Scene 3

31 14 5
                                    

"Kita emang gak seharusnya bersama Nay, jangan pernah ganggu hidup gue lagi. Gue kecewa sama Lo!"

"Gue bisa jelasin Jun, jangan pergi gue mohon." Dia menepis tangan gue.

"Cukup sampe sini aja, kita gak usah berhubungan lagi, anggap hubungan ini gak pernah ada." Dia melangkah pergi, punggungnya menjauh membaur dengan kegelapan.

Gue menggeleng cepat, "Arjuna, jangan tinggalin gue, Juna!"

Duarrrr!!!

Suara menggelegar ngebuat gue terlonjak, sontak kedua mata gue terbuka lebar. Gue terbangun dari tidur. Jantung gue berdegup kencang, bersamaan dengan nafas yang memburu tidak beraturan.

Pandangan gue menyapu sekitar. Ini kamar gue, ternyata cuma mimpi. Rintikan hujan deras terdengar dari luar, sesekali kilat menyusup disela gorden kamar. Menambah kesan menakutkan setelah mimpi buruk tadi.

Seketika pikiran gue terpusat pada kejadian semalam, besok adalah hari terakhir batas kesepakatan itu, gue bingung harus gimana sampe semalam aja gue gak sadar nangis dipelukan orang yang gak gue kenal. Oke, sadar gak sadar!

Gue lirik jam dinding ditembok kamar, jarum jam menunjukkan pukul tiga lebih, emang kayaknya gue harus menjernihkan pikiran, sebelum kalut dan akhirnya menyesal.

Gue turun dari ranjang bergegas menuju kamar mandi untuk ambil air wudhu, setelahnya solat tahajud.

Untungnya besok minggu, gue jadi gak khawatir tentang mata gue yang bengkak. Gue juga bisa nenangin diri, dengan gak ketemu Arjuna. Gue memutuskan untuk gak tidur lagi setelah solat subuh tadi, secangkir kopi susu mengawali pagi minggu ini.

Setelah selesai nyuci sepatu juga gue langsung kembali ke kamar, meneruskan menonton drakor kemarin lusa yang belum selesai. Anehnya gue, sekarang gue tumbuh jadi perempuan yang sedikit baperan. Virus bucin drakor dari Sabil, sukses ditularkan ke diri gue.

Gue kalo nonton emang suka gak tau waktu, tapi Alhamdulillah-nya gue masih ingat solat, walaupun agak telat.

Suara gerungan motor datang terdengar, itu seperti suara motor Oji. Tapi, gue baru ngeuh juga, abis dari mana dia? Sedari tadi pagi dia gak nampakin batang hidungnya. Gue juga gak tau perihal semalam, setelah gue diantar pulang oleh tuh cowok, gue gak ketemu Oji lagi. Kasian juga semalem di tinggal sendirian, tapi dia kan bisa minta tolong sama temennya. Ah! Semoga aja dia gak marah. Gue pun bergegas menuju kamarnya.

Gue berdiri tepat didepan pintu kamarnya, "Ji, Lo di kamar?" Gak ada jawaban,

Di luar kali yah? Gue langsung berjalan keluar, alhasil mengelilingi rumah dari belakang ke depan sambil meneriakkan nama tuh anak. Gak ketemu sama sekali, padahal motornya tadi ada, gue kembali jalan ke kamarnya.

"Ji, Lo di kamar?" Gue teriak lumayan kenceng, siapa tau nih anak emang budeg.

Sebenarnya gue bisa aja maen nyelonong masuk, cuma gue inget, Oji pernah marah pas gue ada di kamar dia waktu pinjem laptopnya. Asli marahnya serem bener, dia sampe ngediemin gue berhari-hari.

Tapi karena emang cuma kamarnya doang yang belum di jamah, gue beranikan diri buat masuk. Setelah kenop pintu di putar, gue dorong pintu sedikit demi sedikit.

Benar saja, Oji ada di kamarnya. Tapi kenapa gak nyaut waktu di panggil, tuh anak emang kurang ajar.

Dia tidur memunggungi gue, bed cover bercorak catur itu menyelimuti tubuh sampai ke lehernya. Gue mendekat lalu duduk di sisi kasurnya.

"Ji Lo abis dari mana tadi?" Hening.

"Lo tidur?" Dia masih diam, gue sedikit bingung, karena gak biasanya jam segini dia tidur. Apa dia sakit? Gue lalu berjalan memutar ke sisi ranjang satunya.

Stay BehindTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang