Chapter 6 Already Gone

3.8K 295 24
                                    

Dunia tahu dia terluka, dunia tahu dia tidak lagi sekuat dulu. Bahkan dunia pun tahu jika ia sudah benar-benar telah mencapai batas maksimalnya. Kesabarannya telah habis, impiannya seolah sirna begitu saja. Luka itu sudah semakin membesar. Dia lelah, lelah, sangat lelah sekali. Dia sudah tidak bisa menanggung semuanya. Percuma juga ia bertahan ketika tidak tahu apa yang harus ia pertahankan. Semua yang ia harapkan sejak dulu telah mustahil untuk ia dapatkan.

Berjalan dalam gelapnya malam dengan sebuah koper mengiringi langkah kakinya. Tubuh mungil berbalut blazer coklat itu terus berjalan menembus malam tak peduli rambut pirangnya yang kian basah akibat belaian rintik gerimis dari atas langit. Jika saja ia sempat mengadah ke atas langit, seolah langit malam pun ikut bersedih hati meratapi nasib malang yang menimpa pemuda manis itu.

Saat dimana semua orang terlelap dalam tidur nyenyak mereka, hanya Naruto saja yang terus melangkah tanpa arah. Mungkin nantinya ia akan menyesali apa yang telah ia lakukan hari ini. nantinya ia pasti akan menangisi semuanya, tapi itu nanti, nanti saat dimana ia benar-benar merasa berdosa kepada seorang bocah kecil yang tengah tertidur di dalam rumah besar itu. "maafkan mama, sayang" gumamnya, setitik air mata jatuh membasahi wajahnya. Dengan cepat ia menghapus air matanya, mulai sekarang ia bukan seorang Namikaze, bukan pula seorang Uchiha. Ia Cuma seorang Uzumaki dengan langkah pastinya untuk masa depannya nanti.

Kelak ia akan menjadi seorang Uzumaki seperti ibunya yang telah mendiang sejak ia lahir. Kalau dengan kepergiannya bisa membuat semuanya menjadi baik-baik saja. dia pun sanggup melakukannya. Ia tidak merasa berkorban, berkorban hanya akan menunjukan ego-nya semata saja. seberat apapun ia berkorban, semuanya akan sia-sia. Dia sudah tidak lagi memiliki kemampuan untuk melanjutkan pengorbanannya itu.

"apa kau bodoh? Apa yang kau lakukan, hah?" di seberang sana Nampak seorang laki-laki sedang berdiri di dekat sebuah taxi berbicara padanya. Naruto tahu siapa pria tampan itu, dia adalah Sai sahabat masa kecilnya dulu. Naruto mempercepat langkahnya mendekati Sai, dia memang sengaja menghubungi tempat Sai bekerja dan memesan jasa Taxi atas nama Sai. Ini privasi, dia membutuhkan seorang sahabat ketika tidak mungkin ia meminta bantuan keluarganya untuk keluar dari rumah besar Namikaze itu. Kyuubi? Kakaknya tidak akan pernah mau membantunya jika itu harus pergi meninggalkan keluarga mereka. Itachi? dia lagi, pria itu sangat posesif padanya.

Sai meneliti penampilan sang sahabat, kesedihan sungguh tampak jelas di wajahnya. Malam sudah semakin dingin, pria itu melirik arloji di pergelangan tangannya. Pukul 1 malam, Naruto memang benar-benar nekad. Bagaimana jika para Namikaze dan Uchiha tahu kalau Sai membawa pergi salah satu anggota keluarga mereka di malam hari? Sudah dipastikan besok ia tinggal namanya saja. tetapi tentu Naruto tidak akan tinggal diam saja, bukan?

"laki-laki harus berani mengambil resiko, Sai" sahut Naruto, ketika Sai membuka bagasi Taxi untuk memasukan koper besar Naruto ke dalam sana. Benar, lelaki itu memang harus tangguh, harus berani mengambil resiko, tetapi tidak harus melukai diri sendiri atau bahkan orang-orang di sekitar mereka juga, kan? Sai benar-benar tidak habis pikir dengan sahabatnya itu. Naruto benar-benar telah melenceng jauh dari sikap aslinya.

"Ini bukan resiko, tapi kebodohanmu, Naruto!" seru Sai, masa bodoh amat jika nantinya ia terkesan mencampuri urusan sahabatnya. Toh, dia memang tidak mau membuat Naruto kesusahan dengan resiko gila yang diambil oleh pemuda manis itu. "kau benar-benar gila, Naruto" gumam Sai, dia akhirnya memasuki taxi-nya setelah Naruto lebih dulu masuk ke dalam sana.

.

.

.

Ketika Tiga hati datang kepadakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang