before we jumped to the story, I would like to say huge thanks to all of my family members who are always supported me. I am beyond grateful with how this turned out. Happy reading.
ps. thank u for the 8 first readers. ilysm.
enjoy.
Rumah sakit ini. Dara sudah sangat muak berada disini. Bau khasnya, cat putihnya, makanan hambarnya, ia sudah bosan dengan semuanya. Penyakitnya ini benar-benar menyusahkan. Kenapa mesti Dara yang mengalami hal seperti ini?
"Pagi Dara, hari ini jadwal kamu cuci darah ya. Sini biar suster bantu kamu." Suster Amira meninggalkang kursi roda yang ia bawa dan membantu Dara turun dari tempat tidurnya. Suster Amira adalah seorang perawat yang sudah merawat Dara sejak ia berumur 15 tahun. Suster Amira selalu ada saat Dara membutuhkan seorang teman, selalu siap saat Dara menginginkan sesuatu, dan selalu menemani Dara saat ia merasa kesepian.
Orang tua Dara bekerja sangat keras untuk membiayai perawatan penyakit Dara ini. Dua bulan pertama setelah Dara diminta untuk rawat inap dirumah sakit, Dara tidak akan sudi berlama-lama tinggal dirumah sakit ini jika bukan karena Suster Amira.
"Habis itu bawain Dara cat lukis dong, Sus. Cat punya Dara udah habis apalagi yang putih." Pinta Dara. Dirinya kini sedang berusaha duduk di kursi roda yang dibawakan Suster Amira. Dan Suster Amira hanya mengangguk sebagai jawaban permintaan Dara.
"yes!" Dara tersenyum girang. Waktu luang yang Dara punya selama di rumah sakit memang dia isi dengan melukis. Melukis sudah seperti terapi baginya. Sembari menonton tutorial di tabloid, ia akan menyapu kuasnya dengan lincah diatas kanvas.
Suster Amira mendorong kursi rodanya keluar ruangan milik Dara. Pemandangan pertama yang Dara dapatkan setelah ia diam dikamar seharian dari kemarin tak lain adalah taman rumah sakit. Dilihatnya taman yang telah lama tak ia nikmati kesejukkannya tersebut. Dara menarik nafas panjang sambil memejamkan matanya.
Betapa ia merindukan suasana berada diluar sambil melukis dan melihat cerahnya langit. Ditambah lagi keadaan rumah sakit yang lumayan sepi dan angin sepoi-sepoi. Dara sangat bersyukur ia memiliki orang tua yang rela bekerja siang malam hanya untuk membayar biaya rumah sakit yang bisa dikatakan tidak murah ini.
Suster Amira yang sedang memperhatikan Dara hanya tersenyum kecil. Ia rela jika disuruh menemani Dara bermain diluar kamar, namun tidak untuk hari ini. Dara tidak boleh telat untuk melakukan sesi cuci darahnya.
"Udah puas liat pemandangannya?" Suster Amira akhirnya membuka suara.
"Udah kok sus." Dara menjawab sambil terkekeh kecil. Berapa lama sudah dirinya memperhatikan sebuah taman rumah sakit sampai Suster Amira bertanya begitu? Ah, sudahlah.
----
Setelah dua setengah jam berlalu dan proses cuci darah Dara sudah selesai, Suster Amira membawanya kembali ke kamar. Selama perjalanan mereka menuju ruangan Dara, ia tak berhenti-berhenti mengoceh tentang betapa dirinya ingin melukis diluar kamar sambil melihat pemandangan. Betapa bagusnya nanti hasil lukisan Dara jika ia bisa melihat contoh nyata. Apalagi sambil mendengarkan lagu-lagu santai diatas rumput. Suster Amira hanya mendengarkan dan sesekali menjawab dengan hm dan masa?
Namun celotehan Dara seketika berhenti ketika dirinya sudah sampai didekat pintu kamarnya. Dara mengernyit bingung saat melihat pintu kamar ruangan sebelahnya terbuka sedikit dan anehnya, Dara juga dapat mendengar ada desas-desis orang yang berbicara didalamnya.Namun Suster Amira membawanya masuk ke kamar dan menutupnya.
Apaan sih suster ini ga tau orang lagi kepo.
"pasien baru lagi ya, Sus?" Tanya Dara sambil mendongakkan kepalanya.
"ho'oh. Baru aja dateng kayaknya." Suster Amira menjawab. Semakin membuat Dara penasaran.
"kira-kira cewe atau cowo ya, Sus? Kalo cewe kan lumayan bisa buat temen baru. Terus kalo cowo lumayan banget buat cuci mata, apalagi kalo cowonya cakep kaya yang sering Dara liat di instagram." Dara menoleh kebelakang untuk menatap suster Amira yang sedang mendorong kursi rodanya ke arah tempat tidur untuk mendapat jawaban dari pertanyaannya tersebut.
"Suster denger sih katanya cowo. Dirawat inap gara-gara penyakit kanker paru-paru"
"seriusan, sus? Wah lumayan nih Dara bentar kekamar sebelah buat modus. Eh tapi sus, Dara gatau mau modusnya pake apa. Bantuin dong." Energi Dara yang awalnya terkuras karena bosan melakukan cuci darah kini sudah sepenuhnya kembali saat mendengar bahwa tetangga barunya adalah seorang lelaki alias cowo.
Suster Amira memasang wajah sok berpikir lalu kemudian bersuara , "Kamu bawain dia bunga aja. Bilang kalo bunganya untuk ucapan selamat dateng dan doa supaya cepet sembuh."
"Bagus tuh. Tapi, bunga apa dong yang menggambarkan selamat datang sama semoga lekas sembuh?"
"biasanya sih bunga matahari atau bunga krisan kalo untuk orang sakit. Kalo ucapan selamat datang mah bebas, semua bunga juga bisa." Suster Amira menjawab sambil merapikan beberapa lukisan Dara yang tergeletak dilantai.
Dara diam sejenak. Ia tidak tahu seperti apa rupa bunga krisan itu, keluarga yang menjenguknya biasanya membawakannya bunga matahari atau buah-buahan yang tidak Dara suka. Dara akhirnya bertanya kembali, "Bunga krisan? Bunga apaan tuh, sus? Kok Dara ga pernah denger ya?"
Suster Amira berjalan ke arah Dara setelah ia rasa lukisan Dara sudah rapi dan tertata pada tempatnya. "Itu loh bunga yang kaya bunga mawar tapi kelopaknya lebih lonjong dan kecil. Banyak lagi jenis warnanya."
Dara mangut-mangut meski dirinya masih belum dapat membayangkan seperti apa bunga krisan itu. Biar cepet aja urusannya, lagipula bukan Dara yang akan membeli bunga itu ke tokonya langsung.
"Yaudah sus, besok pagi-pagi bawain Dara bunga matahari sama bunga krisan itu yah. Dara mau kasih ke tetangga baru Dara yang feeling Dara bilang sih, ganteng."
"sip. Ditunggu pesananya ya Mba." Suster Amira memberikan jempol kanannya, lalu pamit ke luar sambil mendorong kursi roda yang tadi digunakan untuk membawa Dara.
Dara yang kini ditinggal sendirian membayangkan seperti apa rupa tetangga barunya ini sambil merapalkan beberapa mantra agar tetangganya memiliki wajah sesuai bayangannya. Dara cuma pengen cuci mata aja, Tuhan. Please.
---
Semoga saja hayati bisa mem publish dan menamatkan cerita ini tanpa ada cobaaan kemalasan dan perasaan tidak terinspirasi. Btw, publishnya suka-suka aja ya, terserah pada author ea. Udah ah, bai.
YOU ARE READING
darlin'
Short StoryBagaimana rasanya memiliki tetangga yang cakepnya itu diatas rata-rata? Asik kan? Bisa cuci mata tiap hari tanpa harus nyari lagi.