Yang Penting Bersama

2.8K 336 17
                                    

Sore sore ada suara motor berhenti di depan kontrakanku. Aku yang lagi menyetrika kemudian menghentikan diri sejenak buat mengecek ke depan. Siapa tahu ada paket datang entah buatku atau Aya, meski kami jarang pakai alamat rumah, lebih sering alamat kantor aja karena banyak jam dipakai di kantor.

Ternyata bukan. Mas-mas itu nggak datang sambil bawa paket. Ia datang mengendarai motor CBR dan mengenakan jaket kulit hitam. Saat melepas helm baru aku sadar kalau itu Arsyaka. Lah, Arsyaka?

"Hei, sibuk nggak?"

Sejak keluar aku hanya berdiri diam. Terbengong mengamati gayanya yang beda banget. Maksudku selama ini ya aku lihat dia pakai mobil begitu atau kalau pakai motor pun sebagai penumpang, dibonceng tukang ojek. Enggak versi mengenakan jeans gelap, jaket kulit warna hitam, lalu melepas helm yang... yang... SUMPAAAAAH YAA KERASA GAGAH BANGET NGGAK BOONG aku jadi senyum-senyum.

"Heh, malah melamun ditanya juga." Ia merapikan rambut yang berantakan sehabis melepas helm dengan cara menyugar kasar pakai jari ke belakang yang bikin aku menggigit bibir. PLIS BISA NGGAJ AKU NIKAH HARI INI AJA HUHU PANAS NYUT-NYUTAN. BAWAANNYA PENGEN DIGERET KE KAMAR AJA.

"Enggak sibuk sih, tapi lagi nyetrika bentar lagi kelar. Kenapa?"

"Hmmm, jalan-jalan yuk?"

Arsyaka ngajakin aku jalan-jalan sore pake motor. Sebuah hal yang enggak biasa banget. Meski tadi di rumah pakei ribut dulu memilih tujuan mau kemana, yang akhirnya belum juga terpecahkan tapi kita udah berangkat dulu keburu malem, entar aja lah masalah tujuan yang penting jalani dulu. 

"Kok ngide sih pake motor?"

"Ya kan kamu pernah bilang pengen." Iya ya? Suka lupa ih. Kayaknya dulu pernah pas di mobil trus ngeliatin orang boncengan pakei motor tuh kayaknya seru.

"Trus ini motor dapet dari mana?"  

Ini dia lagi pake motor seri cbr yang mahal begitu kan rasa-rasanya tidak mungkin ada di rentalan.

"Punya Mas Pram." Bisa bisanya.

"Helmnya juga?"

"Enggak helmnya aku pinjem dari Kak Lea." 

Dulu aku selalu iri sama yang pacaran naik motor karena bisa senderan. Beneran deh ya sesederhana itu iriku tapi ini gara-gara mengalami sendiri jadi tahu rasanya dan tambah iri. Senderan di punggung Arsyaka yang kokoh itu lalu wangi parfumnya tercium dari belakang sini. Masih segar meski sudah tercampur sama bau keringatnya yang justru memunculkan aroma khas Arsyaka. Atau jangan-jangan keringat Arsyaka juga wangi. Entah lah pokoknya enak. Aku jadi mengeratkan pelukan.

Karena hari sudah sore, kami jadi punya ide buat sore santai melihat sunset. Makanya kami memilih pergi ke arah pantai. Tapi ya sekali lagi kisah ini tuh bukan kisah eftivi yang bakalan indah dan mulus banget gitu enggak. Tahu nggak kenapa? Di tengah jalan tiba tiba gerimis! Beneran tiba-tiba soalnya tadi pas Arsyaka ke rumah masih panas. Memang cuaca bulan-bulan ini sudah kayak moodswing, cepat sekali berganti. 

"Na, gimana dong ini?" Arsyaka bertanya sedikit berteriak dari balik helmnya.

"Hahahhaha." Trus aku malah ketawa. "Ada mantel nggak?"

"Enggak.." Memang anak motor amatiran sih jadi nggak persiapan.

"Yaudah deh trobos aja mau?" Aku memberi ide asal.

"Beneran ini trobos aja?"

"Ya mau gimana ini juga udah kepalang basah, Ayaka." Emang sebenernya kami berdua sudah basah. Hujannya deres banget. Mungkin juga bakal cepat berhenti jadinya aku mengusulkan begitu.

Dari JanuariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang