...
Selama berada dalam kelas yang sama, Soonyoung tidak pernah mengetahui fakta bahwa Seungkwan dan Seokmin terikat hubungan darah. Tentu saja ia terkejut ketika pertama kali mendengarnya, terlebih Seungkwan dan Seokmin terlihat tidak pernah dekat, apalagi saling mengobrol.
"Gue tau, lo pasti kaget." Seokmin menarik sisi bibirnya dengan paksa. "Seungkwan nggak mau kalau ada orang lain yang tau, sebab dia malu punya saudara kayak gue."
"Mungkin semua orang juga bakal malu karena gue dikenal aneh dan gila." Soonyoung merasakan getaran menyedihkan, membuatnya ingin memeluk Seokmin dan menenangkannya sekarang juga, tapi ia hurungkan niat itu mengingat situasinya berbeda.
Seokmin mengambil sesuatu dari saku celananya. Sebuah amplop dan buku kecil yang tak asing di mata Soonyoung.
"Gue menemukan ini di kamar Seungkwan. Mungkin benda itu adalah jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang masih lo pendam. Gue nggak mau ikut campur lebih dalam, dan gue berharap lo maafin Seungkwan."
Seokmin menyodorkan dua benda itu pada Soonyoung. "Maaf, gue udah lancang baca."
"Ini kan buku harian Chan," ujar Soonyoung sembari meneliti sampul buku yang tidak asing di matanya. Dan tulisan tangan yang sangat ia kenali.
"Gue nggak tau kenapa buku itu ada di Seungkwan." Seokmin bangkit dari duduknya. "Padahal, gue sempat kontak mata sama lo waktu itu, gue dengan sengaja nunjuk Seungkwan pelakunya, karena gue udah tau semua yang terjadi. Walau terlambat, gue udah mengembalikan semua yang salah ke tempat yang seharusnya."
Masih banyak tanda tanya yang bergentayangan. Soonyoung mencoba menggabungkan semua kepingan yang ia dengar dari penuturan Seokmin.
"Gue pamit," ucap Seokmin kemudian berlalu.
Meski Seokmin telah berjalan menjauh, Soonyoung masih setia mematung. Ia masih mewaspadai kebenaran yang terungkap.
Apalagi ketika dirinya dituntut memahami bahwa faktanya baru saja terkuak, pembunuh Chan adalah Seungkwan.
👣👣👣
Entah sudah berapa kali Soonyoung menghela napas. Membuang deru menyakitkan yang memenuhi rongga dada. Sesekali ia memijat pelipisnya yang terasa pening.
Dalam kesepian, Soonyoung terduduk di ranjang. Memerhatikan sepucuk surat berbungkus amplop dan buku Chan yang berisikan catatan harian. Perasaannya mendadak kalut. Ia takut, kalau kedua benda di depannya ini akan menuntut sebuah alur yang lebih rumit dari sebelumnya.
Sekali lagi, Soonyoung menghela napas berat. Dengan terpaksa, ia membaca sepucuk surat pemberian Seungkwan.
Jika bukan dia yang menyelidiki dan mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi, siapa lagi yang akan memberikan keadilan untuk Chan?
Ketika lembaran kertas itu melebar, terlihat tulisan tangan yang rapi. Khas tulisan tangan Seungkwan.
Soonyoung,
Gue tau, gue cuma cowok pengecut yang nggak bisa menahan hasrat. Mencari segala cara supaya lawannya tumbang, meski harus menggunakan kesalahan dan dosa.
Tapi ketahuilah, gue waktu itu benar-benar udah nggak tahan sama teman-teman yang menganggap gue cuma parasit. Pula, memandang gue sebelah mata, seolah gue nggak layak hidup di dunia.
Gue sadar, gue udah ngelakuin keburukan.
Gue pembunuh. Pembunuh yang haus akan dendam dan serakah pujian. Iya, gue pembunuh Chan.
Mata Soonyoung memanas. Walau sudah mengetahui fakta itu, hatinya masih saja terkikis. Sakit sekali hingga gigi-giginya menggertak.
Mungkin maaf saja nggak akan bisa buat lo memaklumi kesalahan gue. Percayalah, gue ngelakuin itu ketika berada di luar kendali, karena gue iri sama Chan. Tapi tetap aja, dengan segenap jiwa raga, gue minta maaf sama lo. Karena gue, nyawa kembaran lo hilang.
Awalnya gue bahagia, tapi lama-kelamaan gue merasa bersalah. Setiap kali kita bersitatap, gue selalu gemetaran dan takut lo curiga. Gue benar-benar merasa bersalah sampai bingung harus ngelakuin apa. Sempat terpikirkan untuk melaporkan diri sendiri ke kepolisian atau menceritakan semuanya ke lo, tapi keberanian gue nggak cukup.
Akhirnya, gue ngasih lo petunjuk. Melalui kertas beraksara dan selembar foto, gue berharap banget lo ngerti dan segera nangkap gue. Tapi, sekian lama gue nunggu, lo nggak nyadar-nyadar juga.
Semakin lama, gue tertekan. Setiap hari gue nangis dan mencoba buat bunuh diri. Mungkin, saat ini lo udah mendengar kabar kalau gue udah nggak ada di dunia. Menanggung dosa seberat ini membuat gue menyerah.
Maaf, Soonyoung. Gue mohon maafin gue. Boo Seungkwan dengan segala tingkah buruknya, meminta maaf secara tulus. Gue juga bakal nyusul Chan dan minta maaf sendiri dengannya ketika kami bertemu di alam yang berbeda.
Oh ya, Soonyoung. Ada satu fakta lagi yang harus lo tau.
Gue nggak sendirian.
Bola mata Soonyoung melebar ketika membaca satu kalimat yang Seungkwan tulis. Jantungnya mendadak memompa cepat. Kenapa Tuhan memberikan kesulitan yang bertubi-tubi untuknya? Ujian apa lagi ini? Apa dosanya sampai-sampai kebahagiaan jarang menyentuh lingkar hidupnya?
Gue nggak bisa ngasih tau lo secara gamblang siapa rekan gue itu, sebab ada janji yang harus ditepati. Tapi, setidaknya gue bisa bantu ngasih petunjuk, di halaman terakhir buku hariannya, Chan menuliskan segalanya di sana. Tentang siapa yang datang bareng gue kala itu.
Semoga lo bisa segera menegakkan keadilan buat Chan. Biar aja gue dikatain pengkhianat karena udah membocorkan rencana, yang penting kebenaran diungkapkan.
Sekali lagi, gue minta maaf atas dosa yang telah gue perbuat.
Soonyoung segera mengambil buku harian Chan usai membaca surat dari Seungkwan secara utuh. Jemarinya bergerak menarik lembar per lembar kertas itu hingga sampai pada lembar terakhir yang tergoreskan tinta.
Tidak ada apa pun terkait pembunuhan seperti yang Seungkwan bilang. Halaman terakhir hanya berisikan catatan Chan tentang Umji, gadis yang telah mencuri hatinya.
Setelah Soonyoung teliti,
ternyata,
ada lembaran yang hilang.
-Salovagant-
[270520]
KAMU SEDANG MEMBACA
Salovagant | seventeen ✔
Fanfic"11 Januari 2020. Telah ditemukan mayat seorang siswa di ruang kelas 11-1, SMA Salova. Menurut kepolisian, siswa itu mengalami depresi sehingga memilih untuk bunuh diri." Soonyoung yakin, Chan mustahil melakukan hal-hal yang tidak masuk akal seperti...