═❖•❀•❖═
Jalan pincang sungguh menyebalkan bagi Aneska. Ditambah ada sepeda yang ia dorong tanpa ada fungsinya sama sekali.
"Rese jadi sepeda. Nyusahin orang yang mau naikin lo, tau!"
Brak
Gadis kaya raya itu membuang sepedanya di jalanan dan berjalan pincang tanpa harus mendorongnya lagi. Benda itu hanya membuat Aneska celaka. Disuruh lurus, stang sepeda itu malah belok kanan-kiri, hal itu membuat keseimbangan sepeda Aneska hilang. Tidak peduli jika sepeda mahal itu hilang, bila perlu, ia tinggal beli lagi yang baru.
Lupakan soal sepeda, sekarang perut Aneska telah berontak meminta jatah asupan. Dengan perut lapar yang belum sarapan, Aneska memilih pergi ke kafe, hitung-hitung mengistirahatkan tubuhnya yang terasa remuk.
Saat membuka pintu kafe, Aneska langsung mematung di tempat. Ia disuguhi pemandangan seseorang yang tengah berkencan mesra. Rasa cemburu langsung timbul detik itu juga. Orang tersebut adalah Azka. Lelaki rupawan itu memandang yang ada di hadapannya dengan tatapan serius. Bulu mata yang panjang memperindah mata ciptaan Tuhan yang satu ini. Tangan Azka menggenggam erat buku tebal itu.
Tampan, itulah definisi seorang Azka Eshaal. Cerdas juga menjadi poin tambahan. Dia begitu sempurna di mata Aneska. Tapi sayang, dia lebih sering kencan dengan buku dibandingkan menghabiskan waktu bersama Aneska.
Sempurnanya Azka sungguh disayangkan oleh Aneska. Azka itu orangnya tidak pekaan untuk Aneska yang suasana hatinya sering buruk, ingin diperhatikan, manja, dan penuh kegengsian. Namun ajaibnya seorang Azka, dirinya mampu membuat si pemarah Aneska luluh seketika. Jika di hadapan orang lain Aneska Zoya Raveena itu singa betina yang mengaum mencari mangsa, maka di hadapan Azka, dia adalah kucing Anggora yang mengeong menggemaskan. Begitulah Aneska, karena baginya Azka sangat spesial hingga ia tidak pernah bisa marah pada pacarnya itu.
"Pacar Neska, kok, ganteng banget, sih," gumamnya dengan suara yang hanya bisa didengar dirinya saja. Kekesalan Aneska langsung kandas kala hatinya tiba-tiba tenang atas kesejukan Azka yang kalem.
Aneska hendak menghampiri sang kekasih, namun saat melangkah, kaki yang berdenyut hebat itu mengingatkan keadaannya yang buruk. Ia melihat dirinya dari atas sampai bawah. Penampilan Aneska saat ini seperti kucing putih yang kotor akibat berguling-guling di tanah. Sebuluk itulah Aneska yang memakai kaos putih dan celana training pendek berwarna hitam. Azka tidak boleh melihatnya dalam keadaan jelek seperti ini. Bau keringat, baju kotor, juga jangan lupakan perban yang melilit kaki dan tangannya seperti mumi. Hanya karena itu ia tidak jadi menghampiri Azka dan pergi menjauh dari kafe.
Gerutuan Aneska kembali keluar. "Rese, ih! Padahal Neska kangen Azka! Pas lagi cantik-cantiknya, dia nggak ada. Giliran Neska lagi buluk, eh, malah ketemu mulu. Kan nyebeliiin!"
Azka dan Aneska jarang menghabiskan waktu panjang bersama. Karena Azka adalah kakak kelas Aneska yang duduk di bangku kelas dua belas. Lelaki itu habis-habisan mengikuti olimpiade sebelum semester dua ia akan diberhentikan dari aktivitas tersebut dan fokus pada ujian kelulusan.
KAMU SEDANG MEMBACA
• Can I? •
Teen FictionAneska Zoya Reveena, gadis yang tidak bisa dipercaya. Ucapannya yang asal ceplos dengan kenyataan yang tidak dia perhatikan. Sungguh dia gadis bodoh yang pernah Ankaa temui. Sikap gadis itu di bawah rata-rata. Sombong, bicaranya selalu tinggi, tidak...