- : ' 𝙙 𝙧 𝙪 𝙣 𝙠

3.1K 394 16
                                    

Sinar mentari lembut menerawang masuk melalui cela jendela yang terbuka. Meski tidak terlalu terik, sinarnya cukup untuk mengusik seorang pria rupawan yang tengah terkapar di atas kasur.

Perlahan pria ramping itu membuka kedua kelopak mata indahnya, mengerjap-erjapkannya dengan malas. Tian sedikit melakukan pemanasan sebelum ia beralih pada posisi duduk.

"Auh," rintihnya. Sebuah nyeri tak terduga menyerang bagian belakang kepalanya. Refleks, Tian memegangi kepalanya sendiri. Tian merasakan kepalanya menjadi begitu berat.

Apa semalam aku melewati batas minumku?

Setiap orang punya batasannya masing-masing dalam menoleransi minuman beralkohol, dan untuk Tian pribadi itu ada pada sloki pertamanya. Jika dilihat dari betapa kacau penampilannya sekarang serta aroma menyengat alkohol yang menguar dari pakaiannya, sepertinya Tian baru saja melampaui batasnya sendiri tadi malam.

Entah berapa sloki yang Tian minum, hingga membuatnya tak ingat apapun tentang kejadian semalam.

Tian bahkan heran tentang bagaimana ia bisa berakhir di kamarnya dan bukan gubuk di tengah sawah. Tian menggaruk tengkuknya sendiri yang tak gatal. Ia mengerdikkan bahunya, bodo amat.

Hal terakhir yang ia ingat adalah ia melihat sosok Phupha yang tengah meneguk haus Song Sam langsung dari botolnya. Tak lama setelah itu, semuanya menjadi gelap, mungkin saat itu ia mulai terlelap. Malam itu ia bermimpi seekor beruang besar menjilati leher kurusnya liar, benar-benar random.

Suara pintu terbuka mengalihkan afeksi Tian seketika. Tian sedikit tercekat saat mendapati seorang pria besar berdiri gagah di depan pintu kamarnya. Phupha membawa segelas air kelapa di tangan kanannya. Pria itu tersenyum manis sebelum berjalan masuk, menghampiri Tian.

Ia sedikit menarik celana panjangnya ke atas sebelum duduk di sisi kanan Tian. Phupha kembali memasang senyum terbaiknya, memerhatikan lekat-lekat wajah Tian yang tampak tampan namun disaat bersaman juga tampak begitu cantik. Mata cokelat Phupha menelusuri setiap senti wajah tanpa cacat Tian. Tian benar-benar terlihat sempurna bahkan saat baru bangun tidur.

Merasa terganggu dengan tatapan berlebihan Phupha, Tian memberanikan diri bersuara, "Ada apa?"

Phupha menggeleng seperti anak anjing, "Bukan apa-apa,"
"Ini," ia menyodorkan gelas di tangannya.
"Air kelapa. Bagus untuk pulihkan tubuh setelah mabuk," katanya penuh perhatian.

"Wah, Thanks,"

"Minumlah, mungkin kamu akan merasa jauh lebih baik setelahnya,"

Seutas senyum mengembang di kedua ujung bibir Tian. Ia segera mengambil gelas dari tangan Phupha dan menghabiskan air kelapa tersebut tanpa sisa.

"Merasa lebih baik?"

Tidak sespontan itu tentunya, tapi Tian menjawab, "Lumayan. Nggak banyak,"

Phupha tertawa geli, "Kosakata itu sepertinya selalu jadi favoritmu, ya?" Telunjuknya kemudian menyolek ujung hidung Tian.

Tian hanya mengangkat kedua alisnya. Ia bahkan sama sekali tak sadar bahwa dirinya ini terlalu sering bicara 'nggak banyak' sebelumnya pada Phupha

"Kalau aku kapan jadi favoritmu?"
"Pertemuan kita mungkin nggak terlalu mengesankan, tapi kamu berhasil menciptakan rasa di hatiku, Tian,"

Mendengarnya, Tian panik. Ia segera beranjak cepat dari tempat tidurnya, berdiri tegap seperti tengah upacara. Dengan sigap ia mengambil handuk yang selalu ia sampirkan di balik pintu kamar.

"Aku mandi!" katanya cepat sebelum menutup pintu kamar. Ia berlari terbirit-birit menuju kamar mandi di belakang rumah.

"Apa aku tidak terlihat serius, ya?" Phupha menggaruk tengkuknya sendiri.

. . .

"Don't forget to like, comment, and subret!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Don't forget to like, comment, and subret!"

pertama kali commit banget dalam nulis cerita. Mungkin karena ini Mas Bumi dan Siwi kali ya?

Alpha Centauri masih tengah jalan, masih banyak konflik dan keuwuan yang menunggu. Selamat menikmati terus ya!

Ngomong-ngomong, kalian lebih nyaman baca cerita yang pakai pov 3 atau pov 1?

Alpha Centauri ✦ ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang