X A V I E R A : 5

29 3 8
                                    

| JANGGAL |

AKU merebahkan diri di kasur. Lelahku mencuat akibat pesta tadi. Pesta berakhir pukul sebelas malam, dan mengesalkannya besok sekolah. Andaikan hari ulang tahunku ini jatuh di hari Sabtu, pasti aku bisa memperpanjang waktu tidurku. Sayangnya, tiap tahun hari ulang tahun selalu maju. Jika tahun ini jatuh di hari Selasa, maka tahun depan jatuh di hari Rabu.

"Ra," pintu kamarku terbuka, kepala Alvan menyembul di sana.

"Apa?" balasku masih merebah. Malas bangun.

"Ra, kamu sakit?" Alvan menyentuh dahiku, tapi buru-buru kutepis.

"Jangan modus deh!" sentakku tak suka. Alvan mundur selangkah, raut wajahnya memucat. Kulihat, kakinya pun gemetaran.

"Kenapa?" tanyaku pada Alvan yang menunjuk ke arah belakang tubuhku.

"Ra...itu..., kamu baca doa, Ra." Aku mengernyit saat dia berucap begitu. Doa? Memangnya ada apa? Kenapa harus baca doa?

"Ra, dia...dia makin dekat." Alvan terus meracau tak jelas. Aku menoleh ke belakang, tepatnya yang tadi ditunjuk Alvan. Kosong. Aku tidak menemukan apa-apa. Hanya korden yang bergelanyut akibat terpaan angin malam yang dingin.

"Ada apa?" aku menatapnya bingung. Alvan pasti tengah menakut-nakutiku.

"Dia...seram....penuh darah..."

-||-

Keesokkan harinya, Alvan tidak masuk sekolah. Dia demam. Entahlah, mungkin karena insiden aneh semalam. Kata Tante Zalfa, Alvan kaget melihat sesuatu. Aku juga tidak tahu sesuatu itu apa. Lagi pun tidak ada apa-apa kemarin, aku pikir Alvan hanya berhalusinasi. Dia pasti lelah, akibat melatih Tae Kwon Do. Dan aku yakin itulah yang memicunya menjadi berulah yang tidak-tidak.

"Eh, mana Alvan!" aku mendongak, mendapati mata hitam tajam dan rambut cokelat milik seseorang.

"Eh, gue tanya mana Alvan!" dia mengambil daguku ganas. Medina. Salah satu senior hits yang menggandrungi Alvan.

"Aku tidak tahu, Kak." Kataku di sela ringisan.

"BOHONG!" dia melempar daguku kasar, lalu berjongkok di depanku.

"Lo dengar, ya? Gue tahu kalau lo itu dekat sama Alvan, dan gue tahu kalau lo itu bohong."

Dia mengibaskan tangannya. "Kalau lo nggak mau bilang ke gue sampai pulang nanti, lihat aja! Gue akan buat lo menderita!" selepas mengancamku, Medina dkk melenggang pergi.

Dia orang yang sangat horror dan kejam di GLI. Banyak yang tunduk padanya. Medina sebenarnya sudah di DO sejak kelas 10 semester pertama, tapi karena ayahnya pengusaha tambang yang kaya raya, Medina tidak jadi di DO. Tidak hanya itu saja, sang ayah juga menjadi penyumbang terbesar di GLI pada saat GLI mengalami kebakaran beberapa tahun lalu. Oleh karena itu, banyak yang tunduk pada seorang Medina. Mereka takut jika harus berurusan dengan Medina, bisa-bisa nyawa terancam punah.

Terkadang aneh. Manusia sering melakukan penyuapan, entah itu harta, tahta, dan benda sederhana. Makanan mungkin. Mereka melakukan itu karena malas menyelesaikan masalah, atau tak ingin menerima kenyataan yang sudah ditetapkan. Banyak kasus penggelapan di sana-sini, banyak pula korupsi. Aku heran, apakah gaji para koruptor itu kurang? Sampai mereka rela memakan hasil yang bukan untuk mereka. Bukan hasil jerih payahnya.

"Xaviera...help me, please...." deg. Suara tipis diterpa angin mirip semalam itu...datang lagi.

-||-

Autumn CrocusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang