X A V I E R A : 1

99 16 8
                                    

| P R O L O G U E |

"KAMU pergi dari tempat ini! Pergi, saya tidak ingin melihat kamu lagi! Kamu anak yang tidak tahu diri! Saya membenci kamu!"

Wanita berparas cantik itu mengambil tasnya yang baru saja dilempar. Ia menangis tersedu-sedu. Sambil menggendong puterinya yang lahir beberapa jam lalu. "PERGI! KAMU PEMBAWA SIAL DI KELUARGA INI!!"

Wanita itu tak tahu harus kemana sebenarnya. Namun, jika ia menetap di sini, ia akan makin dicaci maki. Tunggu, bukan ia yang dikhawatirkan, melainkan puterinya yang sama sekali tak berdosa.

Wanita itu berjalan terseok dengan darah yang mengalir di pahanya, ia terus melangkah. Tak peduli ini sudah tengah malam. Ia masih bersyukur karena diusir malam hari, saat orang-orang masih terlelap dalam mimpinya.

Sudah 15 KM jarak ia tempuh, keringat dingin mulai mengalir, badannya lemas tak berdaya. Pengaruh dahsyatnya melahirkan tadi. Ia berhenti sejenak, memandangi wajah puterinya yang terlelap di bopongannya. Sungguh, wanita itu tak tega melihatnya.

Kasihan kau, Nak. Maafkan Ibu yang membuatmu menderita.

Wanita itu berhenti di sebelah pohon cemara lebat yang mengarah langsung ke jurang yang dalam. Ia menurunkan bayinya di rerumputan yang basah akibat tersiram air hujan. Ia juga mengeluarkan sesuatu dari dalam kantong kecil berwarna cokelat usang.

"Maafkan, Ibu. Ibu tidak bisa menemanimu," tangan nan halus dan pucat itu membelai pipi gembul bayinya.

"Mungkin hanya ini yang bisa Ibu beri. Ibu akan menjagamu, di manapun kamu berada. Dan jika ada yang menyakitimu," wanita itu memasangkan kalung berliontin keris di leher puterinya.

"Ibu akan ada di kalung ini. Ibu akan menyayangimu dan menjagamu. Ibu janji," seusai mengecup kening bayinya, wanita itu melompat ke dalam jurang. Ia terguling ke bawah dan berakhir nyawa membentur bebatuan yang curam.

-||-

"Xavier, kemarilah!" itu Ibuku, yang barusan berteriak. Tiap sore, sehabis memandikanku, dan membalut wajahku dengan bedak bayi yang tebal nan harum itu, ia selalu menyuapiku. Ibu biasa duduk di tangga teras sambil menata lauk di atas nasi yang berada di sendok perak, sementara aku menunggu panggilan negara seraya main di ayunan sederhana yang dibuatkan ayah di pohon mangga depan rumah.

"Iya, Bu!" aku berlari ke arah Ibu. Bukan apa-apa, aku takut Ibu marah karena aku ini tipikal anak susah makan kalau tidak disuapi.

"Makan yang banyak, Xavier, tubuhmu tidak gemuk-gemuk," komentar Ibu saat memasukkan sendok perak lengkap nasi dan kawan-kawannya ke dalam terowongan mulutku.

Aku tidak menanggapi. Memilih mengunyah makanan sambil mendengarkan nasihat Ibu. Ibu memang begitu, selalu menyuruh anaknya makan yang banyak agar nampak makmur. Mereka rela mengiming-imingi apapun demi sang anak makan yang banyak. Entah itu jurus dari siapa, tapi aku yakin Ibumu juga begitu bukan?

"Xavier, nanti Ibu akan belikan kamu robot Jeep seperti Alvan. Ibu janji," lihat! Baru saja aku menerawang, kenyataannya terjadi tidak ada sedetik.

Aku memang anak perempuan, tapi aku tidak begitu menyukai boneka, bando, pita, dan mainan anak perempuan pada umumnya. Aku cenderung penyuka mainan lelaki, seperti : robot, mobil listrik, tamia, sepak bola, dll. Kataku, mainan cowok lebih spektakuler ketimbang mainan cewek. Membosankan.

"Kata Alvan, stok robotnya tinggal satu. Kemarin, Ibu main ke rumahnya," sambil meracik makanan untukku, Ibu bercerita.

Alvan adalah temanku sekaligus anak sahabat Ibu. Kami bertetangga, beda blok. Dan, sudah pasti kami akrab. Yah, sebuah tali persaudaraan tidak akan pernah putus jika kita menjaganya.

"Aku haus, Bu," aku akhirnya bicara. Mungkin, karena pusing mendengar permintaan Ibu yang menyuruhku gendut. Seperti Alvan. Anak itu rakus sekali kalau makan, apalagi kalau berkunjung ke rumahku bisa-bisa stok kuker di rumahku habis ludas karenanya. Dasar Alvan!

"Ya sudah, kamu di sini dulu. Ibu akan ambil air lagi," Ibu menyambar gelas plastik di sampingnya, kemudian bangkit berdiri. Ibu melanglang ke dalam rumah. Meninggalkan aku sendiri di teras.

"Xavieraaa...." suara halus diterpa angin itu memanggil namaku. Aku menoleh ke samping, barangkali ada Alvan yang suka menjahiliku.

Kosong. Aku tidak menemukan apa-apa. Lalu siapa?

-||-

Hai hai, ini novel pertama rizrisma
Yang genrenya mistery-horror. So, silakan nikmati yep. Jangan lupa vomen jugaa. Thank you:)

See you next time :*

Autumn CrocusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang