bawa untuk berbaring tepat di sebelah Hyunjin, merengkuh tubuh kecil itu dengan perlahan, tak ingin mengganggu lelaki bertahi lalat itu. "Selamat istirahat. Dama sayang Radya." bisiknya sebelum mengecup kening Hyunjin dengan lembut.

" bisiknya sebelum mengecup kening Hyunjin dengan lembut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suara rintihan lirih menjadi penyebab tidurnya terusik. Ia mengusap wajahnya lalu memfokuskan pandangannya. “Hei, ada yang sakit?" Chan bertanya lembut pada Hyunjin yang masih merintih lirih.

Hyunjin mengangguk pelan, tangannya terarah menunjuk lengan kokohnya yang merengkuh erat pinggangnya. Chan reflek menarik tangannya serta bangkit dari posisi tidurnya. Ia hendak menarik lepas sweater biru muda itu yang dengan cepat mendapatkan penolakan dari yang muda. "Saya tak akan macam-macam. Percaya padaku, ya?" ujar Chan mencoba meyakinkan Hyunjin. Ia tahu jika lelaki manis itu masih trauma dengan masa lalunya.

Sweater itu terlepas dengan hati-hati setelah Chan mendapatkan izin dari sang empu untuk menanggalkannya. Chan tercengang melihatnya, kulit bersih sewarna susu itu berhiaskan bercak keunguan yang cukup lebar di daerah pinggang rampingnya serta punggungnya.

"Oh astaga." gumam Chan tak percaya. Desisan pilu kerap terdengar ketika la menyentuh memar-memar itu dengan kehati-hatian. Pipi gembil itu la tangkup, hatinya mencelos melihat ketakutan yang terpancar di kedua bola jernih itu. Ibu jarinya dengan lembut menyeka air mata yang luruh di pipi itu.

Lengannya yang bergetar dengan ragu membalas pelukan sang kakak tingkat. Buku-buku jemarinya memutih kala la meremat kaos polo yang dipakai Chan. “Apa yang terjadi? Siapa yang melakukannya?" nafasnya memendek sesaat mendapatkan pertanyaan lirih itu dari Chan.

Hyunjin melepaskan pelukan itu, memeluk tubuhnya serta menekukan kakinya, seperti melindungi tubuh atasnya yang polos. Tubuhnya gemetaran dengan nafas tersendat. Ia takut memikirkan hal apa yang sudah terjadi padanya.

Kepalanya menggeleng kacau dengan air mata berlinang. "T-takut. Bian t-takut." lirihnya.

Rengkuhan hangat kembali Chan berikan meski sang penerima memberontak. "Radya, ini Dama. Inhale, exhale, inhale, exhale. Ya, begitu, benar." ujarnya mengkomando anak itu agar kembali bernafas dengan normal dan tenang. Komandonya dilakukan dengan baik oleh Hyunjin, membuatnya tersenyum lega.

Kecupan-kecupan lembut Chan bubuhkan pada pucuk kepala serta pelipis Hyunjin. “Istirahatlah, Saya akan menjagamu. Nanti kita bicarakan lagi." tuturnya seraya memberikan usapan-usapan lembut pada punggung dan kepala Hyunjin.

Hyunjin mengangguk lirih. Tubuhnya la ringkukan dalam perlindungan Chan. Jemarinya meremat kaos lelaki itu di bagian dada dan punggungnya, seakan tak mengizinkan lelaki itu pergi darinya barang seincipun. Tanpa sepatah kata pun.

Hyunjin perlahan terbuai dengan usapan Chan, membawanya kembali dalam alam mimpi. Chan mengerutkan keningnya bingung. Hyunjin meracau lirih dalam tidurnya. Bergumam kata takut, jangan, dan hentikan berulang kali.

Matanya membola ketika satu nama terucap dari bibir cantik Hyunjin.

"Deon?"

"Deon?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
gigil; on holdTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang