Selamat membaca.
"NAWAITU SHAUMA GHODIN 'AN ADAA'I FARDHI SYAHRI ROMADHOONA HAADZIHIS SANATI LILLAHI TA'ALA."
•••••
Beberapa pasang mata siswa-siswi itu seketika tertuju pada siswi cantik berambut terurai yang perlahan menaiki beberapa anak tangga kecil. Ia mulai dengan merapikan dasinya dan perlahan membuka lembaran kertas yang ia pegang, matanya begitu fokus pada beberapa paragraf kalimat yang tertulis.
"Kita persembahkan, Gita Rinjani Pramesti!" Sambut sang pembawa acara meneriakkan namanya dengan lantang.
Gita meletakan lembaran puisinya di atas meja.
Tepuk tangan riuh disusul siulan lantang membuat cewek berambut terurai itu sedikit gugup. Suasana seketika hening tak bersuara.
Ia tersenyum kaku.
Kemudian ia mulai menarik nafas panjang dan mengeluarkannya perlahan. Menelan ludah untuk melicinkan tenggorokannya yang sempat kering beberapa detik tadi.
Pahlawan...
Maut menghadangmu di depan,
meraih kemenangan demi harapan,
dihari yang semakin larut,
tak segelintir rasa takut.Mengucur deras keringat,
membasahi tubuh yang terikat,
kau rela terluka demi bangsa,
mengorbankan jiwa dan raga.Banyak pembunuhan dan pembantaian,
mengalir sungai darah menjadi lautan,
bahu membahu melawan musuh,
demi anak cucu yang kita asuh.Bergetar seisi lapangan, hanya diam dan telinga yang fokus mendengarkan. Dilanjutkan dengan tepuk tangan dan teriakkan nama Gita beberapa kali.
Bodo amat dah, batin Gita.
"Gita, silakan," kata pembawa acara, menyuruhnya turun dari panggung.
"Terima kasih," ucap Gita.
Ini adalah tahun kedua bagi Gita untuk mengikuti lomba puisi di SMA Bakti Mandiri. Sekolahnya memang rutin mengadakan perlombaan tahunan untuk mencari bibit unggulan, bukan hanya lomba puisi, lomba lain seperti melukis dan pidato pun diadakan. Tahun lalu, ia langsung menjadi juara satu lomba puisi padahal baru kelas 10. Gita memang pintar sejak SMP tapi terkadang ia malas.
Cewek berkacamata bulat bening itu berlari menghampiri Gita sambil berlari kecil. Citra adalah teman sebangku Gita dari kelas 10. Teman curhat sekaligus teman paling mengerti. Ia adalah teman yang paling pecicilan dan rempong.
"Sumpah! Puisi lo selalu bagus, Git," sambutnya riuh.
"Ya ampun, Cit itu jelek banget. Gue aja bodo amat mau menang apa enggak tahun ini," balas Gita.
"Puisi sebagus itu lo bilang jelek? Di mana otak lo? Tahun kemarin aja lo langsung juara satu," lanjut Citra dengan nada kesal.
"Iya deh, terserah. Ayo ke kantin, gue traktir," balas Gita santai.
"Tumbenan lo mau traktir gue. Terus ini gak nunggu pengumuman?" tanya Citra.
"Gak usah," jawab Gita.
Mereka berdua berjalan menuju kantin. Di lorong sambil mengobrol ringan tiba-tiba terlihat seorang cowok tak dikenal berlari sambil menoleh kearah belakang beberapa kali. Seperti dikejar begal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Meteor Supernova
Teen Fiction[BELUM REVISI!!!] Tidak ada hal lain yang membuat Gita Rinjani Pramesti merasa cuek selain masalah cinta. Ia sangat trauma dengan masalah percintaan yang pelik. Terkenal sebagai cewek paling pintar dan labil di kelas XI IPS 1 SMA Bakti Mandiri namun...