'12

623 67 25
                                    

Hᴏᴘᴇ ʏᴏᴜ ʟɪᴋᴇ ɪᴛ, ᴇɴᴊᴏʏ!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Hᴏᴘᴇ ʏᴏᴜ ʟɪᴋᴇ ɪᴛ, ᴇɴᴊᴏʏ!

°
°
°

Siang ini kondisi kantin kantor tampak lenggang. Mungkin karena banyak karyawan yang menghabiskan waktu bernegosiasi dengan customer di luar kantor.

Walaupun merasa tidak berselera, Ares tetap turun dari lantai ruang kantornya untuk mengisi perut ala kadarnya. Sesaat setelah mencetak kupon makan, dia pergi masuk ke dalam barisan antrian. Lebih cepat dari biasanya, tak terasa sudah sampai di antrian depan.

Netranya menatap tidak berselera makanan-makanan yang tersaji. Bukan karena penampilan atau menu yang membuatnya bosan, tiba-tiba mual saja melihat tumpukan rendang dan perkedel kentang. Akhirnya, dia berencana mengambil satu buah perkedel tadi dan sayur sop jagung saja.

Gerakannya yang sedikit lambat, terdengar menjengahkan karyawan lain di punggungnya. Ares coba untuk mempercepat aksi. Namun, waktu dia sudah meraih sendok sop dan berniat menuangkan ke piring, tangannya bergetar hebat dan terasa sedikit lemas.

Ares melirik dengan ekor mata ke sisi kiri, terasa ada banyak pasang mata yang memperhatikan. Khawatir sop akan tumpah jika dia memaksakan diri, Ares terkekeh ringan pada karyawan di belakangnya, meletakan kembali sop dan sendoknys ke dalam panci. Lalu, keluar dari barisan dengan perasaan muram meratapi piringnya yang hanya ada nasi kurang dari sekepal tangan dan satu perkedel.

Ares kemudian pergi ke meja tempat orang-orang satu divisinya biasa makan siang. Duduk di kursi dengan perasaan hampa, melihat tangannya yang masih terasa sedikit kram dan bergetar. Dikepalnya lalu menutup mata meminta sakitnya untuk pergi dan harus datang di waktu yang tepat.

Tiba-tiba kursi di hadapannya ditarik Satria yang muncul dengan piring makan siangnya. Ares hendak berdiri, tetapi pria yang berperan sebagai atasannya itu menyuruhnya tetap duduk.

"Ini buat kamu," tutur Satria setelah menyerahkan mangkok kecil berisikan sop.

Lantas, Ares mengangkat kepala dan melihat atasannya dengan bola mata membulat sempurna.

"Kamu harus makan yang banyak, karena pekerjaan kita juga banyak. Supaya tubuh kamu tetap sehat."

Ares menelan nasi dan perkedelnya dengan paksa. Berusaha keras mencerna maksud Satria dan tindakan tiba-tiba yang membuatnya tercekat. Seolah atasannya itu bisa membaca pikiran pria itu kembali buka suara.

"Kamu boleh limpahin pekerjaan ke rekan yang lain kalau memang tubuhmu capek. Mungkin tangan kamu kram karena terlalu diforsir."

Ares benar-benar membeku. Sempurna. Dia tidak tahu sejak kapan Satria memperhatikannya. Apakah sejak diantrian atau pria itu diam-diam melihatnya selama ini. Intinya, dia merasa malu dan takut. Malu karena gejala dari penyakit itu semakin sering terlihat dan membuatnya tampak tidak berdaya. Serta, takut Satria tahu keadaannya.

It Is Not Too LateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang