Enjoy the story :)
👩⚕️
Dylan pulang dari RS 2 hari kemudian, ditemani Mily dan Clay. Ya, setelah Bryan menemaninya di taman, Mily perlahan kembali seperti biasa, mencoba menyembunyikan rasa bersalahnya terutama saat berada di dekat Dylan. Meskipun Mily sempat meminta maaf kepada Dylan tepat sebelum Clay datang.
“Mas, maaf ya," ucap Mily sambil membantu Dylan duduk di kursi roda.
Dylan memandang adiknya, tersenyum sambil mengacak rambut adiknya pelan.
“Kamu kan ga salah, ngapain minta maaf sih," jawab Dylan.
Di rumah Dylan setiap hari mencoba latihan jalan. Dia bertekad harus bisa jalan karena tidak mau melihat Mily terus-terusan menyalahkan diri atas kondisinya saat ini. Padahal Dylan tau bahwa dirinya tidak akan bisa kembali berjalan seberapa keras pun usaha yang ia coba, namun Dylan tidak pernah menyerah. Ia merasa lebih sakit melihat Mily yang menyalahkan dirinya daripada kenyataan bahwa ia lumpuh.
Hari ini tiba waktunya pendaftaran ulang kampus Dylan. Clay dan Mily menemani Dylan ke kampusnya. Dylan memberikan berkas-berkasnya ke petugas, disertai surat keterangan dari RS mengenai kondisinya saat ini. Saat petugas sampai di surat tersebut, ia terlihat berdiri mengamati Dylan yang duduk di kursi roda dan menghampiri petugas lain sambil berdiskusi panjang. Beberapa menit kemudian petugas menghampirinya dan mengembalikan semua berkas-berkas Dylan.
“Maaf, sepertinya kami tidak bisa menerima Anda di kampus kami," ucap si petugas menyesal.
“Kenapa emangnya Pak? Karena mas Dylan pake kursi roda? Emangnya ada peraturan yang melarang mahasiswa pake kursi roda kuliah disini?” tanya Mily marah.
“Dek," panggil Clay berusaha menenangkan Mily.
“Kenapa Pak?” tanya Dylan.
“Maaf, memang tidak ada larangan namun kami pikir ini akan menyusahkan diri Anda sendiri kedepannya," jawab petugas.
“Oh karena kalo kuliah kelasnya pindah-pindah makanya takut mas Dylan kesulitan? Kalo itu alasannya saya bisa antar mas Dylan setiap hari ke kelasnya Pak," jawab Mily lagi.
“Dek," panggil Clay lagi menatap Mily marah.
Clay akhirnya membawa Mily dan Dylan ke mobil kemudian ia kembali lagi untuk meminta kejelasan lebih lanjut mengenai pernyataan petugas tadi. Namun keputusan kampus ternyata tidak bisa di nego lagi. Clay kembali ke mobil setengah jam kemudian, mencoba menyembunyikan kekecewaannya.
“Gimana mas?” tanya Dylan.
“Masa pendaftaran perguruan tinggi masih dibuka kan?” tanya Clay balik.
“Masih mas, masih seminggu lagi," jawab Dylan.
“Kita coba daftar yang lain ya, gapapa kan Lan?” tanya Clay.
“Gapapa mas," jawab Dylan setelah menghela napas sebentar.
“Kok gitu sih? Sini Mily aja yang ngomong," ucap Mily mencoba turun dari mobil namun lengannya ditahan Dylan.
“Dek udah," ucap Dylan.
“Masih banyak univ lain kok, tenang aja," sambungnya.
“Gabisa gitu mas, mas mau nyerah gitu aja? Ini kan kampus impian mas dari dulu. Ga, ga boleh dibiarin," ujar Mily ngotot ingin menemui petugas tadi.
Clay mengunci pintu penumpang dan segera melajukan mobilnya keluar dari kampus tersebut, sebelum Mily memaksa turun lagi dari mobil.
“Mas," panggil Mily saat Clay menancap gas dan melajukan mobil tersebut.
“Mas ke Railey yuk," ucap Dylan menyebutkan tempat favorit Mily.
“Dylan lagi pengen yang seger-seger nih," tambahnya.
Mily memalingkan wajahnya ke jendela, diam sepanjang perjalanan, ceritanya Mily ngambek dengan kedua masnya itu. Namun godaan Railey-kedai es krim yang sudah berpuluh tahun berdiri di kotanya, membuat Mily langsung turun saat tiba disana, melupakan kemarahannya. Dylan dan Clay tersenyum melihat adik mereka langsung masuk dan menyapa cucu pemilik kedai yang sudah hafal dengan Mily.
“Halo mas Darren," sapa Mily.
“Eh Mily, kebetulan ada rasa baru lho," ucap Darren.
“Serius mas?” tanya Mily membulatkan matanya antusias.
Mereka berdua kemudian asyik mengobrol dan Mily membantu Darren menghias es krim rasa baru yang ia sebutkan tadi. Clay menyusul Mily dan mendorong kursi roda Dylan tak lupa menyapa Darren. Darren merupakan teman kerja Bryan, sehingga ia juga kenal dengan 5 bersaudara tersebut. Darren menghampiri Clay dan Dylan setelah Mily asyik dengan esnya.
“Kenapa tuh Mily?" tanya Darren.
“Ngambek, biasa," jawab Clay.
“Dylan ditolak kampus, eh malah dia yang marah-marah," sambung Dylan.
Darren telah mengetahui kondisi Dylan dan bahkan sempat menjenguk Dylan di RS. Dylan lalu menceritakan kejadian tadi kepada Darren.
Dua hari kemudian Dylan yang sudah siap dengan berkas-berkasnya kembali ditemani Clay dan Mily. Mily memaksa menemani dengan alasan bosan di rumah karena Andy dan Bryan yang bekerja tentunya setelah meyakinkan kedua kakaknya ia tidak akan mengulang kejadian seperti waktu itu.
Setelah berkeliling ke beberapa kampus namun respon yang diterima Dylan tetap sama. Kampus menolak menerima Dylan. Hal ini membuat Mily yang awalnya emosi menjadi sedih. Ia kembali menyalahkan dirinya sendiri.
👩⚕️
Gimana nih sejauh ini?
Masih pada nungguin kelanjutannya?
Vote komen dulu yuk 🤭
KAMU SEDANG MEMBACA
EMILY
CasualeMily merasa hidupnya sekarang mendekati sempurna. Mempunyai 4 kakak laki-laki dan 2 sahabat yang menyayanginya melebihi apapun. Walaupun Mily mendeskripsikan hal itu sebagai sifat protektif, namun Mily bahagia hidupnya dikelilingi mereka. Kebahagia...