Twelve

651 145 50
                                    

Now playing
Smile Flower ; Seventeen

...

Sebuah rumah berukuran minimalis yang terletak di tepi jalan raya mendadak ramai sebab berita menggemparkan yang baru saja tersebar.

Seorang pemuda berstatus pelajar tewas gantung diri di kamarnya. Polisi segera bertindak cepat dan menyelidiki apa yang sebenarnya terjadi.

Soonyoung melihat lautan manusia yang berbondong-bondong membentuk keramaian. Teman-teman sekelasnya pun telah merapat tanpa terkecuali.

Cowok itu datang terlambat, sebab tidak bisa meninggalkan kerja paruh waktu. Seungcheol, Myungho dan Mingyu yang tadi bersamanya pun telah beranjak pergi terlebih dahulu.

Langkah Soonyoung memburu, hingga pijakannya berhenti tepat di belakang Jihoon. Ia sesekali melirik kanan-kiri, memperhatikan situasi.

"Jihoon!" panggil Soonyoung, telapak tangannya menyentuh bahu Jihoon dengan sekali sentakan keras.

Merasa terpanggil, Jihoon menoleh. "Eh, darimana aja? Seokmin daritadi nyariin lo tau nggak?"

Kedua alis Soonyoung terangkat, menyuratkan tanda tanya. "Seokmin? Kenapa?"

"Mana gue tau." Jihoon berbalik badan. "Sekarang dia nunggu lo di taman kompleks sekitar sini, kayaknya mau ngomongin sesuatu yang penting."

"Seungkwan gimana?"

Jihoon menghela napas gusar. "Mayatnya sudah diamankan, kini kasusnya masih ditangani polisi."

Soonyoung turut merasakan duka mendalam. Walau tidak dekat, Seungkwan juga bagian dari teman sekelasnya yang sudah seperti saudara.

Hati Soonyoung semakin teriris ketika melihat Ibu Seungkwan menangis histeris. Seolah menyalahkan takdir atas kepergian buah hatinya.

Soonyoung mengerti betul rasanya kehilangan, lebih dari siapa pun.

Teman dekat Seungkwan juga melimpahkan air mata. Hansol paling tersedu sampai Jeonghan terus mengelus pundaknya perlahan.

"Kok malah bengong sih? Udah sana, kasihan Seokmin nungguin," cecar Jihoon.

Soonyoung tersentak, kemudian melangkah perlahan menuju taman kompleks yang dimaksud Jihoon. Beruntung, ia tidak asing dengan kawasan sekitar rumah Seungkwan. Sehingga ia tidak kesulitan menemukan taman kompleks.

Ketika sampai, Soonyoung langsung bisa menangkap keberadaan Seokmin. Walau jarak mereka terpaut lima belas meter.

Seokmin duduk di salah satu bangku taman. Duduk di antara rerimbunan pepohonan yang menaungi. Soonyoung segera melangkah mendekat.

"Lo mau ngomong apa?"

Pertanyaan to the point dari Soonyoung sontak membuat Seokmin menoleh ke sumber suara. Tingkahnya mendadak berubah ketika melihat Soonyoung kini telah duduk di sebelahnya.

"Ada apa?" ulang Soonyoung karena tak membuahkan jawaban.

"Gue mau minta maaf atas nama Seungkwan," ujar Seokmin ambigu. Tidak pernah sebelumnya, Soonyoung melihat ekspresi wajah Seokmin yang sarat ketakutan.

"Coba jelasin, gue nggak paham apa yang lo omongin," jawab Soonyoung dengan nada ketus, perasaanya berubah tidak enak.

Seokmin menelan saliva, lalu menghela napas kuat-kuat. "Orang yang selama ini lo cari, dia Seungkwan."

Jantung Soonyoung seperti berhenti berdetak ketika mendengar topik pembahasan Seokmin. "Jangan bilang..."

"Iya, Seungkwan pembunuhnya. Pembunuh Chan."

Tanpa sadar, jemari Soonyoung mengepal hingga buku jarinya memucat. Giginya menggertak menahan emosi. Terkejut, marah, dan kecewa bergabung hingga mengaliri desiran darahnya.

Seokmin menyadari perubahan ekspresi Soonyoung, ia rela berlutut di hadapan laki-laki bermata sipit itu seraya mengatupkan kedua tangan. "Gue mohon, maafin Seungkwan." Seokmin tidak berani menatap netra Soonyoung yang penuh luka.

Soonyoung membuang muka, menahan segala gejolak yang bersarang di dadanya. Napasnya tersekat dan netranya tertutup rapat-rapat. Mencoba merealisasikan emosi yang meletup-letup, pula menahan air mata supaya tidak kembali tumpah.

"Lo tau darimana?" Seokmin menengadah. "Duduk, gue butuh penjelasan," titah Soonyoung dingin.

Seokmin mematuhi perintah Soonyoung. Mulutnya yang kelu ia paksa tuk berbicara. "Seungkwan iri dengan pencapaian Chan."

Meski pikiran kusut, Soonyoung tetap mendengarkan Seokmin.

"Seungkwan selalu dituntut ikut lomba olimpiade sama Ibunya, tapi selalu nggak kesampaian karena Chan jadi halangan. Awalnya, Seungkwan nggak pernah dengki sama orang lain. Dia baik ke semua orang. Tapi, semenjak SMA, banyak teman-temannya yang nge-judge Seungkwan, cuma karena Ibunya kerja di kantin Salova sebagai penjual jajanan. Mereka sampai manggil Seungkwan 'si miskin', dan ngebully dia tiap hari."

Hati Soonyoung mencelos mendengar penjelasan Seokmin.

"Hingga akhirnya Seungkwan nggak kuat menanggungnya. Dia sampai mengadu ke Ibunya karena sering diejek dan dipandang sebelah mata. Ibu Seungkwan hanya tersenyum kala itu dan memberi nasihat, kalau Seungkwan harus bisa jadi orang sukses kelak. Caranya dengan giat belajar."

"Akhirnya, Seungkwan memutuskan untuk fokus belajar. Ia melakukan segala cara guna mengembalikan nama baiknya dan membuktikan kepada teman-teman yang sudah membuatnya sakit hati, yakni dengan prestasi yang ia capai."

Mata Seokmin berkaca-kaca, sekuat tenaga ia tahan agar bulirnya tidak turun dan membasahi kedua belah pipi. "Terakhir kali, Chan lagi-lagi terpilih sebagai perwakilan sekolah. Seungkwan sakit hati, sampai dendamnya pada Chan membentuk gumpalan yang terus dia simpan sendirian. Di hari yang sama, Seungkwan tidak berhenti menangis dan mengurung diri terus-menerus. Entahlah, apa yang dia pikirkan.

Namun yang pasti, Seungkwan sempat menceritakan rencananya membunuh Chan. Gue udah sekuat tenaga suruh dia berhenti, tapi dia nekat. Semuanya terjadi gitu aja tanpa bisa gue cegah."

Soonyoung masih membeku, mendengarkan cerita Seokmin secara seksama. Tapi, dia mendadak dibingungkan oleh satu hal. "Seungkwan cerita sama lo?"

Seokmin mengangguk.

"Kalian dekat?"

Seokmin menggeleng, lalu tersenyum getir karena menahan rasa sakit. "Tidak ada yang tau, kami dekat, tapi di sisi lain kami juga tidak sedekat itu."

"Maksudnya?"

"Gue dan Seungkwan, saudara sepupu."































-Salovagant-

[260520]

Salovagant up setiap hari ya. Rencananya mau aku tamatin sebelum PAT.
Jangan lupa voment^^

Salovagant | seventeen ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang