Adela Aurora

12 8 3
                                    

“Selamat pagi, istri.” Adela, yang baru saja memasuki halaman sekolah. Atau lebih tepatnya baru masuk gerbang, sudah dihadiahi pangeran tampan tapi-- ah you know lah.

Siapa lagi?

“Ngapain, sih?” Adela memutar bola matanya kesal. Abrisam terkekeh lalu menepuk kepala Adela seperti anak anjing.

“Kosa kata kamu itu-itu aja gak kreatif, ah,” ujar Abrisam mengerucutkan bibirnya “Yang lain, kek, misal. Eh, suamiku, selamat pagi. Aku bikinin sarapan yah.”

Kali ini, entah kenapa Adela tidak memerah seperti biasanya. Ia malah mendengus kesal mendengar penuturan Abrisam. “Dasar aneh!” Adela mempercepat langkahnya, namun percuma, Abrisam lebih tinggi kakinya. Jadi Adela dengan mudah tersusul kembali.

“Mau punya anak berapa?” celetuk Abrisam membuat Adela memerah sepenuhnya. Anak? Menikah saja belum. Sepertinya moral Abrisam perlu dipertanyakan. Ah Adela terperangah, bukan belum, tapi tidak akan menikah dengan cowok mesum seperti Abrisam!

“Gak jelas!” Adela berlari tanpa menghiraukan Abrisam.

“Itu persiapan, biar nanti pas udah nikah gak perlu diskusi.”

“Abrisam apaan, sih?”

“.....”

Adela hanya pasrah karena Abrisam hama yang sulit sekali dihilangkan.

“Adel,” seru Abrisam. Adela hanya diam saja. “Tau huruf abjad setelah H gak?”

Adela memutar bola matanya, ia sudah dapat menebak pasti, kalau Abrisam akan melontarkan kata-kata gombal.

“Z,” celetuk Adela sebal.

“WOW BRAVO. Itu loncatan yang sangat fantastis. Bagaimana kalau kita meloncat untuk langsung menikah tanpa pacaran?”

“Abrisam, lo ngomong apaan, sih?” geram Adela terlewat kesal “Ngomong sama dinding sana!”

“Dinding, kok Adela jadi bawel gini, ya?” tanya Abrisam melirik dinding. Sumpah! Adela ingin menonjok wajahnya jika ia berani. Sayangnya dia hanya seorang cewek yang pemalu. Adela hanya diam saja dan fokus dengan arahnya.

“Selamat, lo nanti gue undang ke nikahan kita, Ding.” Adela, bagaimanapun menganggap Abrisam orang gila baru.

“Lo bawa kado yang bagus, oke? Buat istri gue,” ujar Abrisam “tos dulu dong.” Abrisam melakukan tos ala pria dengan dinding.

“Woi! Abri! Lo ngapain!” teriak Anton menghampiri Abri yang sudah seperti orang gila karena berbicara dengan dinding, ah, bahkan melakukan tos?

Adela yang mendapat kesempatan langsung berlari meninggalkan mereka. Abrisam melirik Adela lalu melirik Anton “Gue lagi kirim undangan,” jawab Abrisam santai merapikan bajunya.

“Undangan? Apaan? Ultah lo masih lama!”

“Pernikahan.”

“Abri, lo--”

“Nikahan gue sama Adela, dinding ini gue undang. Karena Adela nyuruh gue buat ngomong sama dinding ini, jadi dia temen baru gue,” jawab Abrisam santai membuat Anton menonjok bahunya.

“Stres!” Anton meninggalkan Abrisam dan menggeleng-gelengkan kepalanya beberapa kali. Demi apapun! Abrisam harus diseret ke rumah sakit jiwa!

“Lah, Ton! Lo kesambet apaan! Sensi amat!” teriak Abrisam mengejar Anton. Anton semakin menghindar membuat Abrisam kesusahan.

“Lo yang kesambet dasar stres!” teriak Anton lalu mereka berakhir dengan kejar-kejaran.

*

“Bro, sumpah, si Abri harus di bawa ke rumah sakit jiwa!” ujar Anton serius kepada Bian dan Langit.

“Gila, lo!” Tonjok Bian pelan pada bahu Anton.

“Nih, ya, tadi pagi. Dia ngomong sendiri sama dinding, ngelakuin tos lagi!”

“Lu serius?” tanya Langit mengernyitkan dahi “Ah, masa sih,”

“Serius lah gue,”

“Hehe,” Abrisam terkekeh menghampiri mereka bertiga “Sumpah, gue becanda kali Ton. Lu serius amat!”

Anton bergidik melihat Abrisam datang. “Gue rela bodoh demi Adela,”

“BRO!!!!” teriak Bian tidak tahan dengan favoritisme-nya. Abrisam terlalu bias! “Woi, cewek juga bakal geli kalo lo terlalu fanatik!”

“Serius, bro! Lu ... ah gila parah,” lanjut Langit. Anton hanya menatap Abrisam lekat.

“Bodoamat.” Abrisam duduk di sebelah Anton sembari menyenderkan bahunya. Ia menengadah dan tertawa kecil. “Gue kok bisa suka sama si Adela ya,”

“Semua cowok juga suka kali!” celetuk Langit “Cuma, ya, kita mah gak bias kek lu,”

Abrisam kaget mendengar perkataan Langit dan menatapnya serius “Serius lu,” Langit mengangguk.

“Gue sama Langit aja pernah deketin dia pas dia sering sama si Erika, ya, tapi, susah broo. Apalagi si Erika kek mak-mak rempong yang jagain Adela,”

Abrisam hanya diam saja menghela napas, dia pikir hanya Ciko saja saingannya. Ternyata sahabatnya pun bisa menjadi saingan, tapi, untunglah mereka bejat, jadi Adela tidak akan pernah mau. Berbeda dengan dirinya, 'mantan bejat' sejak kenal Adela. Huh? Apa bedanya. Abrisam melirik Anton, yang dilirik hanya menatap Abrisam lekat daritadi. Abrisam meloncat ke arah Bian.

“Ton, lu gak homo kan?” teriak Abrisam “Gue tahu gue ganteng, tapi jangan gue lah! Gue maunya sama Adela,”

Anton tercengang mendengar perkataan Abrisam “Bacot lu!”

“Lah, terus ngapain liatin gue kek gitu,”

“Gue cuma lagi mikir psikiater yang mana yang cocok buat lo,”

“Anton!” teriak mereka bertiga. Anton hanya diam saja kalem.

Anton memang yang paling waras dalam artian gak pernah main-main sama cewek, paling serius, juga ... paling babon.

====================

Love
-Abrisam Lesmana♡
Mei 2020

ABRISAM AURORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang