═❖•❀•❖═
Di bawah cahaya kuning lampu jalanan, Reynad dan Aneska menelusuri jalan yang sepi. Angin malam menusuk kulit Aneska yang masih terbalut seragam sekolah. Gadis itu terus bungkam dengan tatapan kosong menatap pijakan. Ia tengah memikirkan keadaan orang tuanya dan Avika sang pengasuh yang Aneska sayangi.
Duk
Aneska tersandung hingga jatuh berlutut dengan tangan yang menahan tubuh agar tak roboh. Ia teledor karena melamun. Matanya memang melihat jalanan, tetapi pikirannya tertuju pada hal lain.
Menghela napas karena prihatin melihat itu, kini Reynad berjongkok di hadapan gadis yang belum pernah mengenalkan namanya. "Are you okay?"
Aneska tetap diam dengan tatapan kosong. Namun tiba-tiba penglihatannya buram. Cairan bening yang mengumpul di matanya menghalangi pandangan.
Kebingungan, itulah yang Reynad rasakan. "Apa kakinya sakit?"
Dalam satu kedipan mata, air mata sialan itu jatuh dan mengalir begitu saja di pipi Aneska.
"Mereka .... Mereka masih di sanaaa." Isak tangis Aneska semakin kencang. Ia menangis sejadi-jadinya. "Mereka dalam bahaya. Gue harus gimana?"
Aneska kira, ia tidak akan menangis lagi. Ia percaya akan bahagia tanpa air mata meski ia hanya memiliki beberapa teman, meski saat tanpa mereka Aneska akan sendirian, meski dirinya hanya memiliki Azka, Aneska yakin tidak akan menangis lagi jika dihadapkan suatu kesulitan. Tapi melihat keadaan sekarang, justru ia menangis di hadapan orang lain yang tidak Aneska kenal. Saat ia terjatuh, dirinya mengasihani diri. Semengenaskan ini lah hidup Aneska. Air mata sialan ini ditonton orang lain. Tapi Aneska tidak bisa menahannya.
"Mereka siapa?" Dapat Reynad lihat air mata yang jatuh ke rok seragam Aneska.
Kepalan tangan Aneska terangkat untuk menghapus air matanya dengan kasar. Kini ia mengangkat kepalanya untuk menatap lelaki di hadapannya.
"Reynad .... Nama lo Reynad, kan? Gue Aneska Zoya Raveena. Karena Rey udah tau nama Neska .... jadi Rey harus bantu Neska, ya?"
Reynad masih berjongkok dengan memperhatikan Aneska yang berbicara padanya.
Setiap mengingat kedua orang tuanya, air mata Aneska selalu keluar. "Ki-kita harus kembali .... Ayah sama Bunda Neska masih di sana. Ayo, Rey .... Kita kembali ke sana. Neska nggak akan kasar ke Reynad, asal .... asal Reynad bantu Neska." Tangisan Aneska kembali menjadi.
Reynad masih diam memperhatikan gadis kasar yang tengah rapuh.
"Neska mohon. Neska takut .... Neska takut mereka dalam bahaya, Rey." Tangan Aneska kembali menghapus air matanya. "Ayo ke rumah Neska lagi!"
Dengan semangat yang tiba-tiba hadir dalam hatinya, Aneska bangkit berdiri. Ia akan menyelamatkan orang tuanya yang mungkin dalam bahaya.
"Cukup, Neska." Reynad ikut berdiri. "Jangan kembali lagi ke sana. Bukannya dari tadi kita udah berusaha keluar dari sana? Kita udah jauh. Langkah kita dari tadi bakal sia-sia kalo kita balik lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
• Can I? •
Ficção AdolescenteAneska Zoya Reveena, gadis yang tidak bisa dipercaya. Ucapannya yang asal ceplos dengan kenyataan yang tidak dia perhatikan. Sungguh dia gadis bodoh yang pernah Ankaa temui. Sikap gadis itu di bawah rata-rata. Sombong, bicaranya selalu tinggi, tidak...