- ' : 𝙛 𝙚 𝙫 𝙚 𝙧

9.6K 856 15
                                    

"Phupha, aku bisa sendiri. Aku bukan anak kecil lagi,"

Phupha masih sibuk mengaduk bubur buatannya, menghela nafas panjang dan menoleh ke belakang.

Tian sendiri terlihat sedikit kesulitan mengendalikan tubuhnya pagi ini. Alih-alih bangkit dengan semangat seperti biasa, Tian justru nampak seperti tengah bergulat dengan selimut untuk sekedar menegakkan tubuhnya di kasur.

"Memangnya apa yang bisa kamu lakukan sendiri? Bangun dari kasur saja, kamu nggak kuat,"

Tian menarik selimutnya, menutupi kaki kurusnya yang terasa sedikit kedinginan, "Kan aku bisa pesan makanan aja, delivery,"

"Kamu lagi nggak ada di Bangkok. Lagian enakan juga buatanku, kok,"

Tian hanya tersenyum. 'Beruang'-nya ini memang keras kepala dan super protektif. Sehingga tidak ada yang bisa Tian lakukan selain menurutinya.

Setelah dirasa benar-benar matang, Phupha segera memindahkan bubur itu ke dalam mangkuk kecil, siap dihidangkan. Phupha menggeret bangku kecil, duduk di sebelah ranjang tinggi Tian.

Tubuh kecil Tian segera menyelinap, memeluk tubuh tegap Phupha dalam diam. Tian membenamkan kepalanya yang terasa agak pusing di dada lapang Phupa.

"Lho, lho, lepas dulu, dong. Makan dulu. Buburnya nanti dingin,"

Alih alih melepas, Tian justru menguatkan pelukannya, "Nggak mau,"

Phupa tertawa kecil melihat tingkah manja Tian. Tangan besarnya mengelus rambut halus Tian dengan hati-hati. Setelahnya, Tian segera membenarkan posisinya, siap untuk sarapan.

Satu suapan besar melayang yang kemudian ditangkap oleh bibir merah Tian.

"Kamu hari ini izin dulu aja, ya?"

Tian menggeleng, "Nggak bisa,"
"Anak-anak nunggu aku,"

"Tapi kamu lagi sakit, lho?"

Tian kembali menggeleng, tidak ingin berdamai.

Soal mengajar, Tian selalu keras kepala. Menurutnya, tidak ada alasan baginya untuk tidak berangkat ke sekolah dan mengajar murid-murid kesayangannya.

Memastikan murid-muridnya belajar tentang sesuatu setiap harinya, menjadi tanggung jawab yang Tian topang sendirian, sebagai satu-satunya guru di desa ini.

"Aku berangkat lima belas menit lagi," katanya tegas.

"Aku antar,"

"Aku bisa sendiri,"

"Kamu nggak akan kuat buat jalan kaki ke sekolah,"
"Aku bawa motor,"

Tian mengangguk. Ia kemudian dengan cepat membereskan sarapannya, dan bersiap untuk mandi dan berangkat ke sekolah.

"Kuat emang kalau dibuat mandi?"

"Ha?"

"Enggak, kalau nggak kuat, biar aku bantu,"

"Mesum,"

. . .

"Dont forget to vote, comment, and subret!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Dont forget to vote, comment, and subret!"

Alpha Centauri ✦ ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang