Rumah Kedua

562 155 17
                                    

Happy Reading ❤️

     Kalau berbicara tentang keluarga, mungkin gue gak seberuntung anak-anak lainnya, yang hidup dipenuhi dengan cinta dari orangtua. Perihal keluarga orang lain? Gue dengan senang hati selalu menampung setiap rasa sedih teman-teman dan memberikan mereka semangat serta dukungan.

     Tapi saat diri sendiri yang seperti ini, sangat tidak kuat mengutarakan isi hati. Rasanya berdiam diri dan menepi lebih baik daripada bicara sana-sini tanpa ada satu orang pun yang memahami. Ingin marah, ingin mengutarakan semua isi hati dan pikiran. Ngerasa kalo dunia ini ga adil, takdir kejam membuatku tidak merasakan apa bentuk cinta dari keluarga.

***

     Seorang gadis terduduk di lantai balkon kamar yang dingin. Ia memejamkan mata untuk menikmati hembusan angin malam yang menerpa kulit putihnya. Sedikit mencoba menghilangkan sesak yang kembali menyeruak, lalu ia memakaikan headset pada kedua telinganya agar tidak dapat mendengar perdebatan yang terjadi.

     Ia membuka matanya terlihat tatapan menerawang jauh kedepan, tatapan yang menyiratkan kesedihan, kehampaan, kekosongan, dan luka yang amat mendalam. Bulit-bulir air hujan dengan cepat turun membasahi kota dengan julukan Paris Van Java ini. Gadis tersebut membuka ponselnya lalu mengirimkan pesan kepada sahabatnya.


      Bian pun langsung bergegas menuju rumah Ara, tidak perduli dengan hujan yang membasahi dirinya, yang terpenting sekarang ia harus menemui Maira, karena ia tau bahwa dirumah Maira sekarang semuanya sedang tidak baik-baik saja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


      Bian pun langsung bergegas menuju rumah Ara, tidak perduli dengan hujan yang membasahi dirinya, yang terpenting sekarang ia harus menemui Maira, karena ia tau bahwa dirumah Maira sekarang semuanya sedang tidak baik-baik saja. Jarak rumah Bian dan Ara yang sangat jauh terasa sangat cepat karena Bian mengendarainya dengan kecepatan tinggi bak kilat yang sedang menentang awan.

     Ia pun memberhentikan motornya didepan seorang gadis yang berdiri didepan pagar rumahnya dengan baju yang basah karena air hujan. Ara yang melihat Bian ada didepannya langsung berlari memeluk, tangisan yang tadi ditahan sekuat tenaga akhirnya tertumpakan. Bian yang mengerti membalas pelukan Ara lalu menyuruh gadis tersebut untuk menaiki motor sport kesayangannya.

     “Ra kita ke rumah gue dulu ya, lo ganti baju dulu biar gasakit” ucap bian ditengah suara rintik hujan.

     “Gausah, gue pingin muter-muter sambil hujan-hujanan” bantah Ara.

     “Ra, lo bisa sakit nanti” ucap Bian.

     “Yaudah sih gapapa, orang gaada yang peduli juga kan sama gue” sahut Ara.

     “Ra nurut sama gue, sekarang ke rumah gue dulu ganti baju, terus kita muter-muter sepuas lo dengan catatan lo pake jas hujan” bujuk Bian dijawab anggukan oleh Ara.

Maira's Life [Proses Penerbitan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang