Monsters Under The Bed

2.8K 324 34
                                    

Notes

So, I don't know if this makes sense, i couldn't create coherent ideas my mind wasn't really well organized but i've re-drafting so much that i might just eager to put something here (on wattpad) so, can't say happy reading this short chapter but if you're enjoying this, thank you.

And i'm sorry this might be triggering for some people.

***

"Ayaka..."

"Hmm."

"Kamu nggak tidur dari tadi?"

"Lagi pengen lihatin kamu tidur. I like it when you sleep, for you are so beautiful yet so unaware of it... Ahh." Ia mengaduh pelan setelah terkena timpukan guling yang kuayunkan padanya. Bagaimana bisa tiba-tiba ia mengutip judul lagu dan menyuarakannya padaku begini yang meski manis, itu menggelikan.

Aku baru bangun. Pukul 1 lebih 16 menit, malam hari, saat aku membuka mata lantaran merasakan kasur yang kutiduri bergerak-gerak. Arsyaka terlihat duduk diam memandangku sambil memeluk lututnya, padahal tadi lewat tengah malam ia sudah memelukku untuk tidur. Aku tadi mampir kemari setelah ditelepon Bhiyan, katanya Arsyaka sakit meski sampai sekarang aku belum tahu sakit apa. Bhiyan hanya berkata, 'agak' sakit dan tidak memberi penjelasan lanjutan. Pun dengan laki-laki di depanku saat ini.

"Nggak bisa tidur," ujarnya pelan yang belum aku respons karena sedang menguap lebar. "Kamu ngantuk banget?" lanjutnya bertanya.

Ini memang masih weekday. Aku masih punya segudang pekerjaan bahkan tadi pun kemari setelah aku lembur di kantor. Belum sempat membayar sleepless night-ku sebelumnya. Makanya aku langsung tertidur begitu menyentuh kasur. Tidak sempat berbicara panjang lebar dengannya.

"Ya gitu." Aku membangunkan tubuhku dan bersandar di headboard. Tangannya terulur menyentuh pipiku yang basah karena ada air mata yang keluar setelah menguap berkali-kali. Menghapus linangnya pelan.

"Yaudah kamu tidur aja lagi." Suaranya serak dan rendah. Tidak bernada membentak tapi menyuruhku untuk melanjutkan tidur.

"So, what's wrong?" Aku membuka diskusi meski masih sambil mengumpulkan kesadaran. Akan sia-sia aku kemari kalau tidak tahu apa-apa hanya numpang tidur saja. Arsyaka melipat kakinya kini bersila.

Aku memandang mukanya yang diam. Hanya kedua kelopak matanya yang berkedip membasahi bola matanya yang masih terlihat bersinar merefleksikan cahaya lampu tidur di samping kami, meski temaram. Entah hitungan detik keberapa ia kemudian membuka bibirnya, masih bersuara pelan meski kali ini dengan sedikit senyum terulas.

"Nggak apa-apa."

"Nggak-" Nggak mungkin nggak ada apa-apa, Arsyaka. 

Tapi aku tidak melanjutkan kalimatnya keluar, cukup di kepalaku. Aku tidak bisa memaksa kalau memang ia belum ingin bercerita atau berbagi. Kadang-kadang begitu, manusia terlalu sulit. Trying hard to deny that we need other people in attempt to not being the burden. Meski Arsyaka bukan bebanku.

"Nggak apa?"

"Ya udah kalau nggak ada apa-apa. Sekarang istirahat, yuk?" Terlalu singkat memang konversasi kami tapi lama juga tidak menghasilkan apa-apa kalau Arsyaka belum mau cerita. Akan lebih baik dibahas nanti lagi setelah kami cukup tidur. That said sleeping is for the weak but we humans are weak.

Arsyaka mendekat merebahkan badannya lagi di sampingku. Hanya memeluk longgar. Ia tidak menyanyikan lullaby. Hanya diam dan meskipun kepalaku makin penuh dengan asumsi nyatanya aku lelap juga setelahnya, terlalu lelah.

Dari JanuariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang