X A V I E R A : 3

49 7 13
                                        

| ARUM MANIS SEMANIS KAMU |

AKU tersenyum senang di ekstra teater kali ini. Benar, Alvan tidak mengganggu sesi latihan aktingku. Dia hanya duduk di pojokan pintu, memainkan ponselnya sambil sesekali menatap ke arahku dan melempar senyum manisnya. "Ra, sumpah lo sahabatan sama Alvan nggak ngiler gitu?" celetuk Zahwa, teman teaterku. Yang sepertinya sudah hampir mimisan lihat senyum Alvan padaku tadi.

Aku menggeleng. "Enggak. Udah biasa." Aku menjawab jujur. Memang begitu bukan?

"Ya elah. Ya udah deh, gue mau latihan lagi. Lo udah beres, kan, dialognya?" Aku mengangguk.

"Iya. Aku break dulu berarti."

"Oke." Zahwa berlari ke panggung. Giliran dia yang menghafal dialog. Biasanya di SMA ku sebelum pentas ada seleksi dulu. Jadi, nanti diberi naskah dan disuruh menghafal. Siapa yang lancar bakal tampil di pentas.

Aku menghampiri Alvan. "Eh, Ra, tadi ekspresi kamu bagus. Jadi klepek-klepek aku." Komentarnya girang.

Aku mengangguk dan tersenyum. "Makasih."
"Eh, kamu break, ya?" tanya Alvan.

"Iya, nih, Mbrot."

"Jangan ah, malu. Jangan panggil itu," tegur Alvan membisik.

"Maaf."

"Ya udah, yuk, ke kantin." Alvan menarik lenganku, tapi aku mencegatnya. "Emang masih buka?" tanyaku.

Alvan mengangkat bahu. "Enggak tahu juga. Ini jam berapa emang?"

Aku menengok arlojiku. "Setengah lima, Mbrot."

"Wah, dah tutup berarti. Ya udah, kamu di sini aja ya? Biar pangeran pergi ke pedagang terdekat."

"Oke." Alvan melepas lenganku. Ia kabur begitu saja dengan ekspresi ceria seperti biasa. Entahlah, padahal kegiatan Alvan sibuk. Tapi dia selalu ada waktu untuk bersamaku. Aku jadi kagum sama memanage waktunya. Sangat teratur.

Hanya butuh waktu lima menit, Alvan sudah sampai di ruang teater. Dia tak hanya membeli dua minuman tapi sepuluh, sekaligus untuk teman ekstra yang lain. "NIH, GAES, MINUM DULU. ADA CENDHOL DAWET TAPI NGGAK BISA NYANYINYA GUE!!" teriaknya lantang yang langsung diserbu anak-anak teater.

Alvan memakai logat lo-gue ke teman-temannya, sementara aku katanya spesial pakai bingit pakainya logat aku-kamu. Terdengar pilih kasih bukan? Yah, begitulah Alvan. Dia akan melakukan apapun yang ia suka dan membuatku senang, baginya. Bagiku menyebalkan!

"Ra, nih dawet buat kamu. Spesial warnanya hitam," Alvan memberikan cup padaku.

"Kenapa hitam?" tanyaku.

"Aku juga hitam, nih." Alvan menunjukkan dawetnya. "Kita couplean."

"Kenapa pilih hitam? Padahal gelap." Protesku, niat memancing balasan maut Alvan.

Seraya mengaduk dawetnya. "Hitam belum tentu gelap, kok, Ra. Kalau minum dawetnya sambil lihatin kamu, ya, terang-benderang, Ra."

"Btw, aku nggak pakai gula jawa," cerita Alvan.

"Kenapa?"

"Nggak papa. Lihat kamu aja udah manis, takut kalau pakai gula jawa nanti kemanisan. Diabetes."

Tuh, kan, Alvan memang raja perayu dan gombal. Bayangkan kalau yang digombalin cewek lain, pasti langsung ajorr. Beda dengan aku yang 'owh aja'.

"Nanti ke Pasar Senin, ya, Ra? Kangen aku, dah lama nggak ke sana." Sambil sesekali menyeruput dawetnya.

"Iya. Aku juga kangen."

Autumn CrocusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang