'8

702 75 12
                                    

Hᴏᴘᴇ ʏᴏᴜ ʟɪᴋᴇ ɪᴛ, ᴇɴᴊᴏʏ!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Hᴏᴘᴇ ʏᴏᴜ ʟɪᴋᴇ ɪᴛ, ᴇɴᴊᴏʏ!

°
°
°

Masih pagi dan jarum pada jam yang menggantung di dinding belakang kelas masih bertengger pada angka enam. Di antara banyaknya meja yang kosong, ada satu meja yang sudah berpenghuni seawal itu.

Penghuninya nampak tidak sadarkan diri. Tenang. Dia tidak pingsan, hanya sedang asik menyelam di mimpi yang indah di pagi hari.

BUK!

Terperanjat dia saat merasakan mejanya bergetar akibat sebuah dentuman. Patut disyukuri bahwa dentumannya bukan berasal dari bom yang dipasangkan teroris secara diam-diam di dalam kelas, melainkan dari seseorang yang dikagum-kaguminya.

Hana berdiri tepat di depan mata dengan wajah tinggi dan tangan terlipat di dada. Menunggu reaksi dari aksinya membanting setumpuk buku tebal ke meja Ares yang pagi-pagi sudah berleha-leha.

Laki-laki itu pun sontak membuka mata lebar-lebar. Bereaksi tidak karuan, nyaris terjatuh dari kursi karena oleng. Cukup puas Hana.

"H-Hana?!"

"Datang pagi-pagi cuman buat pindah dari kasur ke meja sekolah untuk tidur?" sindir Hana.

"Ng-nggak! Si Galih ngubah jam di hp gua. Jadinya alarm gua bunyi kecepatan."

"Gue nggak minta lo cerita," tumpas Hana.

Seketika Ares kehilangan kata. Menyayangkan diri yang begitu tergila-gila dengan perempuan sekejam ini. Sementara, dia selalu mencoba terlihat sempurna di hadapannya.

"Ini materi yang bakal kita pelajarin hari ini."

"Sebanyak ini?!" pekik Ares.

Hana mengangkat bahu. "Akibat lo yang selalu lari-larian setiap kali gue ajak kerja kelompok."

"Hhh, dimana?"

"Di rumah lo."

Ares beringsut berdiri. "R-rumah gua?"

"Emang lo mau belajar di rumahnya anak beasiswa?"

"Emang kenapa? Masih mending lo punya rumah."

Hana terkekeh. "Habis itu lo cerita ke anak-anak kalau rumah gue kecil dan nggak nyaman?" sindirnya.

Ares tidak mengerti mengapa Hana bisa beranggapan, kalau dia sama dengan murid-murid lain yang memandangnya sebelah mata. Padahal, tidak pernah sekalipun mulut Ares merendahkan perempuan itu.

"Pokoknya hari ini. Di rumah lo," putus Hana. "Awas kabur!" Diakhiri memperingati.

Ares menjadi sangat tidak sabar dengan janji mereka sore nanti. Matanya tidak pernah sekalipun diizinkan tertidur di kelas hari ini. Dia juga menongkrong sedikit lebih lama di kantin agar waktu terasa begitu cepat berlalu.

It Is Not Too LateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang