Patah hati itu seperti menderita patah tulang dari luar semuanya terlihat baik-baik saja tapi untuk bernapas saja sakit.
Setelah hari penampilan bakat dadakan itu berakhir, pemberitahuan mengenai ujian akan dilaksanakan membuat geger seantero Artico. Terutama bagi kelas dua belas. Terasa sangat cepat bagi mereka, bahkan semester genap sebentar lagi tak terasa akan bertemu dengan mereka.
"Gue perasaan baru kemarin deh, Ra, Bi, pindah kesini. Kok udah ujian aja, ya?" tanya Radhifa dan menyeruput es jeruk miliknya.
Kejora ikut mengangguk diikuti Febbi.Mereka bertiga sekarang sedang berada di kantin Artico. Lumayan ramai, namun masih banyak kursi dan meja yang kosong.
"Gak terasa juga, bentar lagi kita bakalan pisah." ujar Febbi membuat Radhifa menghela nafas panjang.
"Waktu yang membuat gue bertemu sama kalian dan waktu yang membuat semuanya terasa cepat dan lambat, secepat itu juga, Papa gue dibawa sama tuhan kepangkuannya." lanjut Radhifa teringat akan sesosok Ronald, Almarhum Ayahnya.
Kejora mengelus lembut bahu Radhifa, mungkin ia dan Febbi belum merasakan berada diposisi Radhifa. Pasti terasa sangat sulit. Bahkan ia tak dapat membayangkan betapa ia akan rapuh disaat berada dalam posisi itu.
Apa dia juga akan sekuat Radhifa? Kejora jadi teringat dengan Papa dan Mamanya di rumah.
"Papa lo pasti udah bahagia di sana, lo jangan lupa do'a, ya. Papa lo pasti bangga banget sama lo dan adek lo!" ujar Febbi menyemangati Radhifa.
Radhifa tersenyum, ia merasa sangat bersyukur mendapatkan Kejora dan Febbi di Artico. Kalau bukan karena mereka, mungkin Radhifa hanyalah sesorang yang gak tau apa-apa disini.
"Persiapa ujian kita, gimana nih guys?" tanya Kejora lagi.
***
Siang ini terasa sangat melelahkan bagi Radhifa, mungkin ia butuh sedikit istirahat untuk menyegarkan otaknya.
"Kak, anter gue belajar kelompok ke rumah temen dong!" ujar Queen bersemangat dan menghempaskan tubuhnya ke ranjang Queen size milik Radhifa.
"Enyah lo!" umpat Radhifa kesal. Queen melipat wajahnya ikut kesal. Pada dasarnya kakak adik perempuan itu memang ada untuk berkelahi.
Canda boss!
"Kak, pliss kali ini aja. Gue harus hadir!" rengek Queen.
"Biasanya lo bolos, tuh!" ujar Radhifa tak kalah jual mahal.
"Udah ketahuan!" timpalnya lalu kembali merengek.
"Alay lo! Buruan, siap-siap. Gue mau belajar, tau!" ujar Radhifa lalu mengusir Queen seperti ibu tiri.
Tak membutuhkan waktu lama, Radhifa sudah selesai dengan pakaian casualnya dan sedikit membubuhi liptint yang membuat bibirnya tidak terlihat pucat.
"Udah lo?!" tanya Radhifa ketus dengan muka datarnya.
"Done! Ayo!" ajak Queen dan mendahului Radhifa. Radhifa menatap malas adik perempuannya itu. Memorinya kembali teringat kepada Papanya. Dulu, Queen sangat dimanjakan oleh Papanya. Kemana Queen ingin pergi, selalu diantar, apa yang ia ingin dibelinya, selalu dituruti tanpa ada proses panjang seperti dirinya.
Mungkin, sekarang Queen yerlihat sangat canggung. Apa yang ingin dibelinya ia bahkan selalu merengek kepada Mamanya agar dituruti. Radhifa selalu saja ingin memberikan wejangan kepada Queen agar tak menambah pikiran Mamanya. Tapi, apa Queen akan mampu mengerti?
"Izin sama Mama dulu lo!" tegur Radhifa disaat Queen hendak masuk mobil.
"Mama kan di butik, kak!" ujarnya dan lanjut masuk ke dalam mobil. Radhifa mengikuti Queen dan tak lupa meminta izin kepada Mamanya, Fifi. Setelah mendapatkan balasan, barulah Radhifa melajukan mobil yang dikendarainya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAYALA
RandomSeorang gadis yang menerima perjodohan karena ingin membahagiakan orangtua. Namun, seorang gadis sebayanya datang membawa kebingungan dan ketakutan. Entah Physicopath atau mafia yang datang. Apa menjemput kebahagiaan harus semenyakitkan ini? Dont CO...