Bertemu Kembali

5.8K 377 75
                                    

Sudah satu jam berlalu sejak langit menangis meneteskan bulir-bulir bening. Tidak deras memang karena hanya rintik kecil saja namun cukup untuk membuat pakaian basah jika tetap berada di tempat tanpa atap.

Orang bermacam usia seakan tak mengidahkan bulir itu, mereka menerobos dengan senyum yang mengembang. Pancar bahagia melekat pada wajah mereka seolah air yang turun dari langit itu menambah kebahagiaannya.

Seperti kebahagiaan melingkupinya tanpa sepercik kesengsaraan disana. Beramai-ramai memenuhi Olympic Stadium Seoul. Untuk kali pertama setelah beberapa bulan, artis agensi Big hit Entertaiment akan melangsungkan konser dengan formasi yang lengkap.

Hal demikian mengundang perhatian khalayak umum tanpa terkecuali. Pembicaraan konser BTS mendominasi di berbagai berita acara, media sosial dan stasiun TV. Wartawan berlomba-lomba memberitakan konser tersebut. Hal itupun menarik perhatian dunia. Sang idola akan kembali. Hari itu adalah harinya ARMY.

Jika orang diluar begitu antusias dengan kedatangan idolanya maka tidak berlaku bagi tujuh pemuda pelantun Spring Day. Jantungnya seolah ingin meloncat keluar saking cepatnya berdegup.

Seorang yang sudah ditunggu kedatangannya untuk kembali, Park Jimin. Pemuda itu duduk di salah satu sofa ruangan. Bulir bening sebesar biji jangung menetes dari dahinya. Sama seperti saat Bangtan tampil untuk pertama kalinya saat debut, Jimin seolah dipaksa kembali mengenang. Menegangkan, jarinya ikut bergetar, wajah manisnya nampak khawatir. Berkali-kali dirinya meminta maaf pada cordi noona karena riasan yang rusak.

"Hei.. gwenchana?" Namjoon hyungnya membantu mengelap bulir yang sejak tadi terus mengalir. Kehangatannya tak mampu mengalahkan uforia yang Jimin rasakan meski Jimin tak menyangkal Namjoon hyungnya memberikan kehangatan yang menentramkan.

Untuk menghargai usaha Namjoon, Jimin tersenyum berusaha menutupi kegugupannya didepan Namjoon hyungnya. Jimin tak mau sampai Namjoon terlalu mengkhawatirkan dirinya. Jika sudah demikian Jimin sudah pasti akan di suruh kembali kerumah dan tidak melakukan apapun lagi. Tentu saja Jimin enggan.

Jimin sudah menunggu sangat lama untuk kembali berjumpa dengan ARMY'nya. Berapa lama ya? Setahun, lima tahun? Tidak. Hanya tiga bulan sejak dirinya sadar. Tetap saja kerinduannya pada ARMY tak pernah luput dari hari-harinya. Kecintaannya pada ARMY sudah mendarah daging.

Terlalu banyak yang sudah ia lewatkan. Jimin tidak mau menunggu lebih lama lagi. Jimin tak mau ARMY salah paham terus menerus. Tak lagi, cukup menyakitkan apa yang sudah berlalu.

"Ya hyung. Sudah ku bilang semua akan baik-baik saja. Akukan sudah berjanji." Senyum manis membentuk sabit di netranya ia berikan pada Namjoon hyungnya. Namjoon menatap dengan raut sedikit ragu.

"Jinjja?" Namjoon tersenyum jahil, mungkin juga ia ingin agar Jimin lebih tenang. Jimin mulai was-was, mungkin saja Namjoon akan mulai menjahilinya seperti biasa.

Jimin memfokuskan diri pada apa yang akan Namjoon lakukan hingga kemudian dari arah belakang Hoseok menggelitik pinggangnya tanpa ampun. Jimin memberontak hingga terkapar di sofa yang ia duduki dengan menahan geli yang sungguh keterlaluan Hoseok buat.

"Hyungie-ya ini sangat geli. Awas saja nanti.. Tunggu pembalasanku ya!" Jimin memberenggut setelah serangan usai.

94 line ini kadang sangat menyebalkan secara bersamaan. Dan selalu saja yang menjadi objek adalah Jimin, manggaettok satu-satunya milik BTS.

Namjoon dan Hoseok bukan merasa bersalah atau takut dengan ancaman Jimin, dua pemuda itu terpingkal-pingkal. Sedangkan Jimin tak hentinya memanyunkan bibir tak terima dengan perlakuan mereka. Astaga... mereka pikir Jimin boneka mainan saja.

"Kalian mengganggunya lagi?" Dewa penyelamat, Yoongi hyungnya yang manis datang. Senyum kemenangan ada di pihak Jimin saat ini. Bukankah Yoongi selalu membelanya disituasi apapun?

Lost EquanimityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang