[4. ]

242 37 14
                                    

Mulut Hyunggu menganga lebar, ekspresi tidak percaya darinya tidak mampu disembunyikan. Wooseok menghela nafasnya, menyudahi cerita yang sudah dinantikan oleh Hyunggu sejak semalam.

Tapi tentunya dia sudah siap akan reaksi pemuda Kang tersebut. Dia sangat siap menghajar dirinya. Entah Wooseok harus bersyukur akibat Yuto menahan Hyunggu atau harus merasa bersalah akibat tatapan penghakiman yang didapatkannya dari pemuda Nagano tersebut.

Hyunggu terus meronta, sumpah serapah keluar dari mulutnya. Lagi-lagi Wooseok menghela nafasnya. Bagaimanapun Hyunggu merupakan sahabatnya sejak kecil, tentu saja pemuda itu terkejut akibat kelakuan dirinya yang tidak mungkin bisa di toleransi itu.

"Yak, Jung Wooseok! Bagaimana kau dengan seenaknya mengambil keperawanan seseorang?!" Hyunggu masih memberontak di pelukan Yuto, "kau sudah gila?! Kalau sekedar berciuman akan aku biarkan! Kau kelewatan batas, Wooseok-ah!" Tatapan tajam dari Hyunggu masih melekat pada dirinya, membuatnya merasa sebagai manusia yang paling berdosa dimuka bumi.

Pemuda Kang itu menyudahi kegiatan memberontaknya dan kini duduk manis di pangkuan Yuto. Memeluk pemuda Nagano itu dengan erat. "Cih, dasar. Aku kira kau jauh lebih baik dari sebelumnya. Ternyata malah jadi lebih buruk!" Dia bergumam sambil membenamkan kepalanya di ceruk leher sang kekasih.

Keadaan hening sejenak sebelum Yuto angkat bicara.

"Aku berbeda pendapat dengan Hyunggu. Jujur saja, kau tidak jauh lebih buruk. Kau masih sama. Tapi yang benar saja, melakukan hal sedemikian rupa kepada seseorang yang bahkan perasaannya masih kau permainkan?"

Wooseok mendengus atas perkataan dari pemuda yang lebih tua delapan hari darinya. Rasanya dia ingin melunjak, membalas seluruh perkataan dari sahabatnya.

"Memangnya kenapa? Toh, Shinwon hyung sendiri selalu menggantungkan perasaanku. Apa salahnya kalau akuー"

Perkataannya terhenti begitu merasakan tatapan dari Yuto. Rasanya seperti pemuda itu hendak mematahkan tulangnya kapan saja. Ah, kenapa dia tidak segera pulang saja?!

Hyunggu sudah bungkam sejak beberapa saat yang lalu. Dirinya lebih memilih untuk memeluk kekasihnya dan menempel kepada yang lebih tua daripada harus kembali menyuarakan setiap isi pikirannya.

Berbeda dengan Yuto. Pemuda itu menghela nafasnya, tangan kirinya masih setia mengelus punggung kekasihnya sementara tangan kanannya mengepal kuat. Kalau boleh jujur, sebenarnya dia tidak bisa diam saja. Sangat ingin dia menghajar pemuda Jung itu. Meski kultur di Jepang memandang normal hal yang baru saja dilakukan oleh Wooseok, dirinya tetap tidak bisa membiarkan hal itu lolos seenaknya.

"Pulanglah, Wooseok," Yuto berujar. Tatapan tajamnya masih lurus kepada pemuda Jung yang nampak gelisah. "Pulanglah dan jernihkan isi otakmu itu. Jangan bertingkah seenak dirimu. Kau selalu saja seperti itu. Meski baru kenal saat SMA, aku sudah bisa melihat kalau kau tidak akan dengan cepat berubah, Seok." Yuto lanjut berujar.

Wooseok bangkit, dia berdecak kesal seraya mengambil tasnya. "Cih, aku bukan bocah kecil yang harus kau asuh, Yuto-ya. Urusi saja kekasihmu yang sensitif itu!" Wooseok menatap kesal sepasang kekasih yang masih belum bangkit dari posisi awal mereka.

Tepat sebelum Yuto membentak Wooseok, pemuda itu keluar dari kediamannya. Nafasnya masihlah memburu, umpatan kasar keluar dari mulut yang lebih tua.

Hyunggu mengangkat kepalanya, menangkup wajah Yuto dan mengecup bibirnya sekilas.

"Biarkan saja, Yuto-ya. Mungkin akan memakan waktu lama bagi kita untuk mengubah sifat buruknya. Biarkan saja dia yang menyadarinya sendiri." Hyunggu berucap, sebelum kembali mengecup bibir yang lebih tua guna menenangkannya.









.










"Ah, aku kira kau masih membenciku?" Pemuda jangkung itu berceletuk begitu mendapati Shinwon yang kini berada di depan pintu apartemennya, bajunya basah kuyup. Memang sekarang sedang musim hujan, sih.

Shinwon menatapnya sinis. Dia memeluk dirinya sendiri guna menghangatkan diri, meski tidak begitu ampuh. Tubuhnya sudah gemetar, menggigil, tapi yang lebih muda masih menahannya di depan pintu.

Dia menghela nafasnya, "baiklah. Aku akan pergi ke apartemen Jaeyoung yang berada dua blok dari sini. Aku dengar dia sedang asik berkumpul dengan Kenta, Dowoon dan yang lainnya." Shinwon membalikkan badannya hendak beranjak dari tempat itu, "dan kalau aku pingsan di tengah jalan akibat kedinginan, tidak akan ada yang menolongku. Hebat," dia berujar sarkas sebelum benar-benar melangkah pergi.

Baru saja dia hendak menuruni tangga, tangannya ditarik secara paksa, di seret masuk kedalam apartemen milik pemuda Jung itu.

Dirinya masih sibuk merapihkan sepatu begitu masuk kedalam kediaman milik Wooseok, sedangkan yang lebih muda segera pergi masuk meninggalkannya sendirian di depan pintu.

"Cih, menyebalkan sekali." Shinwon bergumam kecil. Kini tangannya sibuk melepas cardigan krem yang dikenakannya. Demi apapun, dia menggigil.


Pluk.

Shinwon menatap kesal pemuda di hadapannya. Cardigan miliknya sudah diambil oleh pemuda itu dan kini dia tidak boleh bergerak sama sekali akibat pemuda Jung itu sibuk mengusak rambutnya.

"Kau mau mandi air hangat, hyung? Bajumu basah kuyup. Pinjam punyaku dulu, ya? Tinggal disini sampai hujan reda. Aku tidak mau kalau kau sakit."

Suara lembut dari yang lebih muda menyambut pendengarannya. Ah, Shinwon benar-benar tidak diberikan kesempatan sedikitpun untuk membenci pemuda jangkung itu.

Tangannya terangkat untuk menghentikan kegiatan Wooseok, seulas senyum tipis menghiasi wajahnya. "Tidak perlu repot. Aku bawa baju ganti. Tadinya aku mau menginap di rumah Jaeyoung, hanya saja hujan terlalu lebat." Tangannya merogoh isi tas canvas yang selalu dibawanya, "aku pinjam kamarmu, ya? Kalau hujan belum reda sampai malam, aku menginap disini. Aku tidur di sofa saja," Shinwon berjalan melewati Wooseok, membiarkan pemuda itu menatapnya berjalan masuk kedalam kamar miliknya.

Shinwon tersenyum kecut begitu memasuki kamar milik yang lebih muda, tawa miris dikeluarkannya. "Haha, mana mungkin aku bisa membencimu, Wooseok-ah.." monolog itu terdengar seperti bisikan. Bisikan yang sedikit rapuh.

Pemuda Go tersebut terduduk sejenak di lantai, mengusap air mata yang sudah ditahannya sejak pertama menatap wajah "teman-nya". Memang benar,

Dia tidak bisa membenci Wooseok. Pemuda yang sudah berhasil menguasai hatinya sejak trauma lama yang telah dirasakannya beberapa tahun lalu.










-----









A/n :
Maaf kalo kesannya pendek dan sedikit gaje.
Thanks for vomment! ^^

[3.✔ ] Loser ▪ Pentagon [WooWon]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang