'14

612 77 29
                                    

Hᴏᴘᴇ ʏᴏᴜ ʟɪᴋᴇ ɪᴛ, ᴇɴᴊᴏʏ!

°
°
°

Jakarta mulai memasuki musim penghujan. Belakangan, derasnya hujan betah seharian membasahi tanah di bumi. Mereka, para orang kantoran mesti mulai beradaptasi. Terutama para pengguna transportasi umum.

Seperti halnya Hana yang pergi ke kantor dengan sandal jepit. Hari ini tidak tanggung-tanggung, dia pun sampai di kantor dengan balutan jas hujan. Jam 8 pagi sudah ada setengah dari divisinya duduk di meja kerja masing-masing. Memburu tugas yang harus diselesaikan pagi ini karena ditinggalkan sore kemarin.

Selesai merapikan diri, merias wajah dan mengenakan sepatu hak tingginya, Hana menyalakan laptop sembari menyeruput teh hangat.

"Pagi, Han."

Hana terkejut akan kedatangan Laura yang tanpa suara. Tiba-tiba saja berdiri di balik punggungnya dengan tubuh besar karena mengandung.

"Morning, Mbak."

"Boleh ganggu sebentar?"

"Mulai kerja juga belum, Mbak," jawab Hana terkikik. "Ada apa emangnya, Mbak?"

Laura meletakan sebuah flashdisk ke atas meja Hana. "Ini file audit terbaru. Bisa kamu sampaikan ke divisi legal, Han?"

Awalnya, Hana ingin menyampaikan itu bukan masalah namun setelah mengingat divisi itu adalah tempatnya Ares, Hana sesaat membeku. Dia pun mengajukan pertanyaan lagi.

"Kasihnya ke siapa, Mbak?"

"Ke Ares," jawab Laura cepat.

"Mbak ...."

Hana tidak mengerti, mengapa banyak rekan kerjanya yang begitu tertarik dengan hubungannya dan Ares. Sebenarnya tidak masalah karena ada niat Hana untuk mencairkan hubungannya yang dingin sedingin kutub utara. Sialnya, peristiwa kemarin membuatnya merasa jahat.

"Yang suka urus approval 'kan emang dia, Han. Kalau kamu malu ngomong sama Ares, taruh aja flashdisk dan catatan kecil di mejanya."

"Tapi-"

"Tapi apa?" Laura memotong masih dengan senyum jail.

Ada satu hal menarik tentang Laura yang entah menjadi perhatian orang atau tidak. Sudah bukan rahasia lagi kalau Laura sangat menyukai Ares. Bukan menyukai Ares seperti Hana. Melainkan, seperti senior yang menyayangi juniornya.

Hal menarik tentang Laura adalah setiap kali wanita itu bertemu atau membicarakan Ares, dia pasti tampak mengelus-elus perutnya yang besar.

Dari Satria, Laura tahu segala cerita-cerita positif sampai negatifnya Ares. Sikap loyalnya pada perusahaan dan kurang memperhatikan diri sendiri. Laura selalu mengucapkan rapalan-rapalan baik agar segala kebaikan dalam diri Ares melekat pada diri anaknya.

"Tapi saya takut ada salah paham."

"Kalau gitu beraniin diri buat ngomong sama dia," bujuk Laura.

Hana tidak kuasa menolak. Profesionalitas harus dijunjung tinggi. "Iya deh, Mbak. Saya pergi."

🎡

Hana harusnya memikirkan diri sendiri. Mengambil makan untuk dirinya yang belum menyantap apa pun pagi ini. Namun, hati seenaknya berniat untuk memberikan bubur dari kantin pada Ares. Rasa bersalah benar-benar menelan habis akalnya.

"Hm, permisi " Hana mencoba menegur karyawan laki-laki yang bertetangga meja kerjanya dengan Ares. "Ares belum datang, ya?"

"Belum, mungkin kejebak hujan. Ada apa? Ada yang perlu gua bantu?"

It Is Not Too LateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang