Membalas dendam tidak mengurangi jumlah pelaku.
Sudah hari kedua setelah meninggal nya Ronald dan kini adalah hari pertama Radhifa akan masuk sekolah barunya diantarkan oleh Mauren.
"Ternyata semua ucapan papa ada nyatanya. Gue bakal ke Artico tanpa dianter papa dan lo yang bakal nganterin gue." ujar Radhifa yang masih bersiap-siap di kamarnya.
"Lo harus sabar menghadapi semua ini cobaan, percayalah semuanya ada hikmah kan di balik ini." jawab Mauren hanya bisa menguatkan.
"Andai manusia dapat memilih apa saja yang dapat ia kuasai, sungguh gue ingin menguasai sabar dan seisinya." lirih Radhifa.
"Lo udah siap? Ayo berangkat udah jam 8 nih." ujar Mauren mengalihkan topik pembicaraan.
"Gue tau lo masih berduka Fa, tapi gue ga mau lo terlalu berlarut-larut dalam luka ini." batin Mauren.
"Iya udah. Ayo!" ajaknya lalu meninggalkan kamarnya.
Sesampainya di bawah, ruang tamu begitu ramai dengan kehadiran teman-teman sekolah Queen dan wali kelasnya.
"Ma, Dhifa berangkat dulu ya." ujar Radhifa lalu menyalami punggung tangan Fifi dan diikuti Mauren.
"Kalian berdua hati-hati ya nak, cukup kan Mauren uang yang tante kasih?" tanya Fifi.
"Cukup kok tante, mungkin aja lebih." jawabnya.
"WAAH ITU KAKAK LU QUEEN? CANTIK AMAT KEK BIDADARA!" puji teman lelaki Queen.
"Bidadari woi!" protes kaum Hawa.
"Itu kakak lo Queen?" tanya temannya lagi.
"Iya, itu kakak gue. Kenapa? Cantik kan kayak gue?" songong Queen.
"Bukan gitu gue rasa pernah liat kakak lo tapi gue lupa dimana." jelasnya.
"Katanya di dunia ini kita punya tujuh kembaran, nah siapa tau itu salah satu kembaran kakak gue." celetuk Queen.
Itulah omong kosong yang di dengar Radhifa dan Mauren. Radhifa yang mendengar itu hanya memutar bola mata malas dan jengah dengan kelakuan anak SD zaman sekarang.
"Bocil bocil." batinnya lalu melangkahkan kaki keluar rumah.
Kini, mobil Mauren langsung tancap gas ke Artico Internasional High School.
"Gue belum ikhlas buat pindah sekolah Mau." ucap Radhifa lesu.
"Aduuh, lu gimana sih Fa. Artico tu bagus banget, populer lagi dan disana gudang cogan sama cecan semua. Dan yang paling penting disana selevel semua sama lo jadi apa yang lu malesin coba." jelas Mauren.
"Lo tu ga paham aja, ga segampang itu buat gue berbaur di luar. Apalagi sekolah yang mandang tampang kek gini, ogah deh gua!" ujarnya lagi namun kali ini terdengar lebih ketus.
"OMG!! Artico itu ga mandang tampang Fa, cuman lo aja yang sensi duluan. Nih ya, Artico itu Internasional High School bukan berarti orang yang biasa aja ga bisa masuk sana ada kok beasiswa di sana. Lo sih ga search dulu sebelum ngemeng!" cerca Mauren.
"Serah lu Markoneng!" kesalnya.
"Yeeuh Batu!" gumam Mauren yang terdengar oleh Radhifa.
Beberapa menit sudah dilalui oleh Mauren dan Radhifa. Sebenarnya jarak antara rumah dan Artico tidak lah jauh hanya saja kecepatan mobil Mauren hanya di rata-rata saja.
"Ntar lo ikut gua daftar dulu, jan dingin-dingin lu ama kepseknya. Ntar lu malah ga keterima lagi." cerca Mauren membuat Radhifa memutar bola mata malas.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAYALA
RandomSeorang gadis yang menerima perjodohan karena ingin membahagiakan orangtua. Namun, seorang gadis sebayanya datang membawa kebingungan dan ketakutan. Entah Physicopath atau mafia yang datang. Apa menjemput kebahagiaan harus semenyakitkan ini? Dont CO...