Fourteen

663 135 28
                                    

...

Private Number

Gimana?
Suka sama kejutan yang gue kasih?
Untung aja Seungkwan baik hati ngasih clue, kalo nggak?
Lo pasti kesulitan, HAHA

Soonyoung meremas ponselnya kasar. Pesan dari nomor tak dikenal kembali menyapa, membuat ia semakin yakin bahwa Seungkwan tidak melakukan aksi sendirian. Pasti ada orang lain yang bersembunyi di balik topeng.

Buku harian Chan yang jadi satu-satunya bukti juga udah gue manipulasi.
Lo tinggal nunggu tanggal mainnya aja, hingga nyawa lo hilang di tangan gue.

Selang beberapa detik, orang itu mengirim pesan lagi. Soonyoung mendesis usai membaca, lalu mengusap wajahnya kasar. Rasa takut menyergap seiring waktu, tapi dengan cepat ia menepis rasa itu.

Soonyoung bukan pemuda lemah yang mudahnya tunduk pada pendosa. Semesta terlalu baik untuk manusia tak berakal. Takdir telah ditentukan Tuhan dengan berbagai situasi, kondisi, dan konsekuensi. Soonyoung yakin, Sang Pencipta tidak mungkin memberikan ujian jika makhluknya tak mampu.

Dengan ketegaran, Soonyoung mulai mengetik sesuatu di keyboard ponsel.

Jangan bertele-tele. Kalau lo emang berani, temui gue. Terus bersembunyi membuat lo terlihat semakin pengecut.

Omong kosong! Lebih baik lo persiapkan diri sebelum berbicara!

Lo emang nggak waras.

Tujuh hari lagi.

👣👣👣

Cukup lama waktu berselang, pada akhirnya Soonyoung kembali mengadakan pertemuan dengan Jihoon. Mereka membuat janji temu di depan Kafe Vagant.

Soonyoung merasa, ia harus menceritakan semuanya terkait Seungkwan yang terakhir kali ia ketahui faktanya.

Sebab, Jihoon merupakan telinga yang Soonyoung butuhkan guna menjejalkan segala keluh-kesahnya, pula berbagi opini dan asumsi.

Setidaknya, Soonyoung menyadari bahwa ia tidak sendirian. Masih ada seseorang yang setia menemaninya dalam keadaan apa pun, meski tidak terkait ikatan darah.

"Hah?!"

Sudah Soonyoung duga, reaksi Jihoon pasti jauh dari kata percaya. Seolah berita yang baru saja diperdengarkan adalah hoax semata.

"Beneran? Udah ada bukti konkret?"

Soonyoung mengangguk. "Bahkan Seungkwan sendiri yang nulis surat buat minta maaf, dia mengaku salah."

Jihoon menggigit bibirnya, merinding mulai menguasai seluruh tubuh. "Gue emang curiga sama dia dari awal," ungkapnya seraya menyentuh dagu. "Berarti sebelum tewas, Seungkwan sempat ketemu lo?"

"Nggak."

"Terus?"

Soonyoung menatap mata Jihoon intens. "Lewat Seokmin, dia menemukan surat itu di kamar Seungkwan."

Jihoon memicingkan mata, otak jeniusnya bekerja secara kuadrat. Tidak paham dengan apa yang Soonyoung bicarakan. "Seokmin? Kenapa dia bisa sebegitunya ikut campur?"

Bibir Soonyoung bungkam. Ia bingung harus menjawab apa. Tidak mungkin ia memberitahukan secara gamblang bahwa Seungkwan dan Seokmin merupakan saudara sepupu. Belum tentu Seokmin setuju jika Soonyoung menyebarkan privasinya begitu saja.

"Dia orang yang pertama datang di lokasi ketika Seungkwan tewas. Kan lo sendiri yang bilang kalo gue dicariin Seokmin waktu di rumah duka," pelak Soonyoung meyakinkan. "Ternyata dia mau ngomongin terkait pembunuh Chan, dan orang itu Seungkwan."

Sarat mata Soonyoung yang penuh keyakinan mampu membuat Jihoon tunduk. "Lo harus belajar ikhlas, lagian Seungkwan udah pergi, dia nggak bisa diadili. Biarkan kejahatannya menjadi urusan pribadinya dengan Tuhan."

Seperti biasanya, kalimat yang keluar dari bibir Jihoon terdengar bijak. "Lo doain aja yang terbaik buat Chan," imbuh cowok berkulit putih itu.

"Semuanya belum usai, Hoon."

Jihoon menatap Soonyoung bingung. Keningnya mengerut meminta penjelasan. "Maksudnya?"

"Seungkwan nggak sendirian."

Sontak saja Jihoon menegang ketika mampu menangkap topik pembicaraan. Ia mengalihkan pandangan, mencoba menetralisasi ekspresi. "Ada orang lain yang terlibat? Siapa?"

Soonyoung mengangguk pelan. Mata teduhnya berubah sayu. "Gue belum tau siapa orang itu, satu-satunya bukti yang Seungkwan tinggal juga udah dimanip sama dia."

"Bukti apa?"

"Buku harian Chan. Seungkwan bilang, Chan sempat menuliskan sesuatu terkait peristiwa pembunuhan itu. Tapi, setelah gue periksa, nggak ada. Udah disobek sama si pelaku." Kesal bukan main, jemari Soonyoung perlahan menyatu membentuk kepalan.

"Mau coba selidiki?"

Soonyoung menatap Jihoon cukup lama, hingga akhirnya ia mengangguk.

Meski langit biru telah berubah kelam, keduanya masih setia berbincang di bawah pohon rindang. Soonyoung menceritakan semua kejadian aneh yang ia sadari. Dimulai dari dugaan Hansol dan Yerin memiliki hubungan, bertemu dengan sosok berpakaian serba hitam, Myungho yang sempat melihat aksi Seungkwan, sampai perubahan sikap Geng Lovagant. Semuanya ia ceritakan tanpa terkecuali.

Setelah memikirkan rencana, Jihoon pamit pulang. "Udah sore, entar bokap gue ngamuk kalau pulang kesorean. Ini tadi gue nggak izin."

Soonyoung mengangguk. Segenap hatinya sangat berterimakasih pada Jihoon yang bersedia membantunya dikala susah. "Oke, hati-hati."

Jihoon bangkit dari duduknya kemudian berlalu. Soonyoung pun melakukan hal serupa, namun belum satu langkah beranjak, netranya menangkap benda berkilauan di bangku yang mulanya Jihoon duduki.

Penasaran, Soonyoung segera mengambil dan memperhatikan benda itu. Secara reflek ia meraba lehernya, kemudian menyadari sesuatu yang aneh.

Miliknya ada. Lalu, kalung ini punya siapa? Mengapa keduanya sangat mirip?






















































-Salovagant-

[280520]

Salovagant | seventeen ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang