13. Perginya Vanila

38 3 0
                                    

  Renald mengusap pipinya dengan kasar. Lelaki ini masih sulit mempercayai kejadian yang menimpanya pada beberapa waktu lalu. Baru kali ini Renald melihat Vanila semarah itu,

hingga menamparnya.

Menamparnya dengan sangat keras hingga meninggalkan jejak berwarna merah pada pipinya. Sedangkan pada Coklat, ia tak melakukan hal apapun. Padahal Coklat yang seharusnya mendapatkan tamparan itu dari Sang adik. Bukan dirinya.

"Kau harus mempertanggung jawabkan semuanya, bajingan brengsek!" Gertak Renald.

Renald menarik kerah kemeja Coklat, hingga lelaki ini berjinjit. Kemudian, Renald memukul perut Coklat hingga lelaki itu tersungkur ke lantai.

"Kau lah yang memulai semuanya dari awal." Dingin Coklat.

Namun Renald tak menghiraukannya. Lelaki itu memilih untuk pergi dari kediaman rumah duka, meninggalkan Coklat yang tengah merintih kesakitan disana. Ia ingin kembali ke Apartmennya. Sesungguhnya, tak ada hari yang melelahkan selain hari ini.

Saat lelaki ini melangkahkan kakinya dengan pelan, tiba-tiba sesosok wanita dengan pakaian hitam dan separuh wajahnya yang berusaha ditutupi oleh pashmina, itu berjalan dengan langkah yang terlihat seperti mengendap-endap.

"T-tante Valerie?"

Langkah wanita paruh baya dihadapannya ini seolah tercekat. Valerie segera menutupi wajah tirusnya dengan pashmina hitam, dan mulai berlari menjauh dari sosok pemuda yang terus memanggilnya. Renald sudah mengejar Valerie, tapi ia tetap kalah cepat. Mungkin karena efek terlalu lelah hari ini.

Lelaki ini pun menghentikan langkahnya. Setengah berjongkok, sambil menopang kedua lututnya.
Kedua alis Renald menyatu, semua yang terjadi hari ini benar-benar membuat kepalanya ingin pecah rasanya. Sepertinya Renald harus benar-benar beristirahat, tapi—

Ia tak mungkin meninggalkan Adik manisnya seorang diri dengan kondisi kalut seperti ini. Walaupun mungkin saja, Renald pasti akan kembali diacuhkan oleh Vanila.

Saat Renald membalikan badannya, pandangannya bertemu dengan sesosok gadis berambut sebahu, gadis itu menatapnya dengan tatapan sulit diartikan.

Kini, Renald tak mungkin salah. Gadis dihadapannya ini adalah gadis menyebalkan yang tak sengaja bertemu dengannya disebuah mini market.

"Lo yang waktu itu kan?" Ujar keduanya secara bersamaan.

"Lo ngapain disini?"

"Justru lo yang ngapain disini!"

Samira mengutuk dirinya sendiri. Seharusnya ia tak lewat pintu utama, jika berakhir bertemu dengan lelaki menyebalkan yang berebut pisang di mini market pada beberapa waktu lalu dengannya. Memalukan memang.

"Gue Kakaknya, Vanila. Jadi gua berhak hadir disini." Renald tak mau kalah.

"Gue sih oh aja."

Gadis ini kemudian berlalu pergi, tak mempedulikan Renald yang sudah mengumpat kata-kata kasar untuknya.

Tapi tiba-tiba lelaki menyebalkan itu menarik lengan pakaiannya. Catat! Bukan pergelangan tangannya.

Samira menarik napas jengah, ketika matanya kembali bertemu dengan lelaki berambut blonde dihadapannya.

"Nih,"

Renald memberikan sebuah gelang berwarna merah pada Samira. Yang terjatuh di mini market pada beberapa waktu lalu.

"Ko gelang ini bisa sama lo?" Samira mengintimidasi Renald.

"Bisa lah."

"LO NYOLONG YA?!"

Coklat dan VanilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang