10. Penghianatan

78 14 22
                                    

"Hapus air mata lo. Gue paling gak suka liat cewek nangis."

Gadis ini menangkup kedua pipinya yang basah dipenuhi jejak air matanya. Napasnya masih tak beraturan, kini ia menutup buku bersampul abu-abu nya.

Suara serak nan dingin itu sangat familiar ditelinganya.

Belum sempat gadis ini membalikan badannya, sosok lelaki yang mengganggu aktivitasnya malam itu kini muncul dihadapannya.

Sosok lelaki yang tak akan Vanila kira kedatangannya.

Dia adalah Felix.

Lelaki yang merupakan anggota Band The Gangbang yang kini sudah mengundurkan diri. Salah satu teman dekat Coklat. Yang entah mengapa secara tiba-tiba muncul begitu saja di rooftop kamarnya.

"Kayaknya gue dateng diwaktu yang salah deh,"

Lelaki yang menggunakan kaos turtle neck putih itu duduk disofa kamar Vanila tanpa permisi. Kemudian mengunyah permen karet rasa strawberry miliknya. Sudah menjadi ciri khas Felix yang selalu mengunyah permen karet saat sedang berbicara dengan orang lain.

"T-tumben kesini, ada apa?"

Gadis ini agak sedikit kikuk. Pasalnya Felix melihatnya menangis beberapa waktu lalu. Membuatnya kini merasa kaku dengan lelaki yang sedang menatapnya secara terang-terangan.

Memang ini bukan kali pertama Felix datang kerumahnya, apalagi langsung menyelinap kedalam kamarnya. Itu hal yang biasa. Felix adalah teman dekatnya saat SMP dulu, jadi dia sudah hafal benar denah rumah Vanila sehingga bisa menyelinap ke kamar gadis ini dengan seenaknya. Tapi terasa sedikit aneh jika Felix tiba-tiba berkunjung malam-malam seperti ini, jika bukan karena hal penting yang mendesak.

Oke, jika kalian berpikir Felix merupakan lelaki pembuat onar hanya dengan mengingat insiden saat konser beberapa waktu lalu, kalian salah besar. Felix termasuk lelaki cuek yang tak banyak tingkah, terkecuali pada teman dekatnya. Dan sebenarnya gadis ini sedikit ragu, dengan tuduhan Coklat pada Felix, bahwa Robert sudah main perempuan, karena sejauh Vanila mengenal Felix, lelaki ini bukan tipe orang yang suka menyebarkan informasi tak benar pada orang lain. Apalagi Coklat adalah sahabatnya.

"Boleh minta waktu lo sebentar?"
Tanya Felix langsung pada intinya.

Gadis ini menganggukan kepalanya pelan, seraya merapikan buku dan penanya yang berserakan dilantai.

"Gue tunggu dibawah,"

Lelaki itu berlalu pergi, menuruni setiap anak tangga dengan agak tergesa.

Vanila segera memakai cardigan ungu panjang miliknya, untuk menutupi piyamanya yang terlalu terbuka. Gadis ini mengikat rambut coklat tuanya, kemudian mengambil sling bag miliknya yang tertaut pada sebuah gantungan.

Ia bergegas turun dari kamarnya, menyusul Felix yang sudah menunggunya dibawah.

Saat ia turun, gadis ini mendapati Felix yang sedang terdiam sambil memperhatikan sesuatu, entah apa yang lelaki ini perhatikan dengan tatapan seserius itu, tapi saat Vanila mengikuti arah pandangnya Felix sudah lebih dulu menarik pergelangan tangannya.

Sebelumnya Vanila sudah berpamitan pada Mamanya dan seperti biasanya Mamanya tetap tak mempedulikannya. Vanila penasaran jika ia hilang Mamanya akan mencarinya atau tidak? Ah, Vanila tidak yakin.

Felix menyalakan mesin mobilnya. Mobil hitam itu melesat menembus malam. Melewati setiap jalan dengan pencahayaan temaram.

Syukurlah Felix tak membahas perihal saat gadis ini menangis tadi. Setidaknya gadis ini lega karena Felix tak terlalu memperhatikan itu.

Coklat dan VanilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang