❀:ཻུ۪۪5➻He Changes

83 12 28
                                    

═❖•❀•❖═

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

═❖•❀•❖═

"Nayya .... Hmmm .... Gimana, ya? Jadi .... gini, loh .... Gue .... Kayaknya .... Gue ...."

"Ngomong apa, sih lo, Es?"

"Gue nggak bisa nepati janji sekarang!" ujar Aneska dengan nada yang meninggi karena takut.

"Owh, soal itu," respons Nayya santai yang membuat Aneska memegang lehernya kikuk.

"Nggak apa-apa, kan, kalo diundur? Gue ada urusan .... Emmmmmmm, ini .... Soal .... urusan penting!"

Nayya menatap curiga. Aneska merupakan orang yang tidak pernah menghadapi urusan penting. "Emangnya urusan apa?"

Mulut Aneska terbuka dan matanya bermain ke sekitar untuk mencari jawaban. Rasa bersalah karena takut kehilangan teman memang berat dirasakan Aneska.

"Ini mencakup pentingnya hubungan. Lo ngerti, kan? Akhir-akhir ini gue jarang ketemu Azka. Gue adalah semangatnya Azka. Jadi .... Jadi karena itu dia mau jalan-jalan sama gue, soalnya buat ngebangkitkan semangat, Azka butuh gue. Lo tau, kan, kalo dia harus belajar buat olimpiade? Dia harus semangat sedangkan semangat dia itu gue. Jadi, ini urusan penting, kan? Sebagai Neska, itu tugas seorang Neska yang harus nge-charger semangat dia. Jadi, Nay, kali ini .... Kita—" Aneska menutup mulutnya. Ia tidak sanggup melanjutkan kata penghantarnya lagi saat melihat ekspresi Nayya.

"Iya, nggak usah pamer kemesraan. Gue nggak apa-apa, kok, jadwal janji lo nraktir gue diundur aja. Nggak apa-apa, gue cewek strong atas kejomloan yang melekat ini, kok."

Aneska merasa bersalah, janjinya pada Nayya terus diundur. Dua hari sebelumnya dihabiskan untuk kerja kelompok, dan hari ini Aneska menerima ajakan Azka untuk jalan-jalan.

"Iya, habis mau gimana lagi? Mumpung Azka ngajak gue. Belum pernah, kan, dia ngajak duluan? Istimewanya sekarang, Neska yang diajak, bukan gue yang ngajak, loh! Please, ya, besok asli, deh, belanjanya dua kali lipat." Rayuan puncak telah terlontarkan dari mulut Aneska.

"Lo nyogok gue?" kesal Nayya.

"Nggak, bukan gitu. Itu cuman .... Cuman ini, loh, sebagai pengganti rasa bersalah gue." Aneska bingung. Ia jadi takut menyinggung Nayya.

"Nggak usah didua kali lipatin. Asalkan besok harus jadi. Udah lama kita nggak main berdua. Butuh main, nih."

"Iya, Nay, iya. Gue janji." Aneska beruntung karena memiliki sahabat yang baik seperti Nayya. Untung dia mau mengerti keadaan Aneska.

"Nggak perlu janji kalau nggak bisa nepatin." Bukan Nayya yang berujar demikian, melainkan lelaki gila yang numpang lewat dengan memamerkan senyum bodohnya pada Aneska dan Nayya yang berdiri di koridor. Lelaki itu malah ikut campur tanpa Aneska izinkan. Siapa lagi jika bukan Ankaa.

• Can I? •Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang