[05] • JANGGAL

185 28 18
                                    

      
o0o

Terlalu asik hidup di dunia halu sampai lupa kalau kamu hanya sebatas semu

o0o

Happy reading!

Sungguh, Aza merasa bodoh terjebak dalam perkataan Bara.

Aza pikir Bara memang benar butuh bantuan, cowok itu lebih butuh pembantu lebih tepatnya.

Sekarang berdirilah ia disini di dapur milik Bara. Berkutat pada bahan-bahan makanan.

"Tau gini gue ogah bantuin lo." ujar Aza menuang  whipped cream kedalam adonan cream cheese.

"Ikhlas ngga? Dari awalkan gue ngga maksa." sahut Bara datar.

Awalnya gadis itu menolak ketika Bara meminta dibuatkan cheese cake greeantea, karena Bara merengek bak anak kecil mau tak mau gadis itu terpaksa membuatnya.

Aza menaruh adonan yang sudah jadi tadi ke dalam frezzer, ia menyilangkan kedua tanganya menatap lurus Bara.

"Kenapa lo yakin gue bisa bikin chesse cake greentea?"

Kelakuan Bara benar-benar aneh, mudah berubah bak bunglon.

"Gatau, nebak aja."

Aza mendelik kearah Bara yang sedari tadi berkutat pada komik, "Lo masih suka baca komik?"

Bara melirik sekilas Aza, "Jarang sih, lagi pengen aja."

Seterusnya canggung suasana itu yang menyelimuti keduanya. Mereka bergelut pada dunianya masing-masing.

Padahal tadi Aza sudah menyiapkan pertanyaan yang mau ditanyakan pada cowok itu, tapi mendadak isi otaknya buyar.

Akhirnya Aza memberanikan diri membuka percakapan, "Bar.."

"Hm?" Bara masih terpaku pada komik ditanganya.

Aza terdiam sejenak menyusun kembali daftar pertanyaan yang ia persiapkan saat perjalanan tadi.

"Oh ya, mama mana? Tumben ngga keliatan." ujar Aza basa-basi.

"Masih di resto, kerja." sahutnya singkat.

Aza membentuk mulutnya 'O' seraya  menanggukkan kepalanya, "Papa lo juga masih kerja, Bar?"

Air muka bara seketika berubah menegang, hanya beberapa saat, lalu kembali normal.

"Orangtua gue udah lama cerai." ucap Bara datar tanpa ekspresi.

Aza terguncang, ia memutar posisi duduknya menghadap Bara, "Uhm, sorry."

Bara mengagguk sekilas, "No prob, Za. Papa juga udah lama pindah ke Ausee semenjak mereka cerai."

"Eum, apa lo juga punya saudara kandung juga?" tanya Aza lebih hati-hati.

Bara menoleh tajam sukses membuat bulu kuduk Aza meremang.

"Sepertinya pertanyaan lo udah terlalu jauh, Za. Lo ngerti maksud gue kan?"

Aza paham, seorang Aldebaran Atlantik tipikal orang high privacy. Ia memilih tak menanyakan pertanyaan lebih lanjut.

Hei, tapi tunggu. Mengapa cowok itu sensi
ketika menyinggung tentang saudara?
Bukankah itu hal yang patut dicurigai?

Kali ini Aza perlu berhati-hati mengorek informasi tentang cowok itu.

o0o

BAD ANGELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang