BAGIAN 15

290 41 3
                                    

Dalam kehidupan ini manusia selalu mengeluh bahwa tidak ada hal yang mudah.
Padahal, Allah sudah memberikan satu jalan-Nya yang paling mudah untuk manusia.
"Beribadahlah kepada-Ku."

* * *

SELANGKAH DEMI SELANGKAH

BRRAAAKKK!!!

Adam memukul meja di kantin dengan keras di hari pertamanya masuk sekolah lagi setelah menjalani skors.

"Kurang ajar sekali si Aris!!! Berani betul dia bertingkah sampai-sampai kelas Sepuluh unggulan dirombak total!!!," geramnya.

"Itulah yang terjadi selama kamu kena skors. Kami semua dipindahkan dari kelas Sepuluh Unggulan dan diganti sama sahabat-sahabatnya si Aris sialan itu!," Gani memanas-manasi.

"Astaghfirullah..., masih juga belum taubat kalian? Sudah kena skors, sudah dikeluarkan dari kelas Unggulan, masih juga menyalah-nyalahkan Akh Aris? Sadar dirilah..., kalian yang salah! Akh Aris tidak pernah mengganggu kalian, bahkan saat kalian berbuat jahat padanya pun dia tidak membalas dan lebih memilih memaafkan. Tapi memang pada dasarnya kalian saja yang tidak punya hati!," ujar Hamid, salah satu anggota kelas Sebelas IPA regular.

Adam, Gani dan Yahya pun segera terdiam. Kini semua orang kembali menatapnya.

"Begini saja..., tidak usah repot-repot menasehati mereka. Kalian hanya akan mendapat rasa capek karena terus menceramahi orang yang hatinya terbuat dari batu. Mulai sekarang, jauhi saja mereka bertiga, karena sebenarnya mereka bertiga lah akar dari semua masalah selama ini," saran senior lain.

"Betul itu, jauhi saja! Jangan ada yang mau berteman dengan mereka, biar mereka tahu bagaimana rasanya hidup tapi terabaikan!," dukung yang lainnya.

Mereka semua segera membubarkan diri dari kantin saat bel tanda masuk berbunyi, meninggalkan Adam, Yahya dan Gani yang terdiam dengan wajah pucat.

* * *

Aris sedang menghafalkan materi yang sudah dibuatnya semalam, hari ini jadwalnya Ustadz Reza yang akan membimbing mereka setelah pulang sekolah. Harun dan Saiful masih berdiskusi dengan Fajar mengenai beberapa dalil yang akan mereka selipkan dalam materi.

Pak Agus masuk ke dalam kelas dengan membawa setumpuk kertas di tangannya.

"Assalamu'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh," ujar Pak Agus.

"Wa'alaikum salam warrahmatullahi wabarakatuh."

"Hari ini kita tidak akan membahas materi apapun, karena saya ingin kalian mengisi soal yang sudah saya susun ini untuk menambah nilai akhir bulan dalam rapor kalian nanti," jelas Pak Agus.

Kertas berisi soal itu pun mulai dibagikan.

"Setelah kalian isi, silahkan kumpulkan dan boleh pulang lebih awal," ujar Pak Agus.

Diam-diam mereka semua bersorak dalam hati, namun tak mau mengungkapkan. Pak Agus mengerti akan hal itu, ia pun kembali duduk di meja Guru sambil menunggu. Dua puluh menit kemudian, mulai banyak siswa dan siswi yang mengumpulkan. Mereka pun berpamitan untuk pulang lebih awal pada Pak Agus.

Aris menunggu Saiful dan Harun di luar kelas, mereka menyelesaikan soal lima menit setelah Aris selesai.

"Kita langsung ke Masjid saja?," tanya Saiful.

"Ayo, sekalian kita latihan sebelum Ustadz Reza datang," jawab Harun.

Mereka pun segera berjalan menuju Masjid, Abah bahkan melihat mereka melewati rumahnya.

"Ini sudah bulan kedua sejak masa bimbingan dakwah oleh keempat Ustadz kita. Jujur saja, banyak hal yang aku terima selama dua bulan ini," ujar Aris.

"Iya, saya juga merasa begitu," balas Saiful.

"Eh, ngomong-ngomong kalian sudah siap untuk praktek di bulan ketiga nanti? Lokasi masih dirahasiakan loh," tanya Harun.

"Insya Allah, selama kita rajin berlatih, rajin mempelajari yang sudah Ustadz kita berikan, pasti semuanya akan lancar dan kita akan siap jika waktunya tiba," jawab Aris.

"Amiin...," balas Saiful dan Harun, bersamaan.

Mereka memasuki Masjid setelah mengambil air wudhu, materi yang sudah mereka hafalkan di simpan ke dalam tas masing-masing. Saat mereka berada dalam Masjid, ternyata mereka tak sendiri. Ada orang di dalam Masjid dan mereka pun dipersilahkan untuk berlatih.

Aris mendapat jatah naik ke mimbar paling pertama setelah diadakan pemilihan. Aris pun berdiri di atas mimbar dan mempersiapkan dirinya lebih dulu.

"Assalamu'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh," ujar Aris.

"Wa'alaikum salam warrahmatullahi wabarakatuh," jawab semua yang ada di dalam Masjid.

"Alhamdulillahirabbil ‘alamin, wabihi nasta’in wa‘ala umuriddunya waddin, washshalatu wassalamu’ala asrafil ambiyaa iwal mursalin wa’ala alihi washahbihi ajma’in. Rabbisrahlisadri, wayassrili amri, wahlul uqdatammilisani yafqahu qauli, amma ba’du."

Aris menatap ke arah Harun dan Saiful.

"Gelisah atau perasaan gundah biasanya sering dirasakan oleh manusia. Penyebab dari perasaan gelisah atau gundah ini ada dua keadaan, yang pertama karena sedang menginginkan perkara harta dan yang kedua karena sedang sibuk mengutamakan urusan dunia," ujar Aris.

Ia menarik nafas sejenak.

"Ketika hati manusia sedang ada dalam situasi kedua hal tadi, maka akan terjadilah kegelisahan di dalam dadanya. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, Rasullullah shallallahu 'alaihi wassalam bersabda, 'Siapa yang keinginan terbesarnya adalah dunia, Allah akan cerai beraikan urusannya dan Allah akan jadikan kefakiran di pelupuk matanya dan dunia pun tidak akan mendatanginya kecuali sesuai dengan yang ditakdirkan saja untuknya'."

Aris kembali memberi jeda sesaat.

"Lalu apa saja yang seharusnya kita lakukan ketika hati sedang di landa kegelisahan?," Aris melempar pertanyaan.

HAHAHAHAHA!!!

"Lihat itu..., si Aris sudah gila!!! ceramah sendiri di Masjid!!!," teriak Adam, keras sekali dari halaman samping Masjid.

Aris pun menatap Adam, Yahya, Gani, Tiara, dan juga Arika. Mereka semua yang pernah berada di kelas Sepuluh Unggulan dulu sebelum dirombak menertawainya keras-keras.

"Ketinggian khayalanmu Ris!!! Siapa yang mau melihat ceramahmu itu??? Orang gila???," tanya Gani.

HAHAHAHAHA!!!

Suara tawa itu semakin keras luar biasa. Harun dan Saiful di tahan untuk tidak keluar dari Masjid, begitupula dengan Aris yang ditahan agar tak turun dari mimbar.

Pintu Masjid yang awalnya hanya terbuka sedikit, tiba-tiba terbuka lebar dan membuat orang-orang yang menertawai Aris terdiam seketika. Ketakutan menghiasi wajah-wajah mereka saat melihat wajah datar dan tatapan dingin tepat di hadapan mereka.

Sosok itu menggeram penuh kemarahan dengan mengatupkan rahangnya kuat-kuat.

"Siapa yang kalian tertawai??? Siapa orang gila yang kalian maksud???," bentak Ustadz Reza.

Abah muncul di belakang Ustadz Reza tak lama kemudian. Ia pun tertawa setengah menyindir ketika melihat wajah Adam.

"Kamu lagi, kamu lagi! Capek saya melihat wajah kamu!," tegas Abah, seraya masuk kembali ke dalam Masjid.

Semua yang tadi tertawa sudah kehilangan keberaniannya.

"Akh Aris..., lanjutkan ceramahmu Nak," pinta Abah, dengan suara keras.

Ustadz Reza masih menatap mereka berlima.

"Kalian..., ikut saya!!!."

* * *

MujahidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang