Pagi itu pukul 4 ketika Jimin tiba-tiba keluar rumah dengan wajah frustasi. Udara yang sedikit lebih dingin dari biasanyapun tak di idahkan namja bermata sipit itu. Jimin keluar dengan kaos pendek kebesaran berwarna hitam dan celana training hitam leres putih juga sendal rumahan seadanya.
Tanpa memperhatikan sekitarnya, Jimin melangkah tergesa-gesa seperti ada sesuatu yang benar-benar mengganggu. Taehyung yang memang sedang mengambil air di dapur tanpa sengaja mendapati sahabatnya keluar di hawa dingin.
"Jimin. Apa sedang mengigau?" Taehyung menggaruk tengkuk yang tak gatal. Lalu tanpa mempedulikan segelas air putih yang tadinya begitu menarik perhatiannya, Taehyung menyambar coat hitam untuk di pakainya beserta segala aksesoris penutup agar identitasnya sedikit tersamar. Mengingat Jimin keluar tanpa pakaian hangat dan masker pun topi, Taehyung dengan senang hati menyambar barang yang di perlukan.
Langkah Jimin nampak lebar bila melihat dua kaki yang tidak lebih panjang dari milik Taehyung. Agaknya, Taehyung di buat khawatir karena sahabat satu linenya itu tidak pernah seperti ini.
Jimin tidak pernah pergi tanpa izin pada siapapun dan lagi di cuaca sedingin ini di pagi buta. Tanpa pakaian hangat, Taehyung rasa Jimin agak gila.
Jimin masih memacu langkah dengan lebar menuju sebuah taman dekat perumahan. Jika Taehyung di buat khawatir dengan tingkahnya, Jimin sendiri merasa begitu kacau ketika suara-suara terdengar di telinganya juga kilas-kilas kejadian masa lalu yang tiba-tiba menyerobot masuk dalam ingatannya. Seperti dibuat tidak tenang, Jimin kalah. Di tengah rumput hijau yang berembun di udara dingin, Jimin terjatuh, lututnya tak mampu menopang tubuhnya yang seperti berontak.
Di belakang dengan jarak tujuh langkah, Taehyung di buat terkejut. Lalu kemudian tanpa berpikir panjang, Taehyung menghampiri sang sahabat yang menunduk memegang telinga.
"Jimin!" Panggil Taehyung saat posisinya tepat satu langkah di belakang sahabat.
Jimin seolah tidak mendengar panggilan Taehyung. Jimin semakin mencoba menutup telinganya, menghalau suara-suara yang hanya bisa didengar Jimin. Saking kesalnya, Jimin terisak lirih di tengah napas yang memburu.
Taehyung di buat ketakutan saat Jimin tak meresponnya dan malah menangis di tempat dengan masih menundukkan kapala. "JIMIN!" Taehyung memegang kedua bahu sang sahabat.
Jimin masih sibuk dengan isakannya membuat Taehyung tidak tahan dengan kelakuannya. Taehyung mengguncang berapa kali pundak sahabatnya.
Guncangan itu berdampak untuk Jimin. Suara-suara itu hilang, kilasan mengerikan tidak lagi ada di pikirannya tapi napasnya masih memburu seperti habis di kejar banyak orang.
"Ta--Tae?" Lirihnya seraya menatap kedua manik Taehyung, mencoba mencari setitik kehangatan.
Taehyung tercekat saat mata hitam kecoklatan Jimin memancarkan luka yang tidak pernah Taehyung lihat. Jimin selalu diam bahkan ketika semua orang merasa ketakutan dan khawatir, Jimin hanya diam saat Namjoon bahkan berusaha mati-matian melawan traumanya, Jimin bahkan terlihat baik-baik saja saat semua orang begitu mengkhawatirkannya.
Lalu di saat semua orang di buat percaya bahwa Jimin memang baik-baik saja, Taehyung seperti di hantam batu besar tepat di ulu hatinya saat manik itu begitu gelap tertutup luka menganga yang begitu menyedihkan. Taehyung mematung.
Jimin menabrakkan dirinya pada tubuh Taehyung saat dirasa dada Taehyung cukup nyaman untuknya menumpahkan segala perasaan tak nyaman pada dirinya. Jimin tidak lagi bisa menutup diri bahwa Jimin butuh seseorang untuk menariknya dari kegelapan.
Taehyung biarkan Jimin memeluk erat seraya membasahi coat bagian luar yang dia kenakan. Sepuluh menit bertahan dengan situasi tersebut, Taehyung mulai merasa tubuh Jimin yang bergetar bukan karena tangisnya tapi Taehyung sadar, Jimin kedinginan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lost Equanimity
أدب الهواةKetakutan masih saja membayangi kendatipun kami sudah kembali bersama setelah semua badai yang membabat kami. Tiang kami kembali kokoh setelah dirobohkan dengan menggenaskan. Kembali semula. Hanya aku yang masih menyimpan sisanya. Kupikir akan leb...