'Memang seharusnya dari awal aku tidak menaruh rasa, jika tahu akan semenyakitkan ini'
~Syilla~
🍃🍃🍃🍃🍃
Syilla sedikit menyesal karena telah menyetujui untuk tidur di ndalem malam ini. Abinya telah pulang tadi sore, nyai Fatimah tengah menyimak hafalan santriwati di mushola pondok putri sejak sholat Maghrib, begitu juga dengan Gus Fian dan kyai Furqon juga tengah menyimak hafalan santriwan di mushola pondok putra, jadi kini Syilla hanya seorang diri di ndalem.
'andai saja tadi aku memilih kembali ke asrama mungkin aku nggak akan kesepian' sesal Syilla dalam hati.
Akhirnya Syilla memilih menyibukkan diri dengan muroja'ah hafalannya kembali setelah tadi sempat terhenti karena menunaikan shalat isya'.
'tok tok tok' suara seseorang mengetuk pintu kamar membuat Syilla mengalihkan pendanaannya dari mushaf yang ia pegang.
"Assalamualaikum"
"Wa'alaikum salam umi" jawab Syilla.
"Gimana keadaanmu Syil" tanya nyai Fatimah sambil duduk di sofa yang berada di sudut kamar tersebut.
"Alhamdulillah sudah lebih baik umi"
"Sini syil" kata nyai Fatimah sambil menepuk sofa di sebelahnya memberi isyarat Syilla agar duduk di sampingnya. Kemudian Syilla pun bangkit dari duduknya berpindah dari lantai ke sofa.
"Syil, umi cuma mau ngingetin, kamu boleh bertanggung jawab atas amanah yang kamu emban, wajib malah. Tapi jangan sampai kamu mendzolimi diri kamu sendiri dengan tidak memperhatikan pola makan dan istirahat yang cukup" lanjut umi.
"Nggih Umi" balas Syilla sambil mengangguk ta'dzim.
"Kamu itu persis seperti almarhumah Arofah, umi kamu. Dulu saat kuliah Umi kamu itu sering jatuh sakit karena telat makan, karena terlalu semangat mengerjakan tugas dari dosen. Umi kamu itu tipe orang yang kalau ada tugas langsung dikerjakan, meski pengumpulan masih jauh-jauh hari" Bukan berniat tidak sopan, Syilla hanya bingung harus menjawab apa, akhirnya ia hanya membalas dengan senyuman.
"Mau dengerin cerita umi kamu semasa muda dulu?" Tawaran nyai Fatimah pada Syilla.
"Mau umi" balas Syilla antusias, "tapi kalau umi tidak keberatan" lanjut Syilla ragu.
"Umi kamu dulu itu jaman mudanya tomboi banget, kalau kuliah sukanya pakai celana jeans sama hem, tapi tetep menutup aurat. Umi kamu dulu juga pemberani, dulu kalau ada yang ganggu umi, umi kamu langsung membela, bahkan dia pernah hampir berantem sama kakak tingkat gara-gara belain umi. Umi pernah mencoba merubah umi kamu agar berubah menjadi feminim dengan cara mengacam tidak mau menjelaskan materi yang tidak umimu pahami dan kamu tahu syil?" Nyai Fatimah menggantungkan kalimatnya, "Umimu bersedia tapi hanya sehari. Baru sehari saja sudah banyak yang langsung mendekati umimu, tapi umimu itu cuek" Syilla tertawa mendengar cerita tentang masa lalu uminya.
"Umi kamu itu baik banget, dulu tiap umi ada perlu umi kamu selalu siap mengantarkan kemanapun, ya kan umi tinggal di pesantren jadi nggak ada kendaraan. Terus pernah umi izin pulang dari pesantren, bukannya pulang ke rumah, umi malah pulang ke kost umi kamu" Syilla hampir tak percaya dengan penuturan nyai Fatimah tersebut.
"Itu atas usul umi kamu, karena umi kamu kasian sama umi yang tinggal di pesantren, susah kalau mau izin keluar, apalagi pas itu lagi ngerjain skripsi yang mengharuskan praktek diluar pesantren, mungkin umi bisa gagal ikut wisuda tahun itu kalau saja umi kamu tidak meminta umi tinggal di kostnya" lanjut nyai Fatimah. Kemudian membawa Syilla pada pelukannya, pelukan yang sangat Syilla rindukan hingga tak terasa air mata telah membasahi pipinya.
Terakhir ia berpelukan dengan nyai Fatimah ketika ia ikut khataman bil hifdzi pondok Al Furqon, sekitar 5 tahun yang lalu, saat ia menduduki kelas 10 MA. Nyai Fatimah saat itu mencoba memberi ketenangan pada Syilla yang sedih karena teringat uminya.
"Hlo kok malah nangis" nyai Fatimah membelai kepala Syilla yang tetutup kain kerudung untuk memberikan keterangan.
Syilla menangis karena teringat uminya setelah mendengar cerita tentang uminya, tapi dia juga bahagia bisa kembali dekat dengan nyai Fatimah yang sudah ia anggap seperti uminya sendiri, begitu pula nyai Fatimah juga menganggap Syilla seperti putrinya. Dulu saat kecil Syilla dekat dengan keluarga Gus Fian, namun sejak Gus Fian pergi mondok Syilla sedikit berubah, mulai dari panggilannya kepada nyai Fatimah yang dulu memanggil 'umi' menjadi 'bu nyai' seperti santri pada umumnya, begitu juga dengan sikapnya. Dia bersikap layaknya santri pada bu nyainya, karena dia tidak ingin di anggap 'anak emas' oleh santri lainnya, meskipun itulah kenyataannya.
Sebenarnya sedari tadi ada seseorang dibalik pintu kamar tamu yang ditempati Syilla, dia hendak memenggil nyai Fatimah karena telah ditunggu kyai Furqon untuk makan malam di ruang makan. Tapi melihat uminya tengah memberi Syilla kekuatan lewat pelukannya membuat Gus Fian memilih bersembunyi dibalik pintu, dan ketika dirasa sudah tepat ia keluar dari persembunyiannya.
"Assalamualaikum"
"Wa'alaikum salam" jawab nyai Fatimah dan Syilla kompak. Syilla segera melepas pelukannya pada nyai Fatimah, kemudian buru-buru menghapus sisa air matanya di pipinya.
"Maaf mengganggu, umi sudah ditunggu Abah di meja makan" Gus Fian menyampaikan tujuannya.
"Oo ya Al. Emm... Yuk Syilla ikut makan malam sekalian, kamu belum makankan?" Ajak Nyai Fatimah pada Syilla.
"Tidak umi, terimakasih. Syilla makan nanti saja" Syilla hanya merasa tidak pantas beras satu meja makan dengan keluarga ndalem.
"Ya sudah nanti biar umi minta mbak Alfi ngantar makan malam buat kamu"
"Terimakasih banyak umi, malam merepotkan"
"Nggak, umi tidak pernah merasa direpotkan. Kamu itu putri umi. Ya sudah umi ke meja makan dulu ya, sudah ditunggu abah, wassalamu'alaikum"
"Wa'alaikum salam" jawab Syilla kemudian nyai Fatimah meninggalkan Syilla diikuti Gus Fian yang sebelumnya tersenyum tulus kepada Syilla sebelum mengikuti uminya.
______
"Al, gimana kamu sudah menemukan yang pas belum?" Tanya kyai Furqon setelah selesai menyantap makan malamnya. Gus Fian hanya tersenyum kikuk karena bingung harus menjawab apa.
"Bukannya apa, kamu tahu sendirikan abah ini sudah tua, sudah kuwalahan kalau harus mengurus pondok yang santrinya Alhamdulillah semakin banyak. Kini giliran kamu meneruskan, tapi umimu juga butuh pengganti, jadi ya kamu harus segera menikah" lanjut kyai Furqon sambil terkekeh.
"Nggih abah, Al paham. Al sudah mempersiapkan semuanya, Al juga sudah meminta izin pada orang tuanya tinggal nanti Al bersama abah dan umi datang untuk mengkhitbah"
"Alhamdulillah" kyai Furqon dan nyai Fatimah kompak.
Syilla yang hendak ke kamar mandi tidak sengaja mendengar perkataan Gus Fian.
'Ya Allah kenapa rasanya begitu sakit, padahal sebelumnya Syilla sudah berusaha menghilangkan rasa ini. Memang seharusnya dari awal Syilla tidak menaruh rasa jika tahu akan semenyakitkan ini' batin Syilla.
___________________________________________
*Alhamdulillah akhirnya update setelah beberapa hari nggak update.
Dan author mau minta maaf, sepertinya mulai hari ini nggak bisa update setiap hari seperti sebelumnya karena author ada kesibukan lain😁___________________________________________
Jangan lupa untuk vote and comment
Follow ig : @_malicha21
Terimakasih 💕
Jum'at, 15 Mei 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Gus Al
Romance_____________________________________________ Arsyilla Humairah Ramadhani biasa dipanggil Syilla, santri senior yang kini menjabat sebagai lurah pondok di Pondok Pesantren Al Furqon Kediri. Dia cantik tapi terkenal tegas kepada para pelanggar qonun...