Apa yang terlihat baik di luar belum tentu baik di dalam. Dan apa yang terlihat buruk di luar bisa jadi baik di dalam. Terkadang hati suka salah memberi persepsi.⭐🌟⭐
Gumpalan kertas itu tiba-tiba saja mengenai wajahnya. Hal ini pasti melibatkan banyak pihak. Syelha sangat geram dengan lelucon ini. Apa salahnya?
Sudah lama tidak menyapa, kamu tahu tempat apa yang terasa nyaman, saat hati sedang sepi?
Arah jam tiga.Ya. Arah jam tiga itu persis mengarah ke gedung C. Matanya pun mengarah pada bagian rooftop. Rasanya ada hal yang menjanggal di sana.
Syelha memasukkan gumpalan kertas itu ke saku roknya. Matanya menatap tajam gedung itu.
Seolah-olah sudah direncanakan sejak lama. Seolah-olah orang itu memang sudah menunggunya lewat koridor ini. Hingga ia yakin, orang itu pasti sering mengawasinya.
Syelha berjalan cepat menuju tempat itu. Bel masuk akan berbunyi sekitar 5 menit lagi, namun ia tidak peduli. Yang ia lakukan hanya berjalan cepat, tanpa memperdulikan orang-orang yang tengah menatapnya aneh. Saat ini matanya memerah menahan amarah, dadanya bergumuruh menyirat kemarahan.
Setibanya di gedung C, Syelha manaiki anak tangga menuju rooftop. Sebab gedung C adalah gedung yang baru dibangun, jadi ruangan-ruangannya pun masih terkunci rapat. Mustahil ada murid yang nekat masuk ke dalam. Maka satu-satunya tempat yang paling aman dikunjungi adalah rooftop.
Gedung ini terdiri atas 6 lantai, dengan kadar ke badmood-an Syelha hari ini. Ia tidak merasa lelah sedikit pun menaiki anak tangga. Fokus dan tujuannya hanya pada isi surat ini. Rasanya memikirkan surat-surat itu lebih lelah dibandingkan menaiki anak tangga walau sampai 10 lantai sekali pun.
Syelha menggepal erat jari-jari tangan. Deru nafasnya naik-turun. Ia telah sampai di atas rooftop.
Syelha menatap sekitar, belum ada tanda-tanda seseorang tinggal. Ia melangkah lebar, meneliti pandangannya ke penjuru rooftop yang terbilang luas.
Ia menarik nafas dalam, berusaha sabar. Tapi sulit.
Syelha mengacak-acak rambutnya frustasi. "Woy. Siapa sih lo?!" ia berteriak kencang, berharap orang itu muncul.
Hening. Tidak ada jawaban.
Syelha kira, orang itu ada di sini. Tapi nyatanya tidak. Lalu apa maksudnya? Ia membaca kembali surat itu. Kemudian kakinya melangkah ke tepi rooftop.
"Tempat yang terasa nyaman, saat hati sedang sepi?"
Ia membaca kalimat ini berulang-ulang. Apa maksudnya?
Saat kertas ini terlempar ke arahnya di depan perpustakaan tadi, Syelha tidak tahu siapa pelakunya. Kertas itu tiba-tiba saja mendarat di wajahnya. Saat itu koridor memang masih ramai, jadi sangat sulit jika harus menebak siapa pelakunya. Lalu di sana tertulis arah jam tiga. Jika di tilik dari tempat dirinya berdiri tadi, arah jam tiga itu mengarah ke rooftop. Tapi nyatanya? Apa petunjuknya bukan itu saja?
Kemudian Syelha melihat nomer yang tertera di bagian bawah surat 4. 35. 3.
Nomer itu seperti petunjuk mutlak baginya. Jika tidak segera diakhiri, surat-surat ini pasti akan terus berdatangan.
Syelha menatap langit yang cerah, menyegarkan pikirannya yang mulai lelah. Bel masuk sudah berbunyi sekitar 6 menit yang lalu, namun Syelha tidak peduli. Ia masih setia berdiam diri di sini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Circle of Destiny [on going]
Teen FictionSyelha, si gadis manis yang muram, entah sudah berapa kali mimpi buruk itu hadir. Memaksa dirinya yang lagi-lagi terjebak dalam lorong pilu yang mengenaskan. Mimpi itu bahkan merenggut sebagian hidupnya. Juga seseorang yang dengan mati-matian mengi...