🍁Twelve🍁

55 8 2
                                    

"Selamat pagi," ujar Tante Clara seraya berjalan kearah kami dengan membawa paperbag, diikuti Kakek dan Nenek.

"Eh, pagi," ujar Angel dengan menunjukkan gigi putihnya.

Aku hanya diam tanpa membalas sapaan Tante Clara. Aku tidak bermaksud untuk tidak membalasnya, hanya saja tatapan Nenek sangat tajam. Aku bahkan seperti tidak bisa bergerak.

"Gimana keadaan kamu Put?" tanya Tante Clara sembari menaruh paperbag di atas nakas.

"Aku baik-baik aja kok Tan," ujarku seraya tersenyum tipis.

"Nyusahin." ujar Nenek yang masih menatapku tajam.

"Maaf Nek," ujarku pelan seraya menatap Nenek dengan tatapan sendu.

Tante Clara menghela nafas. "Mah," ujar Tante Clara, membuat Nenek langsung berjalan menuju sofa.

"Maafin Nenek kamu ya," ujar Kakek dengan tersenyum.

Aku menganggukkan kepala seraya tersenyum tipis. Lalu Kakek berjalan menghampiri Nenek yang berada di sofa.

"Tadi John telpon, katanya mereka dalam perjalanan kemari," ujar Tante Clara seraya duduk dikursi dekat tempat tidurku.

"Om Franc gak kesini Tan?" tanya Angel seraya mengambil buah lalu memakannya dan juga menyuapiku.

"Nggak Njel, sibuk katanya. Kata dokter juga Putri udah boleh pulang hari ini,"

"Lah, Tante kan baru dateng, emang Tante tahu dokter mana yang periksa Putri?" ujar Angel dengan kening berkerut seraya mengunyah buah.

"Awalnya sih Tante gak tahu. Tapi sebelum kami masuk kesini, dokter manggil kami dan ngasih tahu kalau Putri udah boleh pulang,"

Mungkin ini rencananya Ibu Irin biar mereka percaya kalau aku cuma sakit biasa.

Angel membulatkan mulutnya yang penuh buah sembari menganggukkan kepalanya.

Aku memutar bola mata malas ketika melihat Angel yang begitu lahap memakan buah. Sedangkan aku tidak lagi disuapinya.

"Put, kalau kamu mau mandi, dipaperbag ada baju kamu sama perlengkapan mandi."

"Oh, iya Tante, makasih udah bawain,"

Tante Clara tersenyum. "Iya,"

🍁🍁🍁

Akhirnya hari ini aku sudah boleh pulang kerumah. Tapi sebelum pulang aku bertemu dengan Ibu Irin terlebih dulu. Ternyata memang benar, Ibu Irin sengaja memulangkanku agar keluargaku tidak curiga asalkan setiap minggunya aku harus kerumah sakit untuk melakukan pengobatan. Tidak ada yang tahu tentang hal ini selain aku dan Ibu Irin. Aku hanya tidak ingin keluargaku khawatir.

Sekarang aku berada di dalam mobil bersama Angel, Endra dan orangtuanya. Awalnya aku ingin bersama Tante Clara, tapi Om John memintaku untuk bersama mereka.

"Pah, kita jalan-jalan dulu deh, pas banget kita lagi ngumpul," ujar Tante Octav dengan menoleh kearah Om John.

"Yaudah, kita jalan-jalan kemana nih?" tanya Om John yang sedang fokus menyetir.

"Ke mall aja deh Pah, Endra lagi pengen main," ujar Endra yang duduk dipangkuan Tante Octav.

"Yang lain gimana?" tanya Om John dengan sesekali melihat di kaca yang memperlihatkan kami.

"Angel setuju Pah, sekalian Angel mau beli novel sama aksesoris," ujar Angel.

"Putri juga setuju Om," ujarku seraya tersenyum tipis.

"Oke, kita kesana sekarang," ujar Om John.

🍁🍁🍁

Kami turun dari mobil ketika sudah sampai diparkiran yang ada di area mall.

"Mah, Pah, Angel sama Putri mau ke toko buku sama toko aksesoris dulu. Nanti kalau udah selesai kami nyusul ke timezone," ujar Angel.

Tante Octav menganggukkan kepalanya.
"Iya Kak,"

"Ini uang buat kalian. Beli aja apa yang kalian suka ya," ujar Om John seraya menyerahkan beberapa lembar uang ratusan kepada kami.

Angel mengambil uang yang diberikan Om John lalu memeluknya sebentar. "Makasih Pah," ujar Angel dengan antusias. Siapa yang gak senang coba, dapat uang hehe.

"Eh, gak usah Om," ujarku menolak pemberian Om John. Aku hanya merasa tidak enak jika mengambil uang yang bukan diberikan oleh Papahku. Apalagi uangnya terlalu banyak.

"Ambil aja Kak, sekali-kali lah kamu menerima pemberian Om," ujar Om John yang tangannya masih tetap menyerahkan uang itu kepadaku. 

"Iya Kak, ambil aja. Kamu beli apa yang kamu suka," ujar Tante Octav seraya tersenyum.

Dengan ragu aku mengambil uang itu. "Yaudah, makasih ya, Om, Tante," ujarku dengan tersenyum.

Om John dan Tante Clara menganggukkan kepala seraya tersenyum. "Iya Kak," ujar Tante Octav.

"Kami duluan ya," ujar Angel seraya berjalan meninggalkan Om John, Tante Octav dan Endra, diikuti aku.

Kami berjalan masuk kedalam mall dengan tangan Angel menggandeng lenganku.

Aku memutar bola mata jengah. "Njel, bisa lepasin gak tanganmu."

"Gak mau, kalau aku hilang, gimana?!"

Aku mendengus kasar. "Yakali kamu hilang, Njel. Udah ratusan kali deh kamu kesini, masa belum kenal seluk beluk mall ini,"

"Iyasih, tapikan, kalau ada yang nyulik aku, gimana?!"

"Gak ada yang bisa nyulik kamu,"

"Kenapa gak bisa?" tanya Angel dengan kening berkerut lalu melepaskan tangannya dilenganku.

Aku mempersiapkan diri untuk lari jika perkataanku nanti akan membuat Angel kesal.

"Karena kamu berat. Penculik mana mau ngangkat kamu yang beratnya udah kaya beras sekarung," ujarku tertawa seraya berlari menjauhi Angel yang wajahnya sudah merah menahan kesal.

"Putri, awas kamu ya!" teriak Angel tertahan seraya mengejarku.

Akhirnya kami pun saling mengejar. Kami bahkan gak malu ketika orang-orang melihat kami yang seperti anak kecil. Apalagi ini di mall yang tempatnya paling ramai. Ada yang menatap kami dengan pandangan aneh, ada yang menggelengkan kepala, ada juga yang cuek. Tapi itu tidak membuat kami berhenti. Yang penting kami tidak menyentuh atau melukai mereka.

🍁🍁🍁

Hallo guys🤗
Jangan lupa tinggalkan jejak kalian😍
Tetap jaga kesehatan😇

Salam cinta,
Dari aku buat kalian❤

Minggu, 17 mei 2020

🍁My Self🍁Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang