Pernah kah kamu merasa sangat kosong? Jae barangkali telah lama merasakan perasaan itu. Semangat menggebu masa muda telah hilang seiring dengan berjalannya waktu. Saat ia menatap cermin, Jae bisa melihat wajahnya yang sangat lelah. Kulit pucat dan kantung mata menghitam, serta tubuhnya yang seperti kehilangan energi.
Saat masih SMA, Jae percaya ia bisa jadi politikus bersih yang bisa mengubah dunia. Impian itu dulunya menggebu-gebu. Saat ia masuk kuliah, Jae merasa bahwa ia bisa memegang dunia. Bahwa impiannya tinggal selangkah lagi. Hanya saja realita seringkali tidak berjalan sesuai dengan ekspektasi bukan?
Hidup Jae barangkali merupakan sebuah plot twist, karena di awal-awal semester kuliahnya, ia malah diterima masuk oleh sebuah agensi besar di Korea. Membuatnya terbang dan tinggal bermil-mil jauhnya dari kedua orang tua nya di LA.
Ia kemudian ditempatkan sebagai gitaris di sebuah band dengan Brian—oh Young K, dia ngotot di panggil Young K di depan kamera. Tapi Jae selalu suka memanggilnya begitu. Lalu Sungjin, Wonpil, dan Dowoon. Mereka dulunya 5LIVE sebelum kemudian mengubah namanya menjadi DAY6.
DAY6 merupakan sebuah perjalanan yang panjang. Semangat membara saat mereka nge-gigs di festival-festival ataupun bar, merupakan sebuah pencapaian besar pada masa itu. Membagikan permen serta stiker dengan logo DAY6 sangatlah menyenangkan. Jae ingat ia pernah bilang pada Brian, "Kita akan jadi bintang besar, man." Yang kemudian dijawab oleh Brian dengan, "Tentu saja. Saat itu terjadi, ayo membuat musik yang legendaris."
Janji itu terasa seperti sebuah doping untuk Jae. Ia melupakan impiannya jadi poilitikus dan hanya ingin membesarkan nama DAY6 dengan segala kerja keras nya.
Satu tahun setelah debut, realita kembali tidak bersahabat. DAY6 sepi job. Mereka terpaksa manggung di beberapa bar tanpa bayaran, dan hanya mengandalkan media sosial sebagai bentuk dari promosi.
"Nggak apa-apa. Lain kali kita pasti bakal terkenal. Nggak ada hasil yang mengkhianati usaha." Itu kata Sungjin saat Jae cukup terpuruk karena kejelasan karir mereka sangatlah abu-abu. Sementara itu ibu nya masih saja memaksa Jae untuk kembali ke LA dan melanjutkan kuliahnya, daripada menghabiskan waktu nya di band yang bahkan belum punya kejelasan karir. Tapi Jae punya kepercayaan itu, bahwa suatu hari hasil dari kerja keras mereka akan terbayarkan.
Tentu saja hal itu dibuktikan dengan project mereka di tahun berikutnya, yang kemudian membuat DAY6 mulai terkenal. Brian dan Wonpil menghabiskan sebagian waktunya menulis lagu di studio selama dua belas bulan. Jae berlatih sangat keras akan permainan gitar nya. Jari-jari nya sering kali berdarah dan punya banyak goresan. Hari demi hari berlalu begitu saja.
Ketenaran mereka naik begitu cepat. Hanya saja, tekanan demi tekanan itu terus berdatangan. Jae ingat itu hari yang dingin saat mereka harus mengisi acara di salah satu channel TV. Meskipun DAY6 sudah mulai naik daun, namun nama mereka di Korea belum sebesar itu, itulah mengapa jadwal syuting mereka ada di pagi hari.
Jae yang pada dasarnya punya insomnia akut, terpaksa tidak tidur semalaman dan mandi pukul dua pagi saat manager mereka datang ke dorm dan berkata bahwa sudah saatnya mereka berangkat.
Meskipun agak mengantuk di perjalanan, saat sampai DAY6 disambut banyak paparazzi. Mereka turun dari mobil van dan dihujani lampu-lampu jepretan foto di sepanjang jalan. Jae hampir limbung karena perasaan cemas dan rasa lelah karena belum tidur. Tapi Wonpil yang meskipun lebih pendek, menepuk bahunya, dan tersenyum lebar yang menular. "Hyung, kau baik-baik saja?"
Jae ingin bilang bahwa ia tidak baik-baik saja, tapi gantinya ia tersenyum, "Aku nggak apa-apa, Wonpil." Lalu menyeringai bercanda seolah ia sungguhan baik-baik saja. Jae tau bahwa bukan hanya dirinya yang lelah. Sebagian waktu mereka habiskan untuk mempromosikan lagu, pergi ke acara-acara televisi, dan malamnya mereka menghabiskan waktu untuk berlatih sampai subuh. Rasanya sangat tidak pantas jika ia mengeluh lelah.
Disepanjang jalan Jae harus tersenyum dan melambai, senyumnya terpatri lebar, tapi disudut hatinya Jae merasakan kecemasan, juga kekosongan yang mulai menggerogoti jiwa nya.
.
.
.
Ketenaran DAY6 tidak berhenti semenjak mereka menghabiskan satu tahun merilis lagu tiap bulan, project EveryDay6 yang sukses besar. Semenjak itu nama DAY6 terus melambung. Mereka bahkan melakukan tour sampai ke Eropa.
Sebagai ganti dari menyemangati diri nya sendiri, Jae selalu mengingatkan para fans bahwa terluka sebentar itu tidak masalah, bahwa menjadi lemah kadang-kadang pun juga manusiawi. Atau mengingatkan betapa ia ingin para fans nya berbahagia. Barangkali ucapan yang ia tunjukkan untuk para fans sebenarnya sebuah metafora untuk dirinya sendiri. Bahwa jauh di lubuk hatinya, Jae ingin dirinya berbahagia.
"Jae, kau belum tidur?" Adalah ucapan Brian kala cowok itu mengetuk pintu kamar nya. Jae yang memang belum tidur, beranjak dari ranjang dan membuka pintu.
"Ugh, yeah, belum." Ujarnya. Brian berdiri di depan pintu dengan apron hitam dan senyum lebar. Ini pukul empat pagi dan aroma masakan Italy menguar dari dapur yang letaknya dekat dengan kamar Jae.
"Mau makan masakan ku bersama?"
Jae tertawa, "It's literally 4 A.M, Brian." Ujarnya, tapi ia melangkah bersama dengan Brian ke dapur.
Di meja makan, beberapa piring penuh dengan Pasta dan Fettuccine yang masih panas. Aroma masakannya benar-benar menggugah selera. Jae duduk dan bisa mendengar suara perut nya yang bergemuruh.
"Aku memasak terlalu banyak." Ujar Brian yang kini duduk di hadapan Jae dengan apron yang sudah dilepas.
"Ini sih bukan masakan mu yang terlalu banyak, tapi memang porsi makan super besar mu." Gurau Jae seraya menyendok Pasta yang langsung meleleh di mulutnya. "Ugh, enak." Puji Jae.
"Aku sih mau saja menghabiskan semuanya, tapi nanti siang aku ada jadwal. Aku nggak mau muka ku bengkak saat syuting."
Setelah menghabiskan semangkuk penuh Pasta dan setengah piring Fettuccine, Jae kekenyangan. Rasanya ia sudah lama sekali tidak makan dengan senikmat ini. Belakangan ini pikirannya begitu berisik dan alih-alih menikmati makanan, Jae lebih sering menghabiskan waktunya untuk berpikir.
"Hyung, aku dengar tentang hasil test mu bulan ini." Brian membuka suara takut-takut. Meski begitu suaranya terdengar serius.
"Oh...." Bisik Jae. "Sungguh aku hanya cemas."
"Itu bisa jadi sesuatu yang berbahaya jika kita tidak menanganinya dengan benar. Kau tau benar tentang itu, hyung."
"Aku tau. Aku merasa diriku seperti Zombie. Aku mulai kehilangan semangat ku dan pikiran ku benar-benar berisik." Ujar Jae. "Setiap hari menjalani kegiatan yang begitu padat, pulang-pulang aku sudah lelah. Aku mungkin saja tampak bahagia di depan kamera, tapi di belakang itu, kau tau sendiri Brian, ada sebuah luka yang perlahan tumbuh."
Barangkali itu pertama kalinya Brian mendengar Jae benar-benar mengeluh. Tapi alih-alih menganggap itu sebagai sebuah keluhan, Brian merasa bangga karena akhirnya Jae jujur pada dirinya sendiri.
"Ayo kita ambil cuti." Ucap Brian.
Jae bersumpah bahwa Brian yang sedang serius terlihat menakutkan, tapi ketika ia membuka mulut untuk bersuara, Brian sudah berdiri dan memeluknya, "Nggak apa-apa menjadi lemah sebentar, hyung. Kau sendiri yang bilang begitu. Nggak apa-apa beristirahat sebentar. Kita ini manusia. Bukan mesin. Ayo, kita ambil cuit dan berbahagia."
Hari itu, Jae tidak pernah merasa se-lega itu sebelumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
tbou: the . demon // DAY6 ✓
FanficDalam setiap hubungan, selalu ada rintangan. Dan terkadang, iblis dalam diri masing-masing lah yang memicu perpisahan. a short story based on DAY6 album, The Demon.